.
.
Saturday, 13 February 201X
Dear Diary, kenapa Sasuke selalu bisa membuat segala tembok ketegaran yang kubangun runtuh hanya dengan satu permohonan? Hanya dengan sekali permohonan. Aku tak mengerti, kenapa bayangnya sangat melekat kuat dalam anganku... kenapa...?
Ini memang pertama kalinya aku melihatnya melelehkan air mata. Aku juga tahu keegoisanku telah menghancurkannya. Meninggalkan sahabatku sendirian, hingga sekarang ia terpuruk. Sasuke tak pernah meninggalkanku sejak kemarin, ia selalu berada di sisiku.
"Kau masih menyimpannya ya?" Sasuke bertanya dengan nada ambigu, menunjukkan sebuah boneka berambut hitam raven yang mencuat, mirip dengannya hanya saja boneka itu memakai hakama tradisional. Sasuke memperhatikan boneka itu sejenak, sampai ia berujar."Pasangannya juga masih kusimpan. Kau ingatkan, boneka berambut merah muda yang mirip denganmu itu?" tanyanya.
Aku hanya mengangguk pelan. Tak berniat pula menjawab setiap pertanyaan dan pernyataan yang ia lontarkan. Rasanya kaku, sejak hari itu.
"Ibu selalu menganti pakaian 'Sakura' setiap minggu, bentuknya macam-macam. Mulai dari gaun-gaun dan kimono..." Sasuke mulai bercerita. "Aku memanggilnya dengan 'Sakura', karena tiap kali aku melihatnya, aku ingat kau..." Sasuke mengulum senyum tipis. "Ibu sangat menyukai boneka itu. dia bilang boneka itu mengingatkannya padamu. Beliau selalu bertanya, kapan kau bermain lagi ke rumah?"
Aku menatap Sasuke. Ada rasa hangat tiap memandang sepasang jelaga itu, walau aku tahu bahwa saat ini Sasuke hanyalah sahabat yang kusayangi.
"Aku akan mampir kapan-kapan." Aku akhirnya menjawab, setelah lama terdiam. Sasuke mendekat dan merebahkan tubuhnya di sisiku.
"Aku senang..." Sasuke berucap rendah. Sepersekian detik aku mengangkat alis, setelah ia bangkit dan meraih tanganku, aku baru mengerti saat melihat sebuah cincin perak yang pernah ia berikan padaku. "... kau masih memakainya... aku senang!"
Aku baru sadar... bahwa selama ini cincin itu tetap melekat kuat di jari manisku. Cincin yang Sasuke berikan sebagai lambang persahabatan kami, dan bukti bahwa Sasuke menyayangiku.
Dear Diary...?
Kali ini Hinata tiba-tiba mengajakku ke lapangan bakset yang kosong, ia mengajakku untuk berbicara empat mata. Sebenarnya aku sempat bingung, ketika Hinata memanggilku dengan suara rendah dan senyum tulus yang ia pancarkan.
"Sakura-chan...?" Hinata menyentuh pelan tanganku. membuatku harus menatap langsung sepasang manik mutiara miliknya yang bulat itu. "Sepertinya, Sakura-chan dan Sasuke-kun akrab sekali ya?" ujar Hinata lembut. Tapi aku mengerti, ia sekarang tengah berbasa-basi, aku bisa menangkap, raut gugupnya yang seperti gelisah untuk mengutarakan arah pembicaraan yang hendak ia bawa.
"Sebenarnya... apa yang ingin kau katakan, Hinata?" tanyaku tiba-tiba. Aku bisa melihat Hinata menegang sejenak, ia menghela nafas gugup dan menunduk dalam.
"A...aku-aku hanya... ingin minta maaf..." Hinata berujar pelan. Lirih sekali namun aku masih dapat mendengarnya dan aku segera mengernyit heran.
"Se-selama ini aku sadar... sudah menyusup seenaknya dalam hidup Sakura-chan dan Sasuke-kun..." Hinata meremas ujung roknya. "Selama ini... Sasuke-kun membohongi dirinya sendiri... aku tahu sebenarnya, Sasuke-kun tidak benar-benar melihat keberadaanku." Hinata menatap klorofilku dengan kesungguhan yang memancar kuat.
"Selama ini sebenarnya aku juga hanya melihat Sasuke-kun sebagai bayang-bayang yang kuharapkan bisa menjadi pengganti di hatiku..." Hinata tersenyum lembut. "Karena itu aku ingin memperjelas semuanya..." Hinata mengengam tanganku, aku terdiam ketika melihat sebuah cincin dengan kristal biru yang berada di jari manis Hinata... ternyata, Sasuke sudah memberikannya?
KAMU SEDANG MEMBACA
50 Sheet of Paper Diary
FanficSebuah kisah, tentang seorang anak manusia yang terlambat menyadari arti sebuah cinta sederhana dari seorang gadis yang selama ini di sisinya. Hingga akhirnya garis takdir yang menjawab segalanya. Sebuah cerita yang terungkap dari sebuah buku diary...