2. SPECTRUM (Mengenal Autisme Lewat Cerita)

66 4 0
                                    


"Aish kenapa?" aku mendekap gadis kecilku. Dia menggeletar sejadi-jadinya. Aku pikir itu badut yang lucu.

"Takut.... Takutt...."

"Nggak papa, kok. Om Badut baik. Dia lucu"

"Takut, Bunda. Takut......" Kedua tangan tertangkup menutup matanya.

"Oh ya, takut gimana? Coba buka matanya? Bunda mau bicara"

Dengan sungkan, pelan-pelan Aish mengintip dari balik jemari. Dia tetap waspada. Si badut melambai, tak jauh dari tempat kami berdua. Huuaaaa!!!! Lebih kencang, Aish berteriak lebih kencang. Tangisnya tak tertahankan. Aku gerak cepat, meninggalkan kemeriahan.

****

Aku tak menyangka, niat bersenang-senang hari ini bersimbah air mata. Hatiku ikut bersedih tiap kali melihat Aish menangis. Karena dia termasuk yang tidak cengeng, kalau tidak benar-benar dirasa menganggu.

"Nggak papa, Kak. Badutnya udah nggak ada. Nih, kita mau pulang". Mas Panji membelai Aish dengan tangan kiri. Sementara pandangannya tak lepas dari kemudi. Mobil hitam kesayangan Mas Panji, membawa kami menuju pulang.

"Ahhh macet!" Aku mengomel melihat antrian yang demikian panjang.

"Ayah putar kanan aja deh, Bun. Kita masuk jalan tikus". Aku yang tak mengerti jalanan, menurut saja perkataan suamiku. Awalnya memang mulus, lancar. Tiba di ujung jalan, mulai terlihat antrian. Cukup lama, mobil kami diam di tempat. Suamiku yang penasaran, membuka kaca jendela. Terdengar bunyi alat-alat berat dan mesin pengebor. Bising. Ketika mobil kami mendekati titik pengeboran, suara desing tak tertahankan. Aish memelukku erat. Kembali, dia meringis. Semakin kencang desing itu, kian kuat dia menyumbat telinganya.

"Nggak suka... Nggak suka suaranya......" Aish marah, membuka suara.

*)Bersambung..........

Flash StoryWhere stories live. Discover now