29 (Karla) [EPILOG]

180 14 4
                                    

Shawn Mendes - Never be alone

※※

Semua ini hanyalah permainan takdir. Dan bukan hakmu untuk menentang takdir.

※※※

"Sudah satu tahun belakangan ini hubungan kita makin renggang ya Sam."

Aku berjalan turun dari mobil dan menyuruh pak Gero untuk tidak mematikan mesin mobilnya. Aku hanya turun sebentar.

"Kenyataan yang harus gue terima adalah kita sekarang udah hidup di alam yang berbeda Sam. Gue masih berjuang menaklukkan kuliah gue dan elo udah tenang di surga sana."

Aku bernafas ringan sambil menyeka air mata yang turun perlahan.

"Hari-hari gue sepi Sam. Nggak ada elo lagi yang suka ngepangin rambut gue jadi kayak kripik tipis tipis, nggak ada lagi yang hobi ngacak rambut gue sampai susah di benerin dan nggak ada lagi orang yang bakalan gue rusuhin kalau gue bosen di rumah."

Aku kembali menyeka air mataku sambi sedikit tersenyum.

"Lo bilang apapun yang terjadi lo bakalan tetep ada kan buat gue? Tenang aja kok. Lo tetep ada di hati gue untuk selamanya. Dan terima kasih Sam lo akhirnya peka. Lo akhirnya sadar kalau diantara ratusan manusia yang lo kenal ada satu orang yang selalu nunggu lo untuk peka."

Aku tersenyum tipis. "Meski lo sedikit telat untuk bisa peka terhadap perasaan gue."

Aku kembali menghapus air mataku. Tenang aja Sam gue bahagia kok.

"Seharusnya gue yang ada di posisi lo Sam. Seharusnya gue yang ketabrak mobil itu. Lo terlalu baik Sam. Bahkan sampai akhir lo masih lebih mentingin keselamatan gue bukan keselamatan diri lo sendiri. Lo memang nggak pernah berubah. Sam yang ceroboh dan nggak pernah mikir keselamatannya sendiri."

Aku tertawa hambar lalu menyeka kembali air mataku yang tumpah.

Aku nggak boleh nangis. Kata Sam kalau aku nangis mukaku kelihatan jelek. Lagipula kalau aku nangis ga bakalan ada Sam yang ngetawain aku cengeng lalu ngapus air mata ini.

Aku tersenyum mengingat semuanya.

"Sebenernya kalau mau jujur sampai sekarang gue masih merasa bersalah Sam. Lo gini karena gue. Lo harus pindah dunia karena gue."

Aku terdiam sekitar satu menit dan memanjatkan doa yang tulus untuk batu nisan di hadapanku ini.

Aku berjalan meninggalkan batu nisan itu.

- In memorian -
Samuel Maranta
1998 - 2016

Sisa sisa air mataku sudah mulai mengering. Aku tau ia tak akan kembali lagi untukku. Aku tau ia tak akan pernah ada di sana lagi untuk mewarnai hari-hariku.

Tapi aku tau kapanpun aku merindukannya, ia akan selalu ada di sana, menjadi bintang yang bersinar paling terang.

Tentunya hanya untuk diriku seorang.

●●TAMAT●●

Terima kasih untuk kalian yang sudah membaca tatap!
Jujur menulis tatap benar benar menguras emosi walau chapternya cuma pendek (100-350 words)
terima kasih juga bagi yang sudah vote dan comment.

Intinya terima kasih banyak❣❣

[edit 09/04/2019]

I just checked the stats for this story and 50% of the readers is from United States! Thank you so so much for spending your time to read this story! This story is nothing without you! <3

Tatap ✔ (Revisied)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang