Semburat orange membentang bak selendang sutra tipis di ujung cakrawala. Sosoknya nampak tak pernah jenuh menerawang kepada sang langit senja. Tubuhnya yang semampai tegap itu bersandar lelah pada kursi kayu yang teronggok sejak dulu di teras balkon lantai dua rumahnya. Rambut hitam kebiruannya berkibar, laksana sayap-sayap mungil yang berayun kala sang angin mengepakkan anak-anak surai hitamnya.
Sepasang manik bagai elang miliknya menerawang, entah apa yang sekarang tengah bergelut dalam pikirannya. Bahkan siapapun tak mampu menebak dan mengira, kala setetes liquid bening lolos dari pelupuk mata. Tak pernah terpikir oleh siapapun bahkan apapun bahwa tangis kan pecah di sini, di sore ini.
Sosok tegapnya tiba-tiba beranjak, melangkah berat dengan tapak demi tapak langkah yang selalu diikuti bayang-bayang gelap sisi tubuhnya yang tak tersinar sisi mentari redup. Ia langkahkan kaki menuju sebuah rak usang yang teronggok di sudut ruangan gelap kamar. Entah sudah berapa tahun sisi itu tak pernah lagi ia jamah.
Ia menarik sebuah buku yang terselip diantara buku-buku usang yang lain. Sedikit berdebu, sedikit tiupan angin ia tiupkan dari bibirnya dan debu-debu tipis itu mulai terbang. Tangannya mengusap pelan buku tebal bersampul siulet-siulet bunga-bunga sakura itu.
Ia kemudian membawa buku itu ke atas ranjang usang miliknya yang seketika berderit ketika dipijak. Dirinya kembali menerawang kepada jendela yang menampakkan semburat orange tak berdosa. Dengan sedikit cekatan diraihnya sebatang lilin sisa yang sejak kemarin teronggok kosong di kolong meja. Sedikit api ia sulut hingga lilin itu benerang oleh sinar kemerah-merahan. Ia menatapi buku itu dengan sejuta raut pedih yang terus tergambar.
Menit demi menit dihabiskan hanya dalam pikiran yang terbang melayang entah kemana, tak tentu arah. Dan ia kembali ingat mengenai kenangan bertahun-tahun yang lalu, yang seketika membuat cair bening kembali lolos dari pelupuk. Tanpa tangis, tanpa suara, ia kembali tenggelam dalam sedih yang tak pernah berakhir.
Dirinya selalu mengakui bahwa ia mulai lelah, tentang seluruh beban jiwa yang perlahan-lahan mulai mengerogoti diri dan hati. Beban jiwa yang kini menimpanya sejak ia torehkan luka kepada sosok gadis itu...
"Aku Haruno Sakura, senang mengenalmu Sasuke-kun!"
"Bukankah aku sahabatmu, tapi kenapa kau tak memberi tahuku?"
"Aku tahu kau selalu melihat Hinata dari jauh Sasuke-kun!"
"Aku... dan Menma. Kami berpacaran!"
"Kenapa kau tak mau menyadari perasaanku, Sasuke-kun?"
"Aku Haruno Sakura, kau ingat padaku kan, ne, Sasuke-kun?"
"Bisakah kau mengingat sedikit saja kenangan di antara kita? Ah, lupakan saja, aku tak akan memaksamu!"
"Tayuya-san adalah perempuan yang baik, aku turut bahagia atas kabar pertunanganmu."
"Semoga kau bahagia atas pernikahanmu..."
"Aku sudah berjanji kan... aku... akan menunggumu! Menunggumu sampai kau datang!"
"Aku akan pulang sendiri... Terima kasih atas semuanya... aku senang."
"Sayonara.... Sasuke-kun!"
Sekali lagi liquid bening kembali meluncur dari iris hitamnya. Ia benar-benar tenggelam dalam tangis. Kemudian entah yang sudah ke berapa kali sejak ditaruhnya buku itu selama bertahun-tahun dirak dan tak pernah tersentuh lagi sejak ia pertama kali membukanya. Kini ia memberanikan diri tuk kembali membukanya seolah membuka luka lama.
Bagaimanapun ia harus siap akan semua rasa sesal yang kan segera hinggap dalam sedih tanpa batas di dalam hatinya. Ini semua memang salahnya, andai saja dirinya sadar sejak awal. Semua tak pernah terlambat, bahwa pemilik buku bersampul sakura itu tak pernah lelah untuk menunggu. Bahkan sampai saat terakhir sampai ia dan pemilik buku itu benar-benar terpisah oleh garis takdir.
Ia mencoba teguh dan tegar, mulai membuka dan meresapi ulang tiap kenangan yang selalu ia ingat diluar kepala sejak pertama kali ia baca buku dalam genggamannya itu.
.
.
.
Bersambung
.
A/N : Sebenarnya hanya berniat republish sih tanpa merubah alur dan sebagainya dan mungkin berbaikan di sana-sini dari beberapa typo dan bagian yang berulang. Fic ini bergenre angst dengan 52 chapter, terdiri dari 2 chap prolog-epilog dan 50 chapter berformat buku harian atau diary. Sudut pandang Sasuke ada di prolog dan epilog dengan sudut pandang orang ketiga, sementara sudut pandang Sakura ada di 50 chapter dengan sudut pandang orang pertama. Bagi yang sudah membaca pasti tidak asing dan sudah tahu mengenai ending fic ini. Fanfic ini bergenre angst, jadi bagi yang ga suka angst tidak disarankan buat membaca. :D
Bagi yang sudah ga asing, fic ini sudah tamat di akun fanfictionku.
KAMU SEDANG MEMBACA
50 Sheet of Paper Diary
FanfictionSebuah kisah, tentang seorang anak manusia yang terlambat menyadari arti sebuah cinta sederhana dari seorang gadis yang selama ini di sisinya. Hingga akhirnya garis takdir yang menjawab segalanya. Sebuah cerita yang terungkap dari sebuah buku diary...