12

2.7K 349 10
                                    

Tatapan yang sama ia berikan padaku lagi. Seperti saat aku dengan ragu memberinya lampu hijau untuk berbuat lebih jauh lagi setiap kami hubungan. Setiap ia akan menyentuhku. Dia berusaha meyakinkanku dengan jawaban yang akan dia utarakan. Aku berusaha mencari keyakinan dan kebenaran dari apa yang akan dia utarakan padaku. Aku butuh diyakinkan untuk tetap tinggal.

"Mas, jadi menurut kamu, kita itu apa?" tanyaku sekali lagi.

Dia maju satu langkah dan mencium keningku agak lama. Lalu dia mundur lagi satu langkah dan menatapku.

"Kita itu dua orang manusia yang gak sempurna. Dipertemukan untuk saling melengkapi. Seperti yang aku pernah bilang sama kamu. 99% gak akan jadi 100% tanpa 1%. Aku gak akan jadi sempurna tanpa kamu. Orang-orang di luaran sana melihat aku yang sempurna, karena adanya kamu."

"Kamu percaya, kan sama aku?" tanyanya.

Aku terdiam sejenak. Berusaha meyakinkan lagi hatiku kalau pria yang ada di hadapanku ini adalah yang terbaik untukku.

"Iya, aku percaya sama kamu."

"Dianku, jangan pernah ragu lagi. Tutup telinga kamu dari omongan jelek tentang kamu. Kamu dimata aku itu pasangan yang sempurna."

"Ryan.."

Dia membuatku tak bisa berkata apa-apa lagi. Hujan rintik-rintik turun membasahi bumi. Ryan segera menyelamatkan aku dari rintikan hujan yang semakin membesar itu. Aku diajak berlari kecil olehnya. Ia sadar, aku sedang hamil. Akhirnya kami masuk ke dalam rumah sakit. Rifan tertidur dipelukan Ryan. Dia jadi agak basah karena Ryan menyelamatkan aku lebih dulu.

"Aah, Rifan rambutnya agak basah."

Kucoba untuk mengeringkan rambutnya.

"Oh, Dokter Ryan" panggil seseorang yang dengan jelas aku bisa tahu siapa dia.

"Dokter Tita? Kenapa ada di sini?"

"Aku baru pulang dari salon" jawabnya santai.

"Bukannya kamu lagi izin, ya?" tanya Ryan.

Ku lingkarkan lenganku di lengan Ryan sambil menggenggam erat tangannya.

"Tadinya sih mau gitu. Tapi gak jadi. Kan, kamu lagi 'cuti'."

Dia dengan sengaja menekankan kata cuti sambil melirik padaku.

"Aah, hahaha. Iya. Tapi sayang, semua pasien udah diperiksa. Permisi, aku mau pergi dulu."

Ryan berjalan menjauh darinya. Aku bisa merasakan emosinya agak bergejolak. Ku tengok ke belakang, Tita marah besar. Ia sangat kesal dengan perlakuan Ryan tadi. Aku susah payah mengikuti langkah Ryan yang cepat.

"Sayang, pelan-pelan."

"Aah,, iya maaf.."

Kami terdiam sejenak. Dia menatapku keheranan.

"Tadi, kamu manggil aku apa?" tanya Ryan.

"Coba ulang sekali lagi" pintanya.

"Emangnya tadi aku manggil kamu apa??"

"Sayang? Benerkan. Tadi kamu manggil aku sayang" senyumnya merekah. Sesederhana itu kah kebahagiaannya?

"Mas Ryan."

"Aaah, aku kecewa. Tadi udah bagus kamu manggil aku sayang" dia pura-pura sedih.

Padahal jelas terlihat di bibirnya ia paksakan agar tidak terangkat ke atas membentuk lengkungan.

[Re] Perfect Mate ⭕Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang