Sheet 23 : His Anger

217 38 1
                                    



.

Friday, 12 February 201X

Dear Diary, sudah dua hari Menma-kun tak menghubungiku. Kemarin setelah jalan-jalan kami dia tiba-tiba mendapat telepon kalau Bibi Kushina demam dan ia harus segera pulang ke Iwa. Dengan berat hati, aku harus melepas kepergian Menma-kun. Dia berjanji akan mengunjungiku kembali saat liburan musim panas.

Memang lama, tapi inilah resiko jika memiliki kekasih dari daerah yang jauh. Kami harus melakukan hubungan jarak jauh...

Dear Diary, kau tahu? Sasuke tiba-tiba datang ke rumahku. Dia menatapku dengan tatapan yang tak mengenakkan. Kami sekarang ada di kamarku, dan aku terus diam sejak tadi begitupula dengan dia. Sasuke-kun akhirnya membuka suara setelah melonggarkan kerah kaosnya yang sepertinya sempit.

"Ne, sejak kapan kau dan Menma jadian?" tanyanya to the point. Dia menatapku dengan tatapan menuntut. Aku memicing, entah kenapa ada rasa kesal mendengar nadanya yang tak mengenakkan. Memangnya ini urusannya aku jadian atau tidak dengan Menma?

"Ini bukan urusanmu!" jawabku tanpa sadar dengan suara ketus. Sasuke mendengus, ia beranjak dan memegang bahuku.

"Aku hanya bertanya, okey? Aku hanya ingin tahu. aku heran saja ternyata kau pacaran dengan kembaran si Dobe!" ujarnya. Ia berusaha menenangkan emosinya yang sepertinya naik tanpa sebab. "Aku tahu, kau masih marah akan kejadian 'itu' tapi bisakah kau beri aku kesempatan untuk menjelaskan?" pintanya.

Aku hanya mendengus. "Ne, kukira kau duluan yang menyulut api Sasuke..." kataku tajam dengan seringai yang entah kenapa mengembang di bibirku. Kutatap Sasuke yang tampak terkejut tak mengerti.

"Ngomong-ngomong, sejak kapan kau dan si Hyuuga itu jadian? Kau sendiri bahkan tak memberitahuku!" cetusku.

Sasuke terdiam, ia menunduk, dan kubisa merasakan tangannya bergetar. "Jangan mengalihkan pembicaraan..." Sasuke tiba-tiba menyahut dengan nada tak kalah tajam.

Aku terkekeh, sinis, "Heh, dasar munafik, kau bahkan menyembunyikan hubunganmu dengan Hyuuga dariku!"

Sasuke mengangkat kelapanya. Ia menatapku tajam. "Kau tahu, aku tak suka kau berdekatan dengan sembarang laki-laki! Kau tak sadar, itu sangat berbahaya! Bisa saja mereka memiliki niat jahat yang membahayakanmu!" desis Sasuke. Sasuke mencengkram kuat bahuku, membuatku merasakan rasa linu yang seakan meremukkan tulang-tulangku.

"Kh, Sasuke... lepas!" desisku kesakitan. Tapi aku bisa melihat Sasuke enggan mendengar perintahku. Ia tetap menatapku tajam dengan tatapan menuntut.

"Kau bahkan tidak lagi memanggilku dengan –kun!" Sasuke mendesis. "kau berubah, kau bukan Sakura yang ku kenal!"

Aku membulat, apa katanya? Justru dia lah yang berubah. Dan tak mungkin aku terus memanggilnya dengan akhiran –kun sementara dia sudah menjadi milik Hinata.

"Kau tak sadar eh? Sekarang ini kau milik Hinata! Sama saja menyulut api jika aku terus memanggilmu 'Sasuke-kun'! dia bisa berfikir yang bukan-bukan!" teriakku marah. Sasuke tak mengerti apa yang kurasakan. Dia tak mengerti...

Dan aku muak sekarang!

"Dan, siapa kau yang berani melarangku tuk dekat dengan lelaki manapun? Kau siapaku heh? Kau hanya temanku, hanya teman! Tidak lebih!" aku tersentak ketika Sasuke secara kasar melemparku ke atas kasur. Seketika aku merasa pusing. aku bisa melihat Sasuke menatapku tak percaya. Ia acak rambutnya dengan penuh frustasi. Sampai kemudian ia menerjangku dan memelukku erat, sangat erat sampai rasanya tak bisa bernafas.

Aku memberontak, ketakutan melihat tingkah tak biasa Sasuke. Tentu saja siapa yang tidak panik ketika seorang laki-laki menindihmu di atas ranjang. Walau dia adalah sahabatku sendiri, tapi ini kelewatan! Aku berusaha mendorong tubuh Sasuke, tapi tubunya terlalu berat untuk kusingkirkan dengan tenagaku. Aku hampir berteriak, meminta tolong pada siapapun untuk melepaskanku dari laki-laki ini. Hingga aku terpaku saat merasakan tubuh Sasuke bergetar, suaranya terdengar putus asa di telingaku.

"Aku tak ingin jauh darimu... kau adalah orang yang kusayangi, sangat kusayangi setelah ibuku..." kata Sasuke dengan nada lemah. Aku terpengkur, suaraku yang hendak keluar tercekat di tenggorokan. Aku masih bisa merasakan tubuhnya yang bergetar lemah. Aku hanya bisa terdiam selama beberapa saat hingga tanpa sadar tanganku terangkat dan memeluk pungung tegapnya mengelus punggungnya pelan sampai kurasakan ia tertidur.

Ini pertama kalinya, aku melihat Sasuke begitu putus asa. Ia tak ingin aku pergi, padahal ia sendiri yang seolah hendak meninggalkanku. Kau tahu, aku jadi teringat pada cerita yang didongengkan Bibi Mikoto, bahwa sejak dahulu para Uchiha begitu menghargai kasih sayang dan cinta. Dalam sebuah legenda diceritakan seorang Uchiha terlahir dengan sebuah mata yang merefleksikan kasih sayang dan cinta serta sebuah perasaan yang begitu rapuh dan haus akan kasih sayang. Karena itu, sekali terikat dengan seorang Uchiha, ia akan memberikan segalanya untukmu. Bahkan jika suatu hari kau pergi jauh, ia akan mengejarmu hingga ke ujung dunia.

Inikah alasan... kenapa Sasuke selalu berlaku seolah akan hancur jika aku pergi dan tak ada di sisinya lagi?

Tapi ngomong-ngomong, bagaimana caranya agar aku bisa lepas dari ayam raksasa ini? Mana mungkin semalaman aku membiarkannya tidur di atas tubuhku. Ini sangat erotis, tapi tetap saja rasanya seperti ditimpa panda gendut yang membatasi pergerakan.

.

.

50 Sheet of Paper DiaryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang