4. SPECTRUM (Mengenal Autisme Lewat Cerita)

51 4 0
                                    


Aku memaksanya! Emosi yang kugadang-gadang untuk ditahan, akhirnnya bobol juga.

"Ayok!"

"Nggak mau sekolah....."

"Ihh, ayokk... Kalau nggak sekolah nanti gimana, mau jadi apa, bisa bodoh tauukkk"

"Bundaaa,,,, Ihhh!!"

Sudahlah, sudah cukup umpatan kata-kata. Aku menyeretnya ke kamar mandi. Mengguyur dengan kasar. Mas Panji sudah berangkat sejak subuh. Tak ada yang meleraiku melakukan ini. Hahhaa. Merdeka!

Aish menangis tertahan. Sesenggukan. Dia suka gitu kalo lagi nangis. Dramatis! Ngalah-ngalahin artis Korea. Mini bus, fasilitas sekolah anakku, sudah menunggu di depan pagar. Aish cemberut bukan kepalang. Melihat dirinya yang terdiam begitu, hatiku tersentak, nyadar. Aduhh, kelewat ya akunya. Tapi aku kan hanya mencoba mendisplinkannya. Emang ada apa dengan sekolah? Di sekolah banyak permainan? Guru-gurunya terpantau baik. Sepertinya anak-anak lain juga baik.

Aku memastikan tidak ada yang tertinggal. Susu kotak, roti berbalut keju oles, dan sepaket buku les calistung. Hemm, kadang-kadang aku kasihan juga sih. Hingga tengah hari nanti, anakku baru menyentuhkan kaki, kembali ke rumah. Seingatku, dulu aku belum belajar calistung di taman kanak-kanak. Tapi gimana ya. Ini kan tuntutan zaman. Semua bergerak cepat. Salah satu jendela pengetahuan ya dengan membaca. Aku pikir, ya memang begitu kali....

Tennnn Tennnn....

Klakson dinyalakan dua kali. Artinya sudah ready. Hancur hatiku sebenarnya, dengan wajah lucu yang cemberut itu.

"Aisha, maafin Bunda ya". Dia mengangguk. Dengan langkah yang terseret muram. Tangannya menggenggam Squishy Ball kesayangannya.

Aku melepasnya pergi. Perasaanku tidak enak. Ada yang salah dengan semua ini. Yang aku tak tahu itu apa. []

*)Bersambung............

Flash StoryWhere stories live. Discover now