10

2.8K 375 7
                                    

Aku baru menyadari sesuatu. Di setiap ada Dian, pasti akan ada Dani disekitarnya. Tempat duduk mereka bersebelahan. Setiap ada kerja kelompok, aku selalu satu kelompok juga dengannya. Tapi aku tidak sadar.

Aku pernah melihat pergelangan tangan Dian merah. Banyak yang bilang kalau Dani suka padanya. Tapi aku abaikan. Ada yang bilang juga kalau Dani berlaku kasar padanya. Aku jadi tidak tenang. Sesampainya di rumah sakit, aku langsung berlari menuju kamar rawat Dian. Dion menunggu di mobil bersama anaknya dan anakku.

"Dian!!"

"Oh, Ryan?"

Di ruangan ada tiga orang. Dian, Dani dan mahasiswa magang.

"Kenapa ke sini??" tanya Dian.

"Ada kerjaan?" tanyanya lagi.

"Oh, hai Ryan. Lama gak ketemu" Dani memberi salamnya padaku.

"Lama juga gak ketemu kamu, Dan."

"Kamu balik lagi aja ke IGD kalau udah beres periksanya, Rev. Nanti kamu malah dicariin sama Dokter Agus" Dian menyuruh juniornya pergi.

"Kalau gitu, saya permisi dulu, Dok." Mahasiswa magang itu pun pamit.

"Kamu lagi makan siang??" tanyaku.

Aku menghampiri Dian dan berdiri di samping kasurnya.

"Iya. Dikit lagi habis" jawab Dian biasa.

Terlihat dari sendok makan Dian yang dipegang Dani, pasti lelaki itu menyuapinya.

"Ini yang kamu ceritain ke aku? Jadi juga kamu sama Ryan."

"Iya, Dan. Hehehe. Kita juga udah punya anak. Kamu pernah aku kasih lihat, kan, fotonya."

Dian meraih tanganku dan digenggam erat. Ia juga sesekali melirikku sambil tersenyum. Dia ingin menunjukkan kalau dia bahagia bersamaku.

"Jangan ditinggal terus, Iyan, istrinya. Nanti ada yang ngambil baru nyesel."

Entah apa maksudnya Dani berkata seperti itu.

"Sibuk boleh, tapi kalau sampai didiemin bahaya."

"Hhmm.. Kayanya aku harus pulang. Jaga kesehatan, ya. Aku pamit pulang."

Dani pamit. Kami saling melempar senyum, lali dia pergi. Setelah pintu tertutup, Dian melepaskan tanganku. Ia mencoba tidur dan membelakangiku.

"Kamu ada hubungan apa sama dia??" aku langsung bertanya padanya.

"Temen aja. Gak ada apa-apa kok."

"Jangan bohong. Tadi kamu minta Dion cepet ke sini, kan? Gara-gara ada dia?"

"Tadi kamu lagi sama Dion??" Dian agak kaget. Dian langsung bangun dan duduk.

"Dia cerita apa aja sama kamu? Dia gak cerita yang aneh-aneh, kan?" Dari nada bicaranya, ia amat sangat mengkhawatirkan sesuatu.

"Gak kok. Dia gak cerita apa-apa."

Terpaksa aku bohong. Aku ingin dia tenang dulu. Tangannya dingin. Dia benar-benar gugup tadi. Ku lihat pergelangan tangannya, tidak ada sesuatu yang aneh. Aku bisa bernafas lega.

"Kamu makannya banyak juga. Gak kaya kemarin."

"Sekarang nafsu makannya udah mulai normal. Kemarin aku gak begitu nafsu."

"Kamu tidur aja gih. Aku temenin di sini" Dian tidur lagi dan tetap membelakangiku.

"Sayang.."

[Re] Perfect Mate ⭕Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang