Thankyou for 121 readers !!!!!
Keesokan harinya Hyekyo sudah siap jam delapan pagi. Dengan baju sehari-harinya, ia sudah di dapur dan membuat sarapan.
Tidak sarapan juga. Hanya roti bakar diolesi selai cokelat. Dan susu coklat hangat untuk Joongki (karena ibunya memberitahu jika Joongki suka sesuatu yang hangat), dan kopi untuknya, karena tadi malam ia baru bisa tidur jam tiga, sementara Joongki langsung terlelap begitu mencium bantal.
Hyekyo meletakkan semuanya di meja lalu duduk di kursi makan, menunggu Joongki datang dan bermain ponsel.
Sebenarnya, jika kalian bertanya-tanya apakah yang Hyekyo lakukan dengan ponselnya. Ia tidak punya teman, jadi pesan siapa yang ia balas, atau postingan siapa yang ia lihat, yang Hyekyo lakukan dengan ponselnya hanyalah bermain game, dan membalas pesan dari keluarganya. Itu saja.
"Selamat pagi."
Hyekyo mendongak dan langsung menyimpan ponselnya ketika mendapati Joongki sudah keluar dari kamar dengan mengenakan kaus putih polos, legging hitam dan jaket hitam yang tampak sempurna di tubuhnya.
"Kopinya untukku, bukan untukmu, omong-omong," kata Hyekyo ketika melihat tangan Joongki yang terulur hendak mengambil cangkir kopinya.
"Tidak baik jika kau terlalu banyak minum kopi," balas Joongki dan menyeruput kopinya.
Hyekyo mendengus. "Bahkan di minggu ini aku baru minum delapan gelas kopi."
Sontak Joongki tersedak. "Dasar gila. Wanita normal mungkin seminggu paling banyak tujuh atau enam kali."
"Lalu maksudmu aku tidak normal?"
Joongki mengangkat bahu.
Tiba di tempat dimana Hyekyo berkuliah, Joongki memarkirkan mobilnya. Kebetulan tempat parkirnya memang luas, karena banyak mahasiswa yang berangkat memakai mobil.
Hyekyo melepas sabuk pengamannya, turun dari mobil dan menunggu Joongki turun. Kemudian mereka pergi ke lantai dua, karena teman ayah Joongki ada disana.
Setelah menyerahkan undangan, mereka kembali ke parkiran. Karena Joongki ingin ke toilet, akhirnya Hyekyo menunggu di pinggir mobil.
"Ikuti aku."
Hyekyo menoleh dan mendapati tiga orang seniornya menghampirinya. Tidak punya pilihan lain akhirnya Hyekyo mengikuti mereka. Mereka membawa Hyekyo ke sebuah gudang yang sudah tidak terpakai.
"Apa maksudmu datang dengan Joongki oppa?" Tanya salah seorang diantara mereka. Bahkan Hyekyo tidak tahu namanya siapa.
"Memangnya kenapa?"
"Kau tidak tau? Jika dia adalah milikku?"
Hyekyo berdecih. Ia tidak mau mengalah lagi sekarang. "Lalu kau pikir ia mau denganmu?"
Plakk!!
Pipi kanan Hyekyo ditampar. "Kenapa berhenti? Ayo lanjutkan! Aku ingin melihat apalagi yang bisa kalian lakukan padaku!" Tantang Hyekyo. Ia tidak peduli harus menjelaskan apa kepada Joongki nanti. Ia hanya tidak ingin harga dirinya dijatuhkan begini.
Bugh!
Kaki Hyekyo ditendang, membuat Hyekyo meringis menahan sakit. Tapi ia masih dalam posisinya, belum terjatuh.
"Kau bilang apa? Katakan sekali lagi!" Kata pimpinan mereka sambil menjambak rambut Hyekyo. Hyekyo diam saja. Jika ia menyerang, mungkin ia yang mendapat tuntutan hukum.
Mereka yang merasa Hyekyo tidak melawan malah merasa takut, karena jika dituntut mereka akan bersalah dan tidak ada bukti lagi.
Maka dari itu salah seorang dari mereka berbaring dan menarik Hyekyo sehingga Hyekyo terjatuh di atasnya.
"Lepaskan aku!" Jerit Hyekyo ketika kedua tangannya digenggam dengan erat.
BRAKK!!!
Pintu gudang terbuka lebar, menampakkan dua orang dosen paling killer di universitas Hyekyo.
"Song Hyekyo, Son Eunbi, Kim Heri, Lee Ji Eun, ikut saya ke kantor. SEKARANG!"
KAMU SEDANG MEMBACA
(not) Perfect
FanfictionSong Hye Kyo tidak percaya ini. Masa ia harus menikahi laki-laki bernama Song Joong Ki yang tidak pernah dikenalnya, hanya karena perjodohan mereka dicantumkan dalam wasiat neneknya?