BAB 46

15.6K 1.4K 30
                                    

Semua berkumpul di kamar Gandra. Menunggu gadis yang masih menutup mata itu untuk bangun. Sudah hampir lima belas menit Alesya tidak sadarkan diri. Jasmin memandangi Alesya dengan cemas. Di sisi lain Gandra terus menggosok tangan Alesya yang sangat dingin. Lamunan Gandra melayang mengingat wajah pucat Alesya saat kejadian menyeramkan itu.

"Nek, kenapa Alesya belum bangun?" tanya Gandra tetap menatap kelopak mata Alesya.

Sinta yang baru saja meletakkan segelas jeruk di nakas berjalan mendekati Gandra. Sinta tau cucunya sedang sangat khawatir saat ini. Sinta menepuk bahu Gandra beberapa kali, mencoba memberi ketenangan.

"Nak, beibeh Sya pasti baik-baik saja."

"Tapi nek. Alesya belum bangun dari tadi," protesnya.

"Gandra. Alesya gak akan selemah yang kamu pikiran. Dia bakal baik-baik aja," kini Jasmin yang bersuara. Ia tidak mendekati Alesya, Jasmin masih memandangi dari jauh.

Beberapa menit berlalu. Bau aroma minyak kayu putih selalu didekatkan pada indera penciuman Alesya. Berharap cara ini membuahkan hasil.
"Al," pekik Gandra menyadari perlahan kelopak itu terbuka. Gadis itu sedikit mengenyit menyesuaikan dengan cahaya lampu. Ia memegangi kepala yang masih sedikit pusing.

"Lo gak papa?"

Alesya mencoba duduk. "Gak papa. Cuma pusing dikit."

"Minum jeruk hangat dulu Sya."

Dahi gadis itu langsung mengernyit. Mendongak ke sumber suara. Ia yakin hanya ayah dan mama yang tau jika setiap Alesya pusing atau tidak enak badan selalu diberi jeruk hangat. Namun mengapa orang lain tau ini. Bahkan Jasmin hanyalah orang asing.

"Jeruk hangat? Gimana lo tau?" cecar Alesya bernada mengintimidasi.

Di sisi lain perubahan raut wajah jelas terjadi. Namun Jasmin bukanlah orang yang bodoh. Ia segera merubah wajah yang terkesan kaget.

"Asal aja."

Alesya menutup mata cukup lama. Entah mengapa pusing masih saja terasa. Padahal ia sangat ingin bertanya lagi pada Jasmin.

"Anterin gue pulang," ucap Alesya masih dengan mata tertutup.

"Tapi lo udah gak papa, kan?"

Alesya menggeleng. Ia memapah Alesya menuju teras. Gadis itu sangat lemas. Bahkan tumpuan tangan di bahu Gandra terasa begitu berat. Alesya duduk di kursi teras, sedangkan Gandra masuk ke dalam untuk mengambil jaket untuk Alesya.

"Hati-hati," ucap Jasmin membuat Alesya menoleh pada gadis yang sedang memakai dress putih.

"Iya."

"Pakek syal biar gak dingin."

Kali ini Alesya menoleh kembali dengan tatapan yang berbeda. Alesya merasa ada yang aneh dengan Jasmin. Ia merasa Jasmin kenal Alesya. Masalah jeruk hangat belum selesai sekarang ditambah syal. Apa yang sebenarnya terjadi.

Gandra segera menyelempangkan jaket bada tubuh Alesya. Ia harus bertindak, jangan sampai gadis itu jatuh sekarang. Sungguh Gandra tidak mau semua terjadi secepat ini.

Bumantara Dan AmertanyaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang