Pada jaman dahulu, tersebut Sekawan Sekar yang terdiri dari empat gadis cantik yang mempunyai kekuatan alam. Meru agni, Cakra Amerta, Segara Es dan Jagad bayu. Pada jamannya keempat gadis itu menopang tanggung jawab untuk menjaga segala sesuatu yang ada di bumi Dewangkara.
Thilaar, Seruni, Lintang dan Anyelir adalah keempat sekar yang terpilih dari beberapa belahan bumi. Mereka bertugas untuk membinasakan raja Asura dari kerajaan Straktha. Konon ia adalah raja dari segala kekuatan jahat di bumi ini. Ia memiliki kekuatan yang sangat dahsyat dan mampu mengendalikan waktu juga jaman dengan Watu mangsa, yaitu sebuah mustika batu dari mulut gunung selatan. Batu itu mempunyai dua kehidupan sempurna yang akan berevolusi dan akan menghancurkan sejarah dan jaman saat raja Asura dapat mempersatukan keempat belah pecahan Watu mangsa terakhir. Dan batu itu hanya dapat disatukan dengan mantra dunya setiap seribu kali mantra itu dibacakan akan terjadi malapetaka di dunia. Jadi setiap raja Asura melafalkan mantra tersebut maka dengan otomatis pada hitungan keseribu di bumi Dewangkara dan seluruh alam akan berderak-derak, gunung-gunung bergempa dan langit bergemuruh. Tapi, dengan hanya membacakan mantra dunya tak lantas sekonyong-konyong dapat menyatukan kedua belah Watu mangsa itu.
Pertempuran sengit telah terjadi di kerajaan Strakhta, empat gadis yang disebut sebagai Sekawan Sekar tersebut terlihat menunggangi kuda putih seraya menebas satu persatu pasukan raja Asura. Thilaar mengambil anak panah dan dengan cekatan menariknya kuat-kuat hingga anak panah itu mengeluarkan percikan api dan berhasil menjatuhkan sederet barisan pasukan Raja Asura. Saat Thilaar sibuk melesatkan anak panahnya, ia tak menyadari di belakangnya tiba-tiba muncul Pangeran Tanah. Ia membelalak kaget dan mundur teratur menyiapkan kuda-kuda. Ia kemudian melompat dari tunggangannya dan menarik kuat-kuat busurnya.
Pangeran Tanah itu menyeringai licik seraya menatap tajam ke arah bola mata Thilaar.
"Putri yang cantik." ia menggoda. "serahkan padaku pecahan Watu mangsa itu." pintanya dengan senyum yang licik membingkai bibirnya. Ia tidak berjalan menghampiri Thilaar namun, tanah yang dipijaknya membawa tubuh tegapnya ke manapun Thilaar menghindar. "Ayolah," ia mengedipkan matanya genit. Tapi Thilaar masih tetap bersikukuh tak mau menanggapi godaan Pangeran Tanah yang rupawan.
"Menjauh dariku, iblis!" hardik Thilaar seraya menghunuskan anak panahnya ke arah jantung Pangeran Tanah. Matanya menyipit mengunci targetnya tapi, ia tak menyangka gerakan Pangeran Tanah terlalu gesit untuk dilihat dengan mata biasa. Sekali ia berkedip pangeran penggoda itu telah berpindah tempat. Thilaar mengernyitkan kedua alisnya dan menyapu semua pandangan mencari Pangeran Tanah yang entah bersembunyi dimana.
"Kau mencariku?" bisik pangeran tanah tepat di telinga Thilaar.
Sontak Thilaar tersentak dan hendak membalikkan badannya namun, Pangeran Tanah segera menahannya dengan mendekap pinggangnya, lalu tangan kanannya mulai bergerilya di sekitar daun telinga dan pipi Thilaar yang selembut sutra. Meskipun Thilaar mencoba berontak mati-matian tapi, pangeran itu bersikap tenang. Ia mendekatkan bibirnya lagi ke daun telinga Thilaar yang memerah karena geli sekaligus jijik.
"Serahkan padaku." Pintanya dengan suara mendesah yang dibuat-buat. Hal itu membuat Thilaar bertambah murka dan semakin menguatkan dirinya untuk berontak dari dekapan Pangeran Tanah.
Thilaar melesatkan anak panahnya ke arah jantung Pangeran Tanah tersebut berkali-kali tapi, Pangeran Tanah selalu berhasil menghindarinya. Tak lantas putus asa, ia mencoba berkali-kali hingga telapak tangan Pangeran Tanah menyentuh belahan dadanya. Ia benar-benar syok dan terperangah.
"Apa pecahan Watu mangsa itu kau simpan di sini?" tebak Pangeran Tanah seraya tersenyum licik dengan masih menempelkan telapak tangannya di dada Thilaar.
Kedua pasang netra Thilaar memerah serupa api yang bergemulat di sana, tubuhnya mengeluarkan panas yang begitu membakar.
Kini kesabarannya sudah pada batasnya, ia tak lagi dapat membendung rasa kesal dan sakit hatinya. Segala kekuatan api dan panasnya lahar menyatu dalam jiwa dan raganya hingga menitikkan api yang menyala-nyala pada ujung busur panahnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sekawan Sekar
FantasyPrasasti berdiri ditengah-tengah rumput ilalang yang menjulang tinggi. Linggar berdiri di lereng gunung, Alira berdiri di sebuah bukit yang tinggi ditemani deburan ombak. Sedangkan Sastra berdiri di sebuah atap gedung. Mereka berempat berada ditempa...