3

4.1K 440 19
                                    

Perkuliahan dimulai. Dua minggu kuliah di sini, datang juga waktunya kami harus menyapa mayat di ruang jenazah. Tak kusangka, aku satu kelompok dengannya. Dari yang aku dengar, dia sudah putus dengan pacarnya. Aku sekarang bisa mendekatinya tanpa ragu.

Dia terlihat ragu saat akan masuk ke ruang jenazah. Penampilannya sungguh jauh dari kata cantik. Celana bahan warna hitam, kaos biasa berwarna putih dan jas putih dokternya. Rambutnya ia ikat asal. Tanpa bedak dan embel-embel lainnya. Wajahnya benar-benar polos.

"Kalian harus mengobservasi mayat. Belajar anatomi yang sesungguhnya."

Dosen kami benar-benar sadis. Banyak mahasiswi yang ketakutan. Ku lirik Dian yang berdiri di sebelahku. Sebenarnya dia takut, tapi ia hanya diam saja memperhatikan mayat yang ada di depan kami.

Jangan berpikiran mayat di sini adalah mayat yang utuh anggota badannya. Mayat-mayat ini adalah korban kecelakaan.

Saat sedang memperhatikan, tiba-tiba Dian berteriak dan memelukku. Di saat itu juga, aku mematung. Tak tahu harus berbuat apa. Aku sama sekali tak bisa menggerakkan badanku.

.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.


"Kamu inget, gak? Waktu kita belajar anatomi. Kita harus obeservasi mayat dulu. Aku inget banget waktu itu kamu cuma pake celana bahan hitam panjang, baju atasan sederhana dan sepatu kets. Muka kamu polos banget gak dipoles sama sekali" Ryan secara otomatis tersenyum mengingat kejadian itu.

"Kita kan barengan waktu itu. Muka kamu kelihatan tegang banget. Aku hampir aja ketawa. Terus gak lama, tiba-tiba kamu teriak terus meluk aku."

"Kamu waktu itu udah putus, kan, sama Rizal? Modus tuh jangan-jangan. Bilang aja mau peluk orang ganteng" tuduh Ryan pada istrinya.

Ryan menggoda istrinya. Satu pergerakan dari Dian membuatnya senang. Ibu satu anak itu membalikkan badannya menghadap Ryan. Dengan hati-hati ia membalikkan badannya.

"GAK!! Aku gak modus. Waktu itu aku lihat mayatnya ngedip. Jadi takut, kan!!" bela Dian tak terima.

"Itu cuma halusinasi kamu aja. Hahahhaa" ujar Ryan sembari mengelus pipi istrinya lembut.

"Kamu jadi makin kurus. Banyak makan ya, sayang."

"Mas ngapain di sini? Bukannya sekarang jadwal kerja??" Ada kemajuan. Dian mau melihat suaminya.

"Aku cuti dulu sampai kamu keluar dari rumah sakit. Kata Dion, kamu harus istirahat total di rumah sakit semingguan. Jadi aku mau di sini nemenin kamu."

"Nanti dicari sama perawat favoritnya loh. Hahaha" lagi, Dian berbicara dengan nada sarkastiknya.

"Kamu lebih penting" jawab Ryan mantap.

"Lapar gak? Kalau lapar, aku beliin makanan dulu."

Dian menggelengkan kepalanya.

"Kamu kangen gak sama aku?" tanya Ryan. Dibalas gelengan oleh Dian.

"Aku mendingan tidur. Biar lupa sama kamu."

"Apa kesalahan aku itu besar banget yah???" Ryan terdengar sangat menyesal.

"Tapi kamu pasti kangen, kan sama Rifan" tebak sang suami.

"Gak juga. Dia pasti baik-baik aja tanpa 'baby sitternya'."

"Kamu ibunya, bukan baby sitter!!" ujar Ryan lembut tapi tegas.

"Tapi kata mereka aku tuh gak lebih dari penjaganya doang."

[Re] Perfect Mate ⭕Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang