[10] Comblangin?

17.8K 1.8K 802
                                    

Sejak masuk kelas dan ngeliat Reksa tadi, Bora nggak berhenti senyum-senyum nggak jelas. Bayangan kejadian kemarin masih jelas banget, gimana dia nuding cowok nyebelin itu dengan telak. Muka melongo Reksa, matanya yang membesar tiba-tiba, dan jelas banget dia nahan napas saat itu. Ah ... rasanya Bora bangga banget bisa bikin cowok nyebelin itu nggak berkutik. Sekali-kali gantian dia yang dikerjai nggak apa-apa, dong.

Bora baru tahu kalau cowok juga bisa salah tingkah ketika dituding hal kayak gitu. Dia kira Reksa akan selamanya jadi cowok nyebelin yang nggak terpengaruh sama apa pun, tapi nyatanya cowok itu malah kasih respons yang nggak Bora sangka-sangka kemarin. Bahkan setelah itu dia nggak ngomong atau bertingkah macam-macam lagi. Kayaknya strategi Bora buat mukul Reksa mundur dan bikin dia nggak iseng lagi berhasil.

"Kamu latihan lagi, ya, Bora. Nanti kalau sudah bisa, panggil Bapak, kita ambil nilai lagi." Suara Pak Otto, guru olahraga mereka menyadarkan Bora dari lamunannya, bikin Bora inget lagi sama kegagalannya pas pengambilan nilai basket tadi.

Bora mengangguk lalu menunduk dalam-dalam. Nggak tahu ini harus bikin dia senang atau sedih. Bukannya dia nggak bersyukur dikasih kesempatan kedua buat perbaiki nilai. Tapi masalahnya Bora udah yakin banget kalau berapa kali pun dia coba, berhasil masukin bola ke ring itu mustahil. Yang ada dia cuma buang-buang energi buat latihan lebih dan balik lagi buat diketawain orang-orang.

Tanpa semangat Bora balik lagi ke lapangan. Dia berkacak pinggang sambil menatap tajam ring di depannya, seolah dengan kayak gitu ringnya bakal takut dan tiba-tiba mengecil, atau dia yang membesar kayak Hulk. Lagi serius kayak gitu, tiba-tiba sesuatu nimpa kepalanya dan bikin dia mengaduh. Setelah dongak, ternyata si nyebelin Reksa yang datang dengan bola basket di tangannya. Pasti bola itu yang bikin dia kesakitan barusan.

"Kalau mau bales, ambil, nih," tantang Reksa sambil mengangkat bola di tangannya tinggi-tinggi.

Nyebelin! Udah jelas itu nggak mungkin. Tinggi mereka aja bedanya jauh banget. Bahkan kadang ngomong sama cowok itu aja, Bora harus dongak sampai pegal, apalagi ngambil bola yang dia angkat tinggi-tinggi kayak sekarang. Cowok ini memang suka banget bikin Bora naik darah kayaknya. Padahal baru aja kemarin Bora merasa menang karena bisa ngerjain dia balik, eh sekarang dibalas lagi.

"Lo mau latihan lagi, kan? Ini bola lo, ambil!" Bora langsung ngecek bola yang tadi ada di depan kakinya dan balik menatap Reksa tajam. Dasar cowok nyebelin! Bisa-bisanya dia ngambil bola yang mau dipakai Bora. Mana itu satu-satunya bola, yang lain udah dipakai sama gerombolan-gerombolan lain buat main. Huh! Bora sialnya kenapa nggak berhenti-berhenti, sih!

Mau nggak mau Bora mulai jinjit lalu ngerentangin tangan tinggi-tinggi, tapi nggak ada gunanya. Jarak mereka bahkan kayak nggak berkurang sama sekali. Bora yang mulai kepancing emosi mulai loncat-loncat, awalnya pelan lalu lama-lama mulai makin kencang dan tinggi sampai mukanya sempat sejajar sama muka Reksa.

Reksa nggak nyangka kalau sekarang ini dia kayak lagi bikin cobaan buat dirinya sendiri. Awalnya sih memang cuma mau ngisengin Bora, tapi pas muka mereka sempat sejajar kayak tadi, Reksa sendiri yang nggak bisa mengatur detak jantungnya. Muka dan ekspresi cewek mungil itu kelihatan jauh lebih menarik dari jarak sedekat ini.

Tanpa sadar tangan Reksa mulai turun, nggak lagi setinggi tadi dan itu bikin Bora berhasil dapatin bolanya setelah loncatan ke sekian. Bora langsung memekik girang. Tapi baru sekian detik, pekikan itu hilang karena dia sadar kalau Reksa lagi nunduk dan natap dia dalam-dalam. Pandangan mereka bertemu dan Bora harus ngaku kalau cowok itu sempurna. Andai aja dia nggak nyebelin.

"Bora, awas!"

Seruan dari samping kanannya membuat Bora noleh. Di depannya, ada bola basket yang melaju dengan kecepatan tinggi. Bahkan putarannya aja bikin pusing lihatnya. Bola itu jelas mengarah ke Bora, makin lama makin dekat. Bora memejam erat tapi tepat sebelum itu, ada tangan yang bikin gerakan bola itu berhenti.

DRAMA [Sudah Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang