[35] Tolong

12.3K 1.3K 474
                                    

Temenin aku ngerjain sesuatu habis pulang sekolah ya, Ra.

Bora memandangi chat yang dikirim Akas sejak pagi tadi, tapi baru dibacanya sekarang. Bel pulang sekolah barusan bunyi dan Reksa yang udah berdiri di depannya, lengkap dengan ransel biru yang selalu dibawanya. Kepala Bora berulang kali mendongak dan menunduk, melihat chat di ponselnya dan Reksa secara bergantian.

"Ayo, pulang," ujar Reksa akhirnya, setelah kebingungan melihat tingkah Bora barusan.

Bukannya menjawab, Bora malah manyun. Dia pengin banget pulang bareng Reksa kali ini, tapi chat dari Akas itu juga nggak bisa dicuekin. "Kak Akas minta gue temenin dia, nih," jawab Bora lemas. Begitu melihat kening Reksa yang berkerut, dia cepat-cepat menambahkan, "Ada masalah penting yang harus gue selesaiin sama dia. Nggak macem-macem, kok."

Mendengar itu, Reksa tersenyum sambil mengangkat satu alisnya. "Padahal gue belom nanya, lho. Takut banget gue salah paham?"

Bora langsung mengatupkan mulutnya rapat-rapat. "Ya ... gue ... jelasin doang ..."

Jawaban Bora yang terbata-bata dan ekspresinya yang kayak orang kebingungan bikin Reksa ketawa. Rasanya udah lama dia nggak melihat cewek itu kayak gini, dan untungnya dia bisa lihat itu lagi sekarang. "Ya udah, gue ikut."

"Eh?" Bora langsung mendongak mendengar omongan Reksa barusan. Satu sisi dia senang karena jadi nggak usah mengorbankan salah satu, tapi di sisi lain ... kayaknya masalah ini butuh ruang khusus buat dia dan Akas ngebahas tanpa gangguan.

Baru juga Bora mau jawab omongan Reksa tadi, ponsel cowok itu udah bunyi. Terdengar beberapa kali Reksa jawab iya sambil melirik Bora. Dia menghela napas begitu sambungan telepon itu terputus. "Mama nyuruh gue cepet-cepet pulang, ada yang mau dimintain bantuan katanya."

Bora menghela napas lega. Akhirnya dia nggak usah pusing-pusing mikirin jawaban lagi. "Ya udah, nggak apa-apa. Pasti urusannya penting sampai mama nelepon kayak gitu."

Reksa mengangguk-angguk, walau dalam hati agak nggak rela. Walau kata Bora, masalah yang harus dia urus sama Akas itu penting, tapi Reksa tetap nggak bisa tenang. Membayangkan Bora berdua aja sama Akas entah kenapa membawa kengerian tersendiri buatnya. Semoga aja ini cuma efek cemburu, bukan firasat buruk.

"Kamu bisa kan, Ra?" Suara Akas yang baru aja terdengar bikin Bora dan Reksa menoleh serempak. Senior mereka itu udah berdiri di samping kanan Bora sekarang. Bora kembali menoleh ke Reksa yang ekspresinya nggak bisa dijelaskan saat ini. Dia mengerjap sambil mengangguk kecil beberapa kali. Sampai akhirnya Reksa ikut mengangguk pelan, baru Bora mengangguk setuju dan mengekor Akas setelah berpamitan ke Reksa.

"Kamu sama Reksa dekat lagi?"

"Hah?" Bora kaget mendengar pertanyaan tiba-tiba kayak gitu dari Akas.

"Kamu belum jawab pertanyaanku waktu itu, lho."

Bora tahu maksud Akas mengarah ke mana. "It ..."

"Aku nggak mau dengar jawabannya sekarang." Akas memotong omongan Bora, membuat mulut cewek itu terkatup lagi. "Kadang ada masanya kita nggak mau dengar kebenaran. Aku masih akan nunggu, siapa tahu nanti kamu akan jawab kayak yang aku pengin. Nggak usah buru-buru, Ra. Kamu masih punya banyak waktu buat mikir."

Saat ngomong kayak tadi, Akas sama sekali nggak melihat ke arah Bora, nggak kayak biasanya. Ada yang berubah dari seniornya itu. Bora mengambil waktu sebentar buat menarik napas, juga jarak dari Akas dan menatap cowok yang terus berjalan tanpa menoleh itu dari belakang. Kalau sebelumnya, Bora menyesal karena jawab Reksa terlalu cepat dan kebawa emosi, sekarang dia menyesal karena nggak langsung jawab Akas waktu itu. Sekarang dia harus cari waktu lagi buat kasih seniornya itu jawaban sekaligus penjelasan.

DRAMA [Sudah Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang