14

2.7K 343 16
                                    

Hari ke – 5



"Hasil pemeriksaannya bagus. Kontraksinya udah gak ada. Nanti sore udah boleh pulang."

Mendengar kata pulang dari Dion berhasil mengukir senyuman di wajahku. Aku juga rindu rumahku. Rindu dengan peralatan dapur teman setiaku.

"Ion, boleh minta tolong gak?" pinta Ryan.

"Apa? Jagain Rifan dulu di rumah aku? Ooh kalo itu tenang aja. Kalian berduaan aja dulu di rumah."

"Hehehe. Telepati aku nyampe yah, Ion?" memang kembaran, jadi ada sinyal kuat.

"Tapi jangan kelamaan yah. Kasian juga Rifan. Pasti dia kangen ayah bundanya."

"Pasti lah. Masa ia kita tega ninggalin Rifan" ujar Ryan.

"Hari Senin aku sama Dian jemput Rifan. Sekalian mau ke rumah sakit. Ngasihin surat pengunduran diri" lanjut Ryan.

"Hah?? Jadi mau keluar??" Dion kaget.

"Aku juga mau ngundurin diri, Ion. Jangan kangen sama aku yah. Nanti kamu kerja gak sama aku" kataku sambil tersenyum pada kebaranku tercinta.

"Dian juga??"

"Iya. Kita udah sepakat mau berhenti kerja dulu sampai Dian lahiran. Beres Dian lahiran, kita mau buka klinik. Mungkin, nanti kita butuh kamu, Ion."

"Keputusan finalnya jadi begini??" Dion bertanya sekali lagi.

"Iya, Dion kembaranku."

"Kita udah nemuin jawaban dari pertanyaan kita" Ryan tersenyum selebar-lebarnya sambil menatapku.

"Oooh.. Bagus. Aku seneng kalau kalian udah baikan. Semoga hubungan kalian jadi lebih baik" Dion mengacungkan kedua jempolnya.

"Makasih, Ion. Karna kamu, kita jadi sadar" Ryan tampak jauh lebih bahagia. Seperti beban beratnya terangkat.

"No problem, bro. Udah seharusnya kalo keluarga ada masalah yang gak bisa diatasi sendiri harus dibantu. Duh, aku jadi terharu gini yaah.."

Hampir aku tertawa kencang saat melihat Dion menangis. Dia sangat terharu.

"Udah yah. Mau balik lagi kerja. Bye!! Kalian baik-baik yaah.." Dion akhirnya meninggalkan kami berdua.

"Sayang, mau makan apa?" tanya Ryan.

"Pengen buah. Yang seger. Atau es krim deh, Mas."

"Aku beliin dulu yah. Sekalian aku mau beli sayur buat nanti di rumah."

"Nanti aja, Mas. Sekalian kita pulang."

"Gak. Nanti kamu cape" dengan tegas Ryan menolak.

"Aku pengen belanja ke super market bareng kamu. Kita kan belum pernah ngelakuin itu. Ya, ya? Mau ya?" ku lingkarkan lenganku di lengannya.

"Hhhhmm. Oke. Tapi kalau kamu cape, bilang" Ryan luluh juga dengan sedikit tingkah manjaku.

"Makasih, Mas Ryanku."

Suara pintu yang diketuk membuyarkan fokus kami. Tak lama, pintu terbuka dan menampakkan sosok yang sudah lama ingin aku pukul.

"Hai, kita ganggu gak?" tanya Daniel tanpa rasa bersalah.

"Hahahaha. Siapa yah?" tanyaku, bercanda.

"Yan, jangan marah dong kita baru ke sini. Di IGD sibuk" ujar Agus memohon.

"Sahabatnya sakit kalian baru nengok? Tega banget!!" aku masih dalam mode marah.

"Emangnya Jefri ke sini? Kapan?" tanya Daniel.

[Re] Perfect Mate ⭕Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang