BAB 29

13.9K 1.4K 19
                                    

"Pak!"

"Woi pak!"

"Pak!"

Teriakan Gandra menyeruak di bibir pantai. Kakinya terus melangkah mendekati air. Mengejar sesuatu yang sedang mengapung di tengah laut. Kain berkibar tertiup angin membuat benda mengapung itu bergerak.

"Pak!" teriak Gandra lagi lebih kencang.

Ia mendengus sebal. Menendang air dengan kesal.

"Budeg ya itu orang!" gerutunya sendiri kembali mendekati pinggir pantai. Berinisiatif untuk mengulang. Karena tidak ada salahnya untuk mencoba. Menarik napas panjang, bersiap mengeluarkan suaranya kembali.

"Woi pak nelayan yang semohai aduhai bohai. Tolongin kita di sini!"

Sesuatu bergerak malas di punggung Gandra.

"Apasih teriak-teriak?" katanya malas setengah membuka mata.

"Waa!"

Suara tujuh oktaf melengking tepat di telinga Gandra, gadis itu sempurna membelalakkan mata kaget.

Bruk!

Sesuatu di punggung Gandra telah melandas sempurna di pasir. Terjerembab dengan memegangi pantat yang dipastikan ngilu.

"Al."

Gandra membantu Alesya untuk berdiri.

"Aduh," ringis Alesya masih sibuk mengusap-usap pantat.

"Sakit ya?"

Alesya menatap tajam. Matanya menyala sebal, marah dan kesal menjadi satu.

"Pakek nanya lagi. Ya iyalah!"

"Ngapain sih lo gendong gue segala? Mau cari kesempatan? Hah?" cecarnya tanpa jeda dengan tekanan setiap kata.

"Ya biar kita cepet dapet bantuan. Dan gue gak tega bangunin lo," terangnya jujur mampu membuat bibir Alesya kicep tidak lagi berkomentar. Entah mengapa, menurut Alesya kata-kata itu begitu tulus dan jujur.

"Terus kenapa lo teriak-teriak?" tanya Alesya lagi.

Gandra memukul keningnya sendiri. Menyadari sesuatu telah ia lupakan. "Oh iya lupa kan gue," ucapnya singkat kemudian berdiri, menatap lurus laut.

"Pak yang ada di sana! Di sini ada orang!"

Alesya mengernyit tidak mengerti apa yang sedang dilakukan cowok itu. Ia menoleh ke arah laut. Kontan mata membelalak. Tangannya mengerat kuat.

"Pak!"

"Woi pak!"

"PAK!!"

"KITA DI SINI!"

Begitulah teriakan kedua anak manusia itu. Berusaha memanggil pengemudi perahu kecil yang tengah berlayar di tengah laut. Napas mulai habis, tenaga untuk mengeluarkan suara cukup terkuras. Tetapi semua itu membuahkan hasil. Memang benih tidak pernah menghianati buah. Perahu kecil yang mereka panggil setengah mati akhirnya mendekat.

Bumantara Dan AmertanyaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang