BAB 43

15.7K 1.4K 32
                                    

Suasana ruang tengah menjadi ramai. Pasalnya sejoli itu sedang bermain game. Wajah Alesya sudah coreng dengan beberapa coretan tepung. Begitu pula Arka yang hampir semua wajah tertutup dengan benda putih itu. Tebak lagu. Itulah yang mereka lakukan.

Alesya terlihat begitu bahagia. Senyum yang selama ini ia rindu nyata di depan mata.

"Ih kamu yang kalah. Kok aku yang dicoret?" protes Alesya saat Arka mencoreng wajah dengan kelima jari. Ia kesal padahal Arka yang kalah. Sedangkan Arka malah tertawa terpingkal-pingkal melihat wajah cemong Alesya.

"Soalnya wajah kamu lucu."

"Dih. Gak adil!" rajuknya menyilangkan kedua tangan di depan dada.

"Biarin aja."

Melihat gadis itu merajuk. Arka tidak tinggal diam, kejailannya mulai beraksi. Arka menggelitiki Alesya hingga gadis itu tertawa hampir-hampir menangis.

"Arka! Geli," ucapnya masih tertawa menahan geli.

"Rasain kamu. Main-main sih."

Hanya tawa yang mengisi keheningan ruangan. Arka menyeka air mata yang keluar karena sibuk tertawa. Alesya yang melihat potensi pembalasan tidak membuang kesempatan ini. Tanpa pikir panjang ia langsung menggelitiki pinggang Arka. Sontak cowok itu langsung menggeliat geli.

Dirasa pembalasan sudah cukup. Ia melepaskan mangsa. Menjulurkan lidah, Alesya merasa menang. Keduanya menyandarkan kepala di sofa. Mengatur napas yang masih tersenggal.

"Taman kamu masih ada?" tanya Arka kemudian.

Alesya langsung menegakkan tubuh. Menoleh pada Arka dengan mata berbinar. Ingatan taman langsung memenuhi anggan Alesya. Taman itu sangan memorable.

"Masih kok. Mau main ke sana?"

Tanpa menunggu persetujuan Arka. Alesya langsung menarik tangan Arka menuju taman samping rumah. Suasana sejuk langsung menyambut. Daun-daun terlihat begitu segar karena habis diguyur gerimis. Suasana ini sangat menakjubkan. Sejuk sore hari mengalahkan sejuk di pagi hari.

Di sini mereka. Ayunan. Arka mengayun ayunan yang Alesya duduki. Serasa terbang bagaikan kupu yang melayang. Beberapa daun berserakan di taman. Bukan kotor, ini malah semakin menambah keindahan taman. Serasa musim gugur.

"Bener-bener kangen tempat ini," gumam Arka menatap seluruh taman. Di tempat ini Arka merasa begitu bahagia. Rindu selama ini sudah terobati. Tatapan mengarah pada bunga melati. Arka berjalan pada gerobolan tanaman itu. Memetik satu lantas menghirup dalam.

Arka berjongkok menyetarakan tinggi Alesya yang masih duduk di ayunan. Ia menyelipkan satu melati di atas telinga. Alesya tersenyum, perlakuan manis Arka begitu membuat gadis itu melambung.

"Cantik."

Alesya kembali tersenyum. Ia tersipu.

"Caca," panggil Arka tersenyum dengan mata berubah berbinar. Ia memegangi kedua pipi Alesya.

"Caca kamu," ucapnya masih menatap dalam mata Alesya.

"Arka? Kamu kenapa?" komentar Alesya takut, karena saat ini air mata jatuh di pipi Arka. Menyadari suatu hal, Arka langsung menyeka.

Bumantara Dan AmertanyaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang