BAB 52

16.7K 1.4K 59
                                    

"Alasan. Apa hanya untuk menutupi sesuatu? Atau malah menjelaskan sesuatu. Jika kamu memilih bagaimana?"

Detik seakan terhenti. Mata masih menatap tajam. Alis Alesya sedikit menaut saat mulut Gandra bergerak mengatakan sesuatu. Lalu lalang beberapa murid menyita ruang sekitar mereka, membuat semakin dekat.

Saat jarak seperti ini bahkan Gandra takut detak jantungnya dapat didengar. Ia masih menatap dalam mata jernih itu. Kalau begini terus dinding pertahanan Gandra bisa runtuh tiga detik lagi. Sungguh, saat tiga detik berlalu. Gandra akan menarik Alesya dalam dekapan.

"Gue kangen kamu Gandra. Jangan ninggalin gue walau sedetik."

Sepersekian detik Kervia datang di tengah-tengah mereka. Membuat jarak kembali jauh. Alesya masih belum tau jelas apa yang Gandra baru saja katakan.

Gue tau apa yang lo omongin Ndra. Tapi lo cuma milik gue!- terus Kervia dalam hati mentap sinis Alesya.

Canggung. Alesya memilih melenggang pergi namun tertahan dengan kedatangan seseorang.

"Nak beibeh Sya," ucap antusias Sinta sambil memeluk Alesya.

Sinta datang dengan jeans setelan kemeja putih yang di padu dengan blazer berwarna cokelat muda dan sepatu sneakers.

"Ih nenek sok hitz banget sih. Inget umur kali, udah tua masih aja rambut diombre, dandanan kayak sok anak jaman now," cibir Kervia pedas.

"Yang sopan ya kamu nak muka di bawah harga pasar!" balas Sinta tidak terima.

Kervia berdecak.

"Ih nenek itu udah tua. Jadi mending banyak-banyak ngumupin kain kafan sana buat persiapan. Jangan suka ngatain anak muda!"

"Eh situ kagak sadar suka komen orang lain?"

Suasana menjadi agak panas. Harus ada yang bertindak. Alesya menahan bahu Sinta agak tidak maju menyerang Kervia.

"Udah nek cewek aneh kayak dia gak usah diladenin."

"Oh jadi nenek lo. Pantes." Kervia tertawa remeh. "Nenek sama cucu gak beda jauh. Sok cantik sok segalanya, sok jadi hit-"

"Dia nenek aku," potong Gandra yang dari tadi diam kini bersuara.

Kervia mendadak melongo. Ia menelan saliva masuk tenggorokan. Mulut sedikit terbuka sambil menatap Gandra dengan mata melebar.

"Ne-nek ka-kamu?"

Gandra mengangguk. Sedetik Kervia memaksa menghadap pada Sinta. Terlihat wajah Sinta sudah sangat kesal. Kervia mencoba mengulas senyum dan mendekati Sinta.

"Hehe. Nenek cantik banget sih. Maaf ya nek yang tadi cuma bercanda," ucapnya bernada merengek.

Sinta melengos menampik tangan Kervia yang memengangi tangannya.

"Bercanda? Sakitnya tuh di sini." Telunjuk mengarah pada dada.

Mendengar jawaban itu membuat Kervia mencebik dan merangkul Gandra untuk mendapat dukungan. Risih. Jelas terlihat dari wajah Gandra saat gadis itu menyenderkan kepala di lengan.

"Jangan rangkul cucu nenek. Memang kamu siapa?"

Sinta datang menengahi menjauhkan Kervia dari cucunya.

Kervia kembali mengulas senyum. "Gue" Jedanya menutup mulut. "Eh saya pacarnya Gandra."

"Pacar?" beo Sinta mengernyit. Ia mendongak menatap Gandra beberapa detik lantas menatap Alesya.

"Nanti di rumah nenek perlu bicara sama kamu."

"Ayo nak beibeh," terus Sinta menarik tangan Alesya.

Bumantara Dan AmertanyaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang