8. SPECTRUM (Mengenal Autisme Lawat Cerita)

47 3 0
                                    


Note : Nantikan ya, insyallah berakhir di Part 9. Jangan lupa menyimak postingan "Tebar Hikmah" di bagian penutup cerita.

****
Sebulan berlalu.... Disinilah aku. Disinilah kami. Ruang terang berhias minimalis. Banyak kamar-kamar kecil berpintu. Sangat privacy, itu yang terlintas pertama kali di benakku. Di tangan kanan, tangan kecil Aish menggenggam. Tiga tahun lalu, tangan itu yang erat kupegangi. Perbedaan genggam itu, seolah ia ingin menunjukkan jati diri yang lebih mandiri. Atau hal lain, bahwa ia siap pergi dari hadapanku.
.
.
Ia tipe yang tidak keberatan bermain sendirian. Ia selektif memilih kawan. Jenis makanan, tekstur pakaian, dan... Oh ya, dia benci seragam sekolah. Mungkin kualitas bahannya, ya.
.
.
Kami berada di ruang tunggu Yayasan Cemerlang Hati, semacam badan konsultasi psikologi. Aku masih berselisih pendapat soal ini dengan Pas Panji. Soal 'kenakalan' dan 'perkembangan' Aisha selalu saja dia berpendapat, 'Ahh biasa kok itu, namanya juga anak-anak'.
.
.
Aku tak menyalahkannya. Dan lebih tepatnya, aku tidak ingin bergesekan keras soal perbedaan ini. Para ayah berada di luar seharian, dan mereka merasa wajar terhadap 'kejanggalan'. Barangkali akan jadi lain, kalau ada hari-hari bersama anak yang dilalui dan dilihat sendiri. Disini, peranku harus lebih aktif.
.
.
"Ibu Zainab....., " Namaku dipanggil. Ruangan terapis, disana seorang pria paruh baya mempersilakan  kami duduk. Dia memperkenalkan nama, yang sebenarnya aku sudah kenal. Dokter Seno, seorang psikolog ternama yang aku dapatkan infonya lewat internet. Menanyaiku soal keluhan-keluhanku menghadapi Aisha.
"Apakah dia ada fase merangkak sebelum berjalan?". Hemmmm, aku ragu menjawab. Aku teringat baby walker yang dulu sempat dikasi mertua.
"Lupa..." jawabku singkat akhirnya.
"Umur berapa Aisha ngobrol dengan anak sebaya?" tanya dokter itu lagi. "Ngobrol ya, Bu. Bukan sekedar bicara atau berceracau". Hemm! Pertanyaan-pertanyaan lain, yang buanyaakkk bukan main. "Kalau suara-suara tertentu, Aisha suka bereaksi aneh? Atau melihat sesuatu begitu". Iya iya!!! Aku menyeru, berlompatan aneka kejadian di kepalaku. Aku menceritakan keluh kesah yang banyak ini. Plong. Apapun itu, ada rasa lega di hatiku.
"Ayahnya mana?" Itu pertanyaan terakhir Dokter Seno. Aku tergagap, sungguh-sungguh aku tak menyiapkan diri untuk yang satu ini.

"Oh,, lagi nggak bisa nemenin. Ada kerjaan, Dok" Yes!! Aku nggak bohong-bohong amat kan. []

*) Bersambung......

Flash StoryWhere stories live. Discover now