9. SPECTRUM (TAMAT)

44 5 0
                                    


Kepingan demi kepingan puzzle menyatu. Menampilkan gambar kehidupanku seutuhnya. Arah yang kami lalui bersama.

****

Aku sudah menelpon adikku si bungsu untuk main ke rumah. Aku mengimi-iminginya squishy terbaru. Adikku yang satu ini punya kecenderungan sama dengan Aisha, squishy fans, pake banget. Tujuanku cuma satu, agar bisa pergi berdua saja dengan suamiku. Aku merindukan waktu-waktu ini. Praktis, hampir tidak pernah terjadi sejak Aisha lahir ke dunia. Sejak itulah, aku pikir semua pasangan mengalami ‘dunia baru’ rumah tangga. Mereka tidak bisa melenggang seperti dulunya. Tidak sesantai dan siap diisi suara riang tangis anak balita. Pada dasarnya, kami menikmati, mensyukurinya. Namun yahh,... aku masih manusia. Butuh nuansa romantis juga. Butuh berdua dengannya.

Ahhh…..
Lupakan semua itu. Ya, harusnya ini momen romantis sih. Aku memilihkan restoran Jepang favorit kami berdua. Aku memesan tempura -yang aduhai- renyahnya. Suamiku? Seperti biasa, si penyuka chicken ramen super pedas.
“Alhamdulillah banget nih. Udah lama nggak kayak ginian”, ucapnya menyambut makanan terhidang.
“Iya Mas. Aku juga kangen makan di luar”, jawabku bersemangat, “Hemm, sekalian ada yang mau aku ceritakan”
“Soal Aisha?”
“Loh, kok Mas tahu?”
“Dila….” tangan Mas Panji menyentuh tanganku. Dia biasa memanggilku Dila. Dari nama asliku, Zainab Abdila. “Kenapa sih kamu main sembunyi-sembunyi dari aku?”
“Mas…. Kok?”
“Dengar ya…. Kita hidup bersama sejak 6 tahun lalu. Sulit kalau mau kucing-kucingan dari aku. Atau aku mau kucing-kucingan dari kamu”

Aku pergi ke Yayasan Cemerlang Hati diam-diam. Siap menerima putusan, diagnosa, atau apalah itu namanya secara keilmuan. Aku takut, galau, kacau menerima kenyataan ini. Aku sama sekali tidak menyangka. Jenis anak-anak luar biasa, berkebutuhan khusus, atau dengan lebih lantang mereka disebut “cacat”,  hanya aku saksikan di layar televisi atau di panti sosial. Tapi hari ini? Bahkan iya ada di rumahku, anakku sendiri !! Aku picik dengan diriku sendiri. Aku pikir aku mengetahui banyak hal. Nyata-nyata, seujung kuku pun tak kentara. Aku pikir, anak berkebutuhan khusus itu selalu tampak dungu, tatapan kosong, atau tak dapat bicara. Ahhh!! Yang begitu itu kan memang adanya di layar drama. Ini  kehidupan! Ini nyata! Kompleksitas, sekumpulan gradasi, variasi yang rumit.
“Aisha Mas……” ucapku lirih. “Minggu lalu aku konsultasi ke Psikiater. Aisha ternyata…..” Aku… aku takut mengatakannya. Sudah pernah aku mendengar istri diceraikan gara-gara perkara kekurangan anaknya. Getir. Akukah istri malang itu berikutnya.
“Kata Dokter, Aisha terdiagnosa ASD….”
“Apa itu ASD?” Mas Panji terheran-heran. Wajahnya yang tampan itu jadi aneh, seperti Ringgo. Ahh, malah jadi lucu melihatnya.
“Sini deh…. Aku bisikin”  Semua kujelaskan, sejelas-jelasnya di dalam bisikan. Aku tak mau orang-orang tahu lebih banyak urusan keluarga kami.

Mas Panji membelalak, ternganga. Aku bersiap dengan yang terburuk. Lalu dibelainya kerudungku yang halus dan tipis itu. Aku menangis.
“Sudah… sudah…. Seorang anak tidak bisa memilih orang tua macam apa yang akan melahirkannya. Allah Swt memilih kita untuk membesarkan anak istimewa seperti Aisha. Jujur, aku bangga. Aku bangga dengan Aisha. Apapun dirinya…. Bangga banget, Aisha punya ibu seperti…. Kamu”

Hatiku memeleh laksana balok es di terik matahari. Kami bertekad menjadi agen misi bagi masa depan Aisha. Menyulam semua mimpi dan kejutan yang sudah Tuhan persiapkan untuk dirinya. [] TAMAT

.
.
.
.
.
.
.

***) Alhamdulillah kelar juga ceritanyahhh.... Apa pendapatmu tentang ceritanya? Topiknya atau kesan apapun yang berhasil di tangkap. Banyak twist tersembunyi, misteri yang tak tuntas, dan 'ruang kosong' lainnya. Silakan, bisa tulis di kolom komentar. Jangan lupa, ikuti "Tebar Hikmah" dari flash story kali ini.

**) ASD : Autism Spectrum Disorder. Keterangan lebih lanjut untuk ASD, dilanjutkan setelah postingan ini.

Flash StoryWhere stories live. Discover now