Pt 10

2.6K 195 18
                                    

Pagi itu, alarm Hyekyo sudah berbunyi pukul setengah enam pagi. Ia langsung terbangun dan mematikan alarmnya. Ia dapat merasakan Joongki menggeliat di sebelahnya.

"Selamat pagi," sapa Joongki dengan suara serak khas bangun tidurnya.

Hyekyo tersenyum sebagai jawaban, lalu beralih ke kamar mandi. Mencuci muka, menggosok gigi, lalu keluar dan beranjak ke dapur.

"Apa kira-kira yang harus kumasak pagi ini?" Gumam Hyekyo.

"Apapun yang dapat menghilangkan pengar," balas Joongki.

"Jangan bilang kau mabuk semalam?!" Seru Hyekyo. Ia menggerutu ketika melihat Joongki meringis dan mengangguk.

"Aku tidak ingat memberimu ijin untuk minum-minum sampai mabuk."

"Tadi malam yang terakhir. Aku janji."

"Laki-laki itu hobinya berbohong. Tidak usah menyangkalnya, aku sudah tahu itu dengan sangat."

"Itu untuk merayakan perjanjian dengan perusahaan luar negeri dan pengangkatan Kwang Soo menjadi sekretaris pribadiku."

"Terserah. Mau itu pengangkatan Kim Tae Hee sebagai selingkuhan gelapmu aku juga tidak peduli," cibir Hyekyo.

Joongki melangkah mendekat ke Hyekyo, tangan kanannya meraih kepala Hyekyo lalu ia mengecup bibirnya sehingga Hyekyo terdiam.

"Jangan berkata seperti itu. Aku tidak menikahimu untuk mendengarmu berkata seperti itu."

* * *

Hyekyo memasang apronnya lalu berdiri di belakang kasir. Hari keempatnya bekerja di Dal.komm Coffee akan dimulai.

Seperti biasa, pengunjung saat pagi hari kisaran pukul delapan sampai sembilan adalah pekerja kantoran. Lalu memasuki pukul dua belas sampai empat sore, kebanyakan kalau tidak mahasiswa atau mahasiswi, berarti pasangan-pasangan muda yang menghabiskan waktu berdua.

"Kyo, aku tinggal sebentar ya. Kau berjaga sebentar. Aku ada urusan," kata Rain, yang bekerja bersamanya di pagi hari.

"Kau sudah lapor pada Bos?"

"Tenang saja, sudah kok."

Hyekyo mengangguk lalu memutuskan untuk bermain ponsel sebentar, mumpung tidak ada pengunjung.

Bel yang terpasang di pintu masuk berdering, berarti ada yang datang. Hyekyo berkata sambil mendongakkan kepalanya. "Selamat dat-"

Ucapannya tergantung ketika melihat siapa yang ada di hadapannya saat ini.

Song Joongki.

* * *

Jari tangan Hyekyo bertautan dan tidak bisa diam, tandanya setiap kali ia cemas. Setelah Joongki menyadari siapa yang memberi ucapan selamat datang, tanpa ba-bi-bu lagi Joongki langsung menarik tangan Hyekyo dan memasukkannya ke dalam mobil. Bahkan Hyekyo tidak sempat melepas apronnya.

Dan sekarang mereka ada di dalam mobil dengan keheningan mencekam yang menyelimuti mereka. Tidak ada yang berbicara duluan. Hyekyo pun tidak berani memulai percakapan.

Begitu tiba di rumah, Joongki mematikan mesin mobilnya dan langsung keluar lalu masuk ke rumah dengan Hyekyo yang mengikutinya dengan kepala tertunduk.

Baru saja Hyekyo hendak masuk ke kamar, Joongki menarik tangan Hyekyo dan mendudukkannya ke sofa.

"Jadi?" Tanya Joongki.

Hyekyo menelan ludahnya dengan susah payah. Ia tidak ingat kapan terakhir kali ia merasa segugup ini karena seseorang.

"Ak- aku tidak melihat apa yang salah dengan bekerja paruh waktu di kafe yang lumayan terkenal dan terpercaya yang tidak pernah terlibat kasus apapun."

Joongki menghembuskan napasnya dengan kasar. "Kau kira aku semiskin itu untuk membiayai hidupmu sekalipun kartu kreditmu diblokir?"

"Aku tidak setidaktahudiri itu untuk memakai uang suaminya dengan cuma-cuma demi kesenangan yang tidak seberapa."

"Lalu untuk apa kau menikahi ku?"

"Aku tidak menikahimu dengan tujuan untuk menghabiskan uangmu. Aku tidak semurahan itu."

"Song Hyekyo."

"Apa? Kau akan bilang apa? Gaji setahunku di sana tidak sebesar gaji sebulanmu. Aku bekerja meskipun itu berat karena aku merasa bersalah jika harus memakai uangmu sementara kau bisa menggunakannya untuk hal-hal lain yang lebih penting yang kau inginkan."


"Sudah menjadi tugas seorang suami untuk membiayai hidup istrinya."

"Kenapa harus begitu? Kita menikah karena dijodohkan! Apakah kau bahkan mencintaiku?!" seru Hyekyo marah.

"Ah, benar. Aku lupa kenyataan itu. Oke. Kalau kau yang menginginkan itu maka silahkan saja. Aku pergi."

Dan setelah mengatakan itu, Joongki mengambil mantelnya dan kunci mobilnya lalu pergi meninggalkan rumah dan tidak kembali lagi malam itu.

(not) PerfectTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang