Sheet 28 : The Act of Love

196 35 0
                                    



.

.

Sunday, 14 April 201X

Berhari-hari berlalu dengan biasa, Menma-kun sudah kembali ke Iwa seminggu yang lalu. Dan aku tetap menjalani hari biasa seperti sebelumnya. Dan beberapa bulan lagi, aku akan menginjak kelas 3. Ah, hanya tinggal ujian akhir dan aku akan lulus...

Dear Diary, aku cukup bimbang tentang ini. perasaan yang bercabang dua sungguh membuatku bingung tentang apa yang harus kulakukan. Hubungan main-main-pelarian tepatnya- yang kulakukan bersama Menma-kun akhirnya berakhir serius seperti ini. ya, Menma-kun serius tentang hubungan kami dan dia memberiku sebuah kalung dengan sebuah cincin yang akan kami pakai kelak ketika aku bisa menerima sosok Menma-kun seutuhnya.

Menma-kun tahu, jika selama ini aku hanya menjadikannya sebagai pelarian. Dan aku terkejut mendengarnya.

"Hubungan batin yang sangat erat dari dua orang kembar, karena itu aku tahu Naruto sangat khawatir akan hubungan kita, karena sejak awal bukan aku yang ada di matamu, tapi sosok lain yang sejak awal berada di dasar relung hatimu." Ucap Menma-kun kala itu. "Aku tak marah, ataupun kecewa, tapi inilah kesempatan untuk membuktikan bahwa aku lebih pantas untukmu!"

Dan aku hanya mampu terdiam ketika mendengarnya. Mencintai Menma-kun tidaklah salah, dialah kekasihku sekarang yang lebih berhak menerima cinta yang sejak awal harusnya kuberikan seutuhnya untuknya. Tapi, di dasar hatiku kembali muncul bayangan Sasuke-kun dan segala ingatan tentang kebersamaan kami. Lelaki yang sejak awal menawan hatiku... Uchiha Sasuke...

Sasuke-kun, aku ingat... seperti apa rengkuhan hangat tubuh kokohnya ketika ia menemaniku dalam sunyinya rumah saat aku sendiri, saat aku meneteskan air mata. Segala perhatiannya dan segala kecup sayang yang ia beri yang mampu menembus segala perih dalam hatiku. Senyum dan tangis yang pernah kutunjukkan untuknya. Aku mencintainya... sungguh mencintainya...

Menma-kun, sosok baru yang kuharap mampu menjadi sosok pengganti Sasuke-kun, ketika aku hancur, dialah yang menjadi penopang segala rasa perih dan sedih yang hadir dalam hati ini. senyumnya, segala perhatiannya yang mampu menghangatkan hatiku... sosok yang perlahan mulai mengisi relung hati, menutup segala luka yang pernah Sasuke-kun torehkan padaku.

Dear Diary, apa yang harus kulakukan?

"Kau diam?" Sasuke-kun mendekat, merebahkan tubuhnya di sampingku. Kali ini kami berada di sebuah sungai kecil yang dulu pernah menjadi tempat favorit kami. Sudah lama sekali sejak terakhir kami berada di sini bersama.

"A... aku tidak apa-apa." kilahku dengan senyum terpaksa. Kebersamaan bersamanya lah yang membuatku ragu tuk melepasnya dan mencoba tuk menerima Menma-kun. Karena itu...

Sasuke-kun menyentuh ujung rambutku, memainkannya dengan raut tenang. "Dua minggu yang lalu, kulihat kau, Menma, dan Dobe pulang bersama!" ujarnya. Aku hanya mampu terdiam namun kemudian tersenyum mengiyakan.

"Iya, Menma mengajakku dan Naruto untuk menemui Bibi Kushina, Bibi masih terlihat cantik sekali dan kau tahu ternyata Bibi pengelola 'Uzumaki's Boutique' yang terkenal itu!" ceritaku panjang lebar. Sasuke-kun hanya bergumam tak jelas.

"Kulihat, setelah pulang dari sana ada yang berbeda darimu!" ujar Sasuke-kun. Aku hanya terdiam, apa maksudnya? Apakah dia tahu kalau...

"Kau... terlihat lebih murung. Ada kabut di sini..." Sasuke-kun mendekat dan menyentuh pipiku menatap langsung manikku dengan sepasang manik jelaga miliknya. Jarak kami hanya beberapa mili sehingga aku bahkan bisa merasakan desah hangat suaranya. "Ada apa?" bisiknya lembut.

Aku mengeleng pelan, "tidak ada... aku tidak apa-apa kok. Kau saja yang..."

Sasuke-kun mendengus dan tiba-tiba menangkup pipiku, tangan besarnya menyusup di leherku bergerak ke dalam pakaian depanku dan menyentuh sesuatu di dalam sana. "Ini, sebuah simbol lain?" ujarnya dengan alis terangkat. Menarik sebuah kalung dengan sebuah cincin yang mengantung di sana. "Dari Menma?" ujarnya.

Aku hanya mampu menatap arah lain, berusaha memutuskan segala kontak dengan manik jelaganya yang berkilat. "Apakah kau marah?" tanyaku gugup. Sasuke-kun mendengus geli, kemudian menyapu bibirku dengan jempol tangannya.

"Memangnya siapa diriku? Hanya sahabatmu, bukan begitu?" desisnya di telingaku. Aku hanya mampu terdiam dan berdebar.

"A.. ta-tapi kau-"

"Sshh..." Sasuke-kun tiba-tiba mendesis, ia memelukku erat. "Te amo, Sakura!"

Aku hanya mampu terdiam, ketika kurasakan sebuah lumatan lembut yang menuntut tiba-tiba hadir di bibirku. Ketika tangan kami bertaut dan aku tahu bahwa cupid telah melepaskan panahnya ketempat di mana cintaku seharusnya berlabuh. Dan kembali bayangan Menma-kun hadir dalam anganku, menyentakkan segala akal sehatku.

Namun, hangat yang terus mengalir ketika aku dan Sasuke-kun saling menyalurkan cinta menghempaskan segalanya, segalanya yang sebelumnya sempat menghentakkan akal sehatku. Segala bayangan tentang kekasih yang berada jauh di sana seolah terkikis bagai pasir debu.

Hari ini, tepat arti ciuman ketiga Sasuke-kun-lah yang kudapatkan...

Dear Diary... dosakah aku jika kukatakan aku tak bisa melepaskan kedua sosok itu?

Sasuke-kun adalah hidupku dan Menma-kun adalah penopang dalam hidupku. Apa yang harus kulakukan?

.

50 Sheet of Paper DiaryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang