13

3K 357 23
                                    

"Anniversary?" aku lupa-lupa ingat soal itu.

"Iya. Itu juga jadi yang terakhir kali kita hubungan. Besoknya aku sibuk lagi di IGD. Lagian waktu kita Anniv, aku lagi masa subur."

Ah, iya. Aku baru ingat sesuatu. Padahal aku sendiri yang menghitungnya.

"Masih lupa? Ya udah, gak usah diinget. Gak penting juga."

"Gak sayang, aku udah inget sekarang. Kamu balik sini dong. Coba tatap aku."

Setelah membujuknya, akhirnya ia mau juga melihatku lagi. Dia banyak menangis. Gadis sok kuat yang ada di hadapanku ini sebenarnya rapuh dan mudah menangis. Sayangnya, ia lebih suka menangis sendiri daripada berbagi.

"Kamu nangis lagi? Sayang maafin aku, yah."

Ibu jariku menghapus jejak air matanya yang melewati pipi gembilnya.

"Aku salah. Maaf." Tak henti-hentinya aku mengucapkan kata maaf.

"Bunda..." Rifan terbangun. Dian langsung memeluk Rifan.

"Bunda di sini sayang. Kenapa? Rifan mimpi buruk?"

"Iya. Bunda jangan kemana-mana" Rifan balas memeluk bundanya.

"Mas, kamu bawa Rifan pulang aja. Kasihan kalau dia tidur di sini."

"Terus kamu? Siapa yang jaga? Kenapa gak minta tolong Dion aja?"

Aku takut Dani kembali lagi ke sini. Dian harus ada di bawah pengawasanku 24 jam.

"Dia udah sering kabur. Gak enak juga kalau dia harus kabur lagi sekarang."

"Panggil Jefri atau Daniel deh buat nemenin kamu. Biar aku tenang" dia tersenyum melihatku yang khawatir ini. Ku elus lagi pipinya.

"Jefri palingan yang bisa. Bentar lagi jadwal dia pulang. Kamu gak usah khawatir. Dani gak akan balik lagi kok. Dia udah janji sama aku."

Apa kami bertelepati? Aku seakan tersambung lagi dengannya.

"Aku panggil Jefri dulu deh yah. Kamu di sini dulu sama Rifan."

"Iya, Mas."

Jefri jarang memegang ponselnya ketika kerja. Jadi aku harus menemuinya di IGD. Sungguh aku takut Dian pergi tanpa pamit.


***



Ryan mengantar Rifan pulang ke rumah Dion. Kasihan anakku tak bisa tidur dengan baik di sini. Jadi aku ditemani Jefri setelah mendapat ancaman dari Ryan.

"Yan, udah baikan sama Ryan?" Jefri duduk di tempat biasa Ryan duduk.

"Ya gitu. Aku juga ga ngerti. Sebenernya ini tuh baikan apa enggak. Aku ngerasa lebih baik sih. Tapi dia ngeselin banget. Bikin gemes."

"Aku seneng loh kalian bisa ngobrol panjang lebar kali tinggi selama di rumah sakit. Kapan coba dari awal pendekatan sampai nikah udah tujuh tahun kalian ngobrol banyak kaya gini??"

"Jefri sok dewasa deh" sebuah pukulan kecil ku layangkan untuknya di lengan.

"Iih bukannya sok dewasa. Tapi emang kenyataan. Kamu tuh seringnya ngehindar. Aku dapet laporan dari Ryan tiap di rumah juga, kamu banyak diem. Malah tidur di kamar tamu. Apa apaan coba??"

Aku mendapat pukulan di lengan dari Jefri. Apakah Dion dan Jefri tidak bisa menganggapku seperti pasien? Kami berbicara banyak hal. Kadang dia bisa jadi teman yang asik untuk bercerita.

"Ryan pernah cerita. Dia seneng banget kalau kamu lagi haid. Soalnya pas PMS (Pre Menstruasi Syndrome) kamu jadi lebih manja sama dia. Kapan lagi kamu manja sama Ryan? Apa lagi kejadian paling langka yang pernah Ryan ceritain. Kamu manjain dia. Waah luar biasa" Jefri bertepuk tangan.

[Re] Perfect Mate ⭕Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang