16

2.8K 333 24
                                    

Fase bulan madu yang sebenarnya dan selayaknya pasangan baru menikah, baru saja aku rasakan sekarang ini. Manisnya tanpa rasa pahit dan takut yang menghantui. Rasanya, kalau bisa, sampai kapanpun ingin seperti ini. Ketika aku bangun dari tidurku, dapat ku lihat dengan jelas wajah tampan suamiku yang dulu aku sia-siakan. Entah apa yang membuat wajahnya di mataku sekarang jadi semakin tampan. Wajah polosnya dengan ekspresi lucu saat tidur bisa aku lihat sepuasnya.

Ujung bibirku otomatis tertarik ke atas membentuk lengkungan ke bawah saat melihatnya mengerjap-ngerjapkan mata. Ia perlahan mulai tersadar dan bangun dari mimpi indahnya. Mengintipku dari celah matanya yang terbuka. Lalu ia memelukku agar bisa lebih dekat dengannya.

"Sayang, kita ini lagi bulan madu? Kok manis banget yah?" ujarnya dengan suara agak serak khas bangun tidur. Kami, punya satu pemikiran yang sama.

"Dulu aku kurang nih deketin kamunya. Jadinya pas awal nikah malah cangung banget. Gak kaya sekarang."

Aku menenggelamkan wajahku di dadanya. Menghirup sebanyak mungkin aroma tubuhnya. Bau yang sama setiap harinya dan rasa hangat dari pelukannya.

"Jangan ngomongin zaman dulu, ah" ujarku memprotesi perkataannya.

"Rifan tumben banget yah pagi-pagi gak ke kamar kita. Biasanya kan kalau bangun tidur selalu ke sini."

"Gak tahu, Mas. Mungkin masih tidur."

Ku pejamkan mataku lagi. Menikmati suasana yang hangat ini di tengah hujan yang turun di luar.

"Sayang, kamu mau bantuin Jefri lagi hari ini?"

"Iya, Mas. Kasihan Jefri sama pacarnya. Jefrinya sibuk. Jadi gak bisa nyiapin nikahannya sendiri."

"Kamunya jangan kecapean, yah. Inget makan. Istirahat kalau cape."

Kini tangan yang tadinya melingkar di pinggangku beralih mengelus puncak kepalaku. Kecupan singkat tak lupa ia layangkan juga di puncak kepalaku.

"Iya, Mas" aku mengangguk.

"Sekarang mau makan apa? Aku masakin, yah. Kamu kan harus berangkat kerja."

"Aku pengen makan apa aja deh. Asal kamu yang buat" jawabannya membuatku senang pagi ini.

"Ya udah, aku mau nyiapin baju kamu dulu. Udah gitu masak. Tapi sebelumnya, lepasin dulu akunya. Gak bisa gerak, Mas."

"Hehehe. Bentar lagi. Aku masih kangen." Alasan yang sangat tidak masuk akal. Semalaman saja ia memelukku. Rindu katanya?

Ryan masih harus bekerja di rumah sakit sampai ada penggantinya. Sedangkan aku sudah keluar dari tempat kerjaku itu. Aku memilih kodratku sebagai ibu rumah tangga. Mengurus anak, memasak, dan menjaga kehamilanku. Urusan beres-beres rumah Ryan yang kerjakan. Mencuci baju jadi tugasnya laundry saja. Aku sudah hamil tua, Ryan bisa marah besar kalau tahu aku mencuci baju.

Setelah puas melepas kerinduan, aku bangun. Jam di dinding sudah menunjukkan pukul empat pagi. Sebentar lagi adzan Subuh berkumandang. Jadi aku memilih untuk membangunkan Ryan dan menyuruhnya untuk pergi ke mesjid terdekat. Lalu menjalankan aktifitas seperti biasa. Aktifitas ibu-ibu ku mulai dari menyiapkan baju untuk suaminya ke kantor, memasak yang ringan saja, lalu yang terakhir mengantar suaminya kerja sampai ke depan pintu pagar.

"Ayah pergi kerja dulu, yah" Ryan mencium kening Rifan, lalu selanjutnya aku.

"Pulangnya bawa makanan, ya, Yah" pinta bocah empat tahun itu.

"Tenang aja. Nanti ayah bawa makanan yang banyak buat kamu sama adek."

"Hati-hati di jalan, Mas." Aku menyalami tangan suamiku.

[Re] Perfect Mate ⭕Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang