BAB 14

24.8K 2.1K 59
                                    

"Dengerin omelan lo itu udah jadi keharusan bagi gue."

***

Akhirnya bunyi protesan perut berhenti juga saat semangkuk bakso datang. Langsung santap. Kali ini tidak bertiga seperti biasa. Alesya memilih pergi ke kantin sendiri meninggalkan kedua sahabatnya.

Kringg...

Matematika menjadi pelajaran terakhir sebelum istiharat. Bu Esti masih sibuk membereskan buku di atas meja.

"Alesya! Kamu itu tidak sopan! Saya belum mengakhiri pelajaran saya," kata bu Esti sedikit membentak melihat Alesya mengacir keluar kelas.

"Bu, ini saya udah tidak tahan. Mau-" Ekspresi Alesya seolah sedang menahan sesuatu dengan kedua tangan kompak memegangi perut.

"BAB?" tanyanya lagi lirih.

Alesya semakin mengeratkan tangannya memegang perut.

"Iya bu, ini udah mau keluar."

"Ya sudah cepat ke kamar mandi."

"Terimakasih ibu."

Tidak butuh waktu lama bagi Alesya untuk sekedar kabur dari kelas. Ia menghela napas lega sembari menepuk-nepuk perut mungilnya.

"Akting gitu doang mah gampil."

"Untung bu Esti percaya. Kalau kagak bisa dicincang gue," gumamnya tersenyum tipis membuyarkan ingatan beberapa waktu lalu.

Mulut sibuk mengunyah lezatnya bakso. Campuran sambal, saus dan kecap berpadu secara sempurna. Apalagi kuah yang masih hangat menambah napsu untuk menyantap.

Sesekali pandangan beredar menyusuri meja-meja kantin. Suasana mulai berubah ramai dipadati murid yang rata-rata perempuan.

Ting!

Terlihat notifikasi pesan.

From : Bi Minah.

Non, nenek Sinta terus nangis karena tidak ingat alamat rumahnya.

"Astaga udah dua hari nenek Sinta masih aja nangis," dengus Alesya menatap layar ponselnya.

"Uhuk-uhuk."

Kaget. Panas. Pedas. Menyengat.

Sesendok kuah pedas terdorong paksa ke tenggorokan. Hidung mendadak perih. Alesya terus batuk-batuk tanpa henti mengingat lebih dari lima sendok sambal ia campur dalam kuah. Semua ini gara-gara seseorang yang mendorong tubuh mungilnya secara mendadak.

Matanya melihat sebotol air mineral disodorkan untuknya.

"Jalan lihat-lihat dong bro. Tuh anak orang bisa mati nelen bakso." Suara yang sudah familiar terdengar. Terlihat Gandra mencegah tersangka tabrak lari itu.

"Gak sengaja."

"Kalau emang gak sengaja. Minta maaf bisa kan?"

"Gak penting!"

"Lo kena flu burung? Pakek masker segala." Senyum sinis Gandra pada laki-laki yang bisa dibilang dingin. Masker yang menutup sebagian wajah menjadi bahan ledekan empuk Gandra.

"Bukan urusan lo!"

"Nyolot banget!"

Emosi yang dicoba untuk ditahan akhirnya memuncak. Gandra menarik kerah seragam laki-laki di hadapannya. Ia sudah mendorong mangsa hingga membentur tembok. Dua orang itu berhasil menarik semua perhatian. Kursi kantin bergerak tak beraturan membuat sedikit suara rusuh. Tanpa berkutik laki-laki itu hanya diam dan mengikuti arah dorongan.

Bumantara Dan AmertanyaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang