BAB 16

25K 2K 56
                                    

Baris berjajar sesuai aturan. Yang tinggi di depan, semampai di tengah dan yang kurang tinggi di belakang. Seragam wajib lengkap dengan tambahan topi putih abu-abu. Kaos kaki harus dua puluh senti dari mata kaki, sepatu hitam bertali, seragam dimasukkan dan yang pasti seragam harus licin dengan tanda bekas setrika.

Saat posisi istirahat seperti ini, saatnya untuk menggerak-gerakkan kaki yang sudah kaku.

"Tebak deh! Ntar bu Winda bakal lama gak kasih amanatnya?" ujar Afif yang berada di tengah tengah Alesya dan Nabila.

"Pasti!" jawab Nabila dibarengi senyum kecut.

"Lima jam juga kuat tuh KepSek kalo soal ceramah," tambah Alesya menyeringai.

"Kalo sebulan bu Winda jadi pembina. Bisa-bisa betis Ariana Grande jadi gede," ujar Afif bernada dramatis.

Alesya tersenyum miring sembari menaikkan alisnya.

"Seharusnya bu Winda daftar jadi Ustazah. Cocok tuh."

"Entar gue gantiin jadi KepSek," jawab Afif masih terkekeh. Sontak Alesya mencebik remeh.

"Kalo lo jadi KepSek, mau lo apain sekolah ini?"

"Gue liburin tiap hari. Masuk cuma senin doang. Jam pelajaran cuma seperempat jam. Kan enak-aw sakit!"

"Bego semua kalo lo jadi KepSek," terus Nabila setelah berhasil menjitak kepala Afif.

"Itu mulut gak bisa diem? Receh!"

Suara berasal dari samping barisan. Gerombolan Kervia sedang menatap sinis ke arah Alesya. Agenda cibiran tidak pernah lolos juga saat upacara. Barisan yang menakdirkan XI IPA 3 dan XI IPA 2, kelas Kervia harus bersebelahan. Membuat sindiran sindiran pedas kerap dilontarkan.

"Munafik banget! Kayak situ diem aja," cibir balik Alesya tersenyum remeh.

"Ngaca!" tunjuk Afif ke arah Kervia.

"Mulut-mulut gue, kenapa?"

"Ini juga mulut mulut gue, kenapa?" balasnya lagi santai seraga menaikkan kedua alisnya. Terlihat tangan Kervia mengepal. Amarah mengepul di atas kepala gadis berkuncir kuda itu.

"Nyolot lo ya!"

Ehem!

Mendadak semua diam. Beberapa siswa yang dari tadi berjongkok langsung berdiri karena kehadiran pak Randy. Begitu pula dengan dua kubu yang hampir beradu fisik langsung kicep. Pak Randy melihat barisan Alesya, Afif dan Nabila sontak mereka langsung menghadap depan. Sorot mata pak Randy seolah berkata.

"Ini lagi."

Siap grak!

Doa dibacakan, tanda upacara akan selesai. Momen ini yang paling ditunggu setiap peserta upacara.

Afif langsung melepas topi dari kepala dan mengipas-kipaskan pada wajah setelah sedetik upacara dibubarkan. "Alhamdullilah, akhirnya kelar juga."

"Gue mau ke kantin dulu."

"Gue ikut Sya. Mau beli minum, dedek aus," komentar Afif sembari merangkul kedua bahu sahabatnya.

Berjalan beriringan di antara hamburan siswa siswi. Terkadang juga harus melawan arus. Sedikit bersabar menunggu kerumunan untuk berjalan.

"Untuk siswa siswi yang ibu lope-lopein kelas sebelas dimohon jangan meninggalkan lapangan dulu."

"Huuu!"

Suara khas bu Bilan menyeru di atas podium yang langsung mendapat seruan kesal seluruh murid kelas sebelas. Sedangkan murid kelas sepuluh dan dua belas menunjukkan senyum kemenangan.

Bumantara Dan AmertanyaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang