BAB 41

16.1K 1.4K 12
                                    

"Alesya! Bangun!"

Gandra menyibak selimut tebal yang masih menutupi gadis penyuka guntur itu. Rambut panjang menutupi wajah cantiknya. Seulas senyum tergambar sempurna di raut wajah Gandra. Sesuai dengan permintaan Alesya kemarin malam. Ia rela menahan dinginnya pagi hanya untuk mengajari gadis itu memasak.

Menjauhi Alesya bukan hal terbaik. Gandra memutuskan untuk selalu bersama Alesya dan perlahan membuat gadis itu sadar.

Melihat Alesya yang masih tertidur nyenyak. Kejailan muncul. Ia mencabut satu bulu kemoceng yang tersimpan di atas almari.

"Bangun Al," ucapnya seraya mendekatkan bulu komoceng ke hidung Alesya.

"Berisik!" elaknya menggeliat dan kembali menarik selimut hingga menutupi kepala.

Gandra menghela napas. Ia tau pasti jika Gandra tidak berhasil membangunkan sekarang pasti gadis itu akan mengamuk dengan alasan.

Lo sih gak bangunin gue. Kesiangan kan. Begitulah kira-kira omelan Alesya.

"Ayo bangun!"

"Ini masih pagi. Gue masih ngantuk," jawabnya dari balik selimut.

"Jadi masak gak?"

"Lima menit lagi."

Gandra menurut. Ia kembali mengulas senyum. Sepagi ini melihat Alesya adalah vitamin terbaik. Gadis itu terlihat sangat polos tanpa make up sedikit pun. Ia menilik jam, lima menit berlalu. Gandra kembali menarik selimut.

"Al bangun. Udah lima menit."

"Lima menit apaan sih? Baru merem juga."

Kalian pasti tau, lima menit memang terasa seperti satu detik saat dipaksa bangun. Apalagi sepagi ini.

Alis Gandra naik, entah ada ide apa di otaknya.

"Bangun Alesya sayang."

"Apa lo bilang?"

Seperti perkiraan. Alesya langsung terbangun dan membelakan mata menatap Gandra.

"Sayang," ulangnnya semakin keras.

"Apa!" Deru napas mulai tidak beraturan.

"Iya sayang."

"Sayang pala lo peang!" semprot Alesya melempar boneka beruang besar tepat mengedai kepala Gandra.

"Bodo."

Ia mengucek mata. Sesekali kelopak itu kembali tertutup karena kantuk. Ia melihat Gandra sudah rapi dengan seragam sekolah lengkap dengan tas di punggung.

"Ini jam berapa sih? Gak tau apa masih ngantuk," ucapnya tidak terlalu jelas. Pasalnya mulut Alesya sengaja ia tutupi karena menguap.

"Jam empat lebih lima menit."

Alesya menjeling. Reflek kepala menoleh memeriksa jam dinding di dekat almari.

"Jam empat?" "Lo berangkat jam berapa?" terus Alesya.

"Setengah empat."

Entah apa yang Alesya rasakan. Ia mendengar kata-kata itu keluar dengan begitu tulus. Apa ada orang bertamu sepagi ini? Jam enam saja udara masih dingin, apalagi jam setengah tiga. Ia tau Gandra memang tulus melakukan ini. Jelas terlihat dari sorot mata itu.

"Lo kenapa baik sama gue?"

Tersentak, ada perubahan mimik di wajah Gandra namun segera ia hilangkan dengan melipat tangan di bawah dada dengan salah satu alis naik.

Bumantara Dan AmertanyaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang