BAB 7

35.5K 3.3K 213
                                    

"Ini gak berdarah, tapi kenapa sakit?"

***

Sorak-sorai di lapangan basket mendominasi suasana. Banyak siswi yang rela kepanasan hanya untuk melihat permainan basket dadakan. Suara semakin meriuh saat pemain basket memasukan bola tepat ke dalam ring. Ada juga yang sampai membawa kertas bertuliskan.

"Semangat my prince Regandra."

Regandra, Angga dan Jono. Tiga cowok itulah yang membuat teriakan semakin keras. Apalagi saat mereka asyik saling merebut bola. Itu menjadi ketegangan tersendiri bagi penonton.

Di sisi lain Alesya dan dua sahabatnya sedang asyik duduk di kursi panjang depan kelas. Alesya fokus dengan alunan nada dari earphone dan camilan di tangan.

"Asli parah Gandra. Baru dua jam dia di sekolah kita. Tapi udah bikin cewek klepek-klepek." Afif lagi-lagi berdecak kagum.

"Dasar orangnya aja yang tebar pesona."

"Emang asli ganteng tau Sya," bela Afif tidak mau kalah.

"Minion!" gumamnya lirih sembari memutar bola mata jengah.

"Apa?" Afif langsung mendekatkan wajahnya.

"Melon!"

"Melon?"

Pantulan bola tergiring mendekati ring. Keringat semakin mengalir membasahi dahi.

"Kegantengan gue tetep nomor wahid," ucap Angga yang dihadang Gandra secara mendadak.

"Iye percaya," jawabnya terkekeh.

"Emang lo harus percaya. Karena gue masih keturunan emaknya." Napasnya tersenggal. "Shawn Mendes."

"Halu lo!" kekehnya lagi dan dalam hitungan detik Gandra berhasil mengambil alih bola basket dari kuasa Angga.

"Anjir gue dibilang halu."

Shoot!

Masuk.

"Aaa.. Regandra...Regandra..." sorak seluruh siswi berjingkrak-jingkrak ria.

Gandra berlari menyusul Angga dan Jono yang terlebih dahulu menepi. Angga langsung menelentangkan tubuhnya di tepi lapangan.

"Bimo sayang. Lemparin minum gue dong!" pinta Angga dengan napas masih terenggah-enggah. Terlihat Bimo sedang berjalan di bawah payung warna pelangi yang sengaja dibawa. Lengkap dengan meneteng sekantung plastik berisi beberapa botol mineral.

"Sekali-kali gue ikut main kali. Masa gue selalu nunggu di pinggir lapangan kayak cabe kurang garam," ucapnya bernada kesal sembari melempar sebotol mineral.

"Kalo lo main, lapangannya jadi sempit Mo," sahut Gandra menyusul duduk di tepi lapangan.

"Bener tuh bener seribu persen!" tambah Jono setelah meneguk air.

"Anak baru ngeselin banget dah lo."

"Bercanda kali!" "Bim minum," terus Gandra tersenyum mengiba.

Bimo menatap sebal Gandra. Ia melepar sebotol air mineral ke arah Gandra. Lemparan Bimo terlalu kuat. Hingga Gandra tidak dapat menangkapnya. Alhasil botol itu melenceng ke luar lapangan.

"Al!" teriak Gandra langsung berdiri dan berlari menuju di mana Alesya berdiri.

"Al minggir!" teriak Gandra lagi. Namun seseorang yang di panggil tidak mendengar apa-apa. Alesya terus berjalan dengan sumpalan earphone di telinganya.

Bumantara Dan AmertanyaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang