Aku tak tahu sejak kapan rasa itu hadir. Setiap kali dia ada dalam jangkauan mataku, aku selalu menolak kehadirannya. Apalagi ketika ia mencoba mengetuk hatiku. Aku diamkan dan tolak mentah-mentah. Melihatnya memaksa aku bercerita, aku jadi berpikir ulang. Kapan rasa itu hadir? Apa alasan utama aku menerima lamarannya waktu itu. Pasti ada satu kesalahan.
"Jadi, kenapa kamu nerima lamaran aku? Sejak kapan kamu suka sama aku?" tanya Ryan dengan tatapan penuh rasa penasaran.
"Gak tahu. Aku sendiri gak tahu. Yang aku tahu, aku nolak kamu sejak awal kamu ngedeket. Aku sadar diri, Mas."
"Tuh, kamu mulai lagi ngerendah."
Ryan mengerucutkan bibirnya. Aku tertawa kecil melihatnya. Dia balas dengan senyum.
"Nah gitu, aku udah lama gak lihat kamu ketawa."
"Apa sih" ku buang mukaku.
"Ayo cerita!!" dia memaksaku bercerita.
"Seinget aku, waktu aku tahu kamu gabung sama squadnya Jefri, Daniel, Agus, Dion, aku gak suka. Apalagi kamu selalu ada bareng mereka. Kita cuma kenal tahu nama aja, kan?"
"Kenapa kamu gak suka aku jadi temen mereka??" tanya Ryan.
"Soalnya, semenjak tahu kamu gabung sama mereka, banyak banget kakak tingkat apalagi yang seangkatan jadi sok kenal dan sok deket sama aku cuma buat ikut gabung sama kamu. Ya ngapain gitu deket sama aku cuma buat itu doang. Aku cuekin aja."
"Waah.. Kamu udah sesuka itu sama aku sampai gak mau bagi-bagi??" Ryan malah bertepuk tangan. Aku jadi kesal.
"Bukan!! Iih... Aku degdegan gara-gara kamu aja enggak!!" atau mungkin aku yang tidak menyadari itu.
"Aku jaga jarak sama kamu. Sebisa mungkin. Aku tahu kamu itu orang paling sempurna satu angkatan. Mungkin satu fakultas kali yah."
.
"Dian!! Mau kemana?? Bolos ngumpul mulu!!"
Aku kena marah kembaranku karena sering kabur. Aku bukannya tidak mau bergabung. Tapi aku risih dengan kehadirannya. Ryan, mahasiswa paling sempurna yang hampir tidak ada cacatnya. Semua yang ada padanya itu sempurna. Aku tidak berani mendekat meskipun nyatanya ia mendekat.
Aku belum keluar dari base camp, dia sudah datang dengan senyumnya yang cerah. Entah sejak kapan aku jadi suka melihat senyumnya. Tapi tetap, aku tidak berani. Dan ketakutan itu terus muncul sampai aku seperti mati rasa padanya.
Ada saja caranya pendekatan padaku. Setiap dibuat kelompok belajar, dia selalu berusaha untuk satu kelompok denganku. Awalnya aku biasa saja. Mungkin hanya kebetulan. Tapi, aku sadar saat seharusnya dia tak satu kelompok denganku. Tapi tiba-tiba ketika kelompokku akan mengerjakan tugas, dia ada.
"Waah, di kelompok kita ada Ryan??" teman satu kelompokku Dani yang juga teman satu sekolahnya agak takjub.
"Tugas lancar dong. Hahahha. Bercanda bos" Renald ini memang mulutnya agak luar biasa.
"Kamu gak sekelompok sama kembaran??" tanya Alya yang juga satu kelompok dengan ku.
"Dia udah sama yang lain. Kelompoknya udah penuh. Jadi gak bisa gabung" jawabku.
"Kalau gitu, kita kerjain sekarang aja biar cepet selesai" ajak Ryan. Dia langsung membagi tugas kami.
Satu yang aku tahu karena sering satu kelompok dengan Ryan, dia tak bisa menunda pekerjaan. Apalagi untuk urusan bersih-bersih. Dia selalu paling aktif bersih-bersih. Pernah suatu hari, kelas kami kedapatan tugas makalah. Satu kelompok hanya terdiri dari dua orang saja. Saat itu yang jadi teman sekelompokku itu Caca. Tapi tak tahu bagaimana ceritanya, saat aku menunggu Caca di perpustakaan untuk mengerjakan tugas, malah Ryan yang datang.
KAMU SEDANG MEMBACA
[Re] Perfect Mate ⭕
Short Story(Edisi Revisi) Aku gak butuh yang sempurna, karna kamu penyempurna hidupku - Ryan Hwang Minhyun (Ryan Agustian Malik) ❤ Jung Mimi Gugudan (Andini Dian Hafidza Putri Setyadi) start :20171110 end : 20171210 #193 in SS 20171226 #159 in SS 201...