Pt 12

2.8K 206 24
                                    

Hyekyo meletakkan kopernya. Kamarnya tidak berubah. Sprei terakhirnya masih sama. Tidak ada bau apak. Berarti ayahnya masih meminta pembantunya untuk membersihkan kamarnya, membuka jendelanya di pagi hari.

Ia berbaring telentang di kasurnya. Matanya menatap kosong ke langit-langit kamar. Tiba-tiba ibunya masuk ke dalam kamar, membuatnya terkejut dan beralih duduk.

"Kau ada masalah dengan Joongki bukan? Kalau tidak, kau tidak akan memutuskan untuk menginap disini jam sembilan malam. Kuliah di Inggris saja menghubungi kami hanya sebulan sekali."

Hyekyo terkekeh. "Aigoo.. Eomma, menurutmu, kenapa laki-laki marah sampai meninggalkan rumah?" tanya Hyekyo.

"Ada dua alasan. Karena sudah tidak peduli dengan istrinya, atau karena dia sangat peduli dengan istrinya."

"Jawaban apa itu." Hyekyo mendengus dan tertawa geli meskipun diam-diam memikirkan maksud kata-kata ibunya.

"Kalau dia tidak peduli, ia akan meninggalkan rumah. Membiarkan istrinya di rumah sendirian. Tidak kembali. Biasanya jika begitu, diawali dengan istrinya yang membuat kesalahan. Kesalahan yang dianggap fatal oleh suaminya."

Hyekyo mengangguk-angguk. "Lalu jika ia sangat peduli?"

"Ia ingin istrinya merenungkan kesalahannya apa. Ia tidak ingin istrinya melakukan kesalahan yang sebenarnya sudah dilakukan tersebut. Ia tahu jika istrinya butuh waktu. Karena ia peduli, maka ia pergi. Dan ia akan kembali."

"Lalu,menurut eomma jika aku melakukan kesalahan, ia akan menjadi yang bagaimana?"

"Dengarkan aku baik-baik. Joongki itu anak yang sangat baik. penuh kasih sayang. Ia menyayangi neneknya dengan segenap hatinya. tapi saat ia berusia lima tahun, neneknya tewas karena kecelakaan yang dialaminya saat hendak pergi ke rumah Joongki yang berulang tahun. Itu melukai hatinya.

"Maka dari itulah, Joong ki mengiyakan perjodohan ini ketika ayahmu mengatakan ini sudah tercantum dalam wasiat nenekmu. Karena ia tidak ingin melukai perempuan lagi. Fisik, maupun hatinya."

Hyekyo terdiam. ia tidak tahu harus menjawab apa.

"Tidurlah, Sayang. Sudah malam. Besok aku akan masak sarapan," kata ibu Hyekyo lalu mengecup kepala hyekyo.

* * *

Jam menunjukkan pukul delapan pagi ketika Hyekyo bangun. Pasti orangtuanya sudah berangkat ke kantor. Mereka tidak akan sarapan bersama untuk hari ini.

Benar saja. Saat Hyekyo turun tangga, ia tidak melihat kehadiran orangtuanya. Hanya ada pembantunya yang sedang bersih-bersih ruang tamu yang hari itu tampak kotor sekali.

Setelah sarapan, Hyekyo memutuskan untuk kembali bekerja di Dal.komm Coffee. Akhirnya ia mandi, berganti baju dan diantar sopir pribadinya ke tempatnya bekerja.

Tiba di sana, ia langsung memakai apronnya dan berjaga di belakang kasir.

Dan Dewi Fortuna sedang berpihak padanya. Karena satu jam kemudian ada pengunjung yang datang. Dan pengunjung itu adalah Joongki.

Langsung saja, Hyekyo berlari ke pintu masuk, tidak memperdulikan teriakan jengkel dari pengunjung yang ia tabrak maupun pegawainya yang memintanya kembali. Ia langsung menarik tangan Joongki dan membawanya ke lapangan parkir ke sisi yang agak tertutup.

Napas Hyekyo tidak beraturan. Bukan hanya karena lelah setelah berlari, tetapi juga karena menyadari Joongki berdiri dekat sekali dengannya, belum lagi napas Joongki yang dapat ia rasakan di dahinya.

"Aku.. Emm.. Aku mau.." Buyar sudah kata-kata yang disusunnya ketika akan bertemu dengan Joongki.

"Mau apa?" tanya Joongki dengan suara rendahnya. Aneh. Bahkan ia tidak tampak marah.

"Aku mau minta maaf untuk semuanya. Ucapanku kelewatan, aku tahu. Karena itu aku minta maaf. Kau mau memaafkanku?"

"Hanya jika kau berhenti bekerja di kafe ini."

Hyekyo gelagapan. "Aku tidak bi-"

"Setiap jam enam sore preman-preman jalanan itu sering ke kafe dan menanyai alamat rumahmu bukan?" kata Joongki setelah menarik napas.

Hyekyo menegang. Bagaimana Joongki tahu tentang sekelompok preman itu?

"Bag-bagaimana kau tahu?"

"Dan kau masih ingin bekerja di kafe ini setelah hampir diperkosa dan bosmu tidak mempercayainya? Kenapa tidak memakai cincin nikahmu? kenapa tidak berkata kau istri dari Song Joongki, direktur dari perusahaan yang mensponsori Dal.komm Coffee?"

"Tidak ada tempat kerja lain. Aku tidak tahu harus bekerja dimana lagi."

"Kau tidak perlu bekerja."

"Kau belum membaca suratku?" tanya Hyekyo menghela napas pelan.

"Surat? surat apa?"

"Tidak. Lupakan saja."

"Katakan kalau kau akan berhenti."

"Tidak. Aku akan tetap bekerja disini."

"Song Hyekyo."

"Kenapa?"

"Berhenti."

"Tidak."

Joongki melangkah mendekati Hyekyo, semakin merapatkan tubuhnya, membuat Hyekyo menahan napas.

"Berhenti," bisik Joongki.

"Tidak," balas Hyekyo, berusaha mengumpulkan keberaniannya.

Joongki menunduk lalu menempelkan bibirnya ke bibir Hyekyo.

"Berhenti."

"Oke."

(not) PerfectTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang