BLUK!
Linggar jatuh berdebum di sebuah hamparan rerumputan yang hijau, anehnya ia sama sekali tak terluka atau berdarah-darah, malah ia merasa rumput ilalang itu terasa seperti kapas yang lembut menyentuh wajahnya. Kemudian ia segera mengambil langkah seribu tanpa melanjutkan sisa pertanyaan yang berada di otaknya. Ia berlari melewati deretan pohon-pohon yang menjulang tinggi.
Sementara itu Sastra, Prasasti dan Alira berlari-lari menyusuri belukar dan pepohonan dengan terburu-buru. Jantung mereka berdetak beriringan dengan desis angin dan kicauan burung-burung.
Keringat bercucuran membasahi tubuh mereka, sementara itu masing-masing kedua pasang mata mereka celingukan mengawasi setiap sudut hutan. Mereka berempat terus berlari dan berlari sampai akhirnya mereka berhenti di tempat yang sama.
"..." mereka menghela napas, kemudian saling berpandang-pandangan curiga.
"Siapa kalian?" tanya Linggar menyelidiki.
"Kamu sendiri siapa?" tanya Prasasti.
"Kalian siapa?" tanya Alira.
"..." Sastra tak bertanya maupun menjawab, ia sibuk mengatur napasnya dan otaknya yang masih tak dapat menerima hal konyol yang dialaminya sekarang.
"Kalian pasti salah satu iblis Asura, iya kan?" tebak Prasasti sok tahu.
"Apa?" seru Linggar. "Yang pasti bukan aku, tapi...kamu!" lanjutnya dengan nada meninggi.
"Ha! Enak saja! Mana mungkin aku, pasti kamu!" balas Prasasti.
"Kamu!"
"Kamu!"
"Kamuuuuuuuu!" teriak Prasasti heboh.
"Kamu!" hardik Linggar.
"Cukup!" bentak Alira mengakhiri perdebatan antara Prasasti dan Linggar.
Sementara itu Sastra hanya memandangi mereka bertiga dengan tatapan penuh tanya.
"Tunggu," celetuk Prasasti sembari melemparkan tatapan angkuh dan sombongnya ke arah Sastra. "Siapa kau?" tanyanya sembari menelusuri Sastra dari ujung kepala hingga kaki.
Sastra tak menjawabnya, ia malah mundur teratur.
"Kamu manusia apa bukan?" tanya Linggar sembari mendekati Sastra.
Lagi-lagi Sastra membisu.
"Bajumu tampak aneh...penampilanmu seperti..." Prasasti memutar otaknya mencari-cari kosakata yang tepat untuk menggambarkan Sastra.
"Baju apa yang kamu pakai ini? Terus benda apa yang dipunggungmu? Lalu apa yang kamu pakai di kedua kakimu itu?" tanya Linggar memborong semua pertanyaan Prasasti. Ia menunjuk-nunjuk bagian-bagian yang ia tanyakan.
Sedangkan Prasasti dengan gaya yang sok tahu, ia memeriksa seragam SMA yang dipakai Sastra kemudian membandingkan dengan baju yang dikenakannya. Lalu pandangannya berpindah pada kedua sepatu Sastra yang sangat kontras dengan kedua kakinya yang hanya bertelanjang. Kemudian ia memutar-mutar tubuh Sastra untuk melihat apa-apa yang mencolok di matanya.
"Ha!" celetuk Prasasti seperti menemukan sebuah asumsi yang tepat tentang Sastra. "Salah kostum, ya?" tebaknya asal.
Sastra menggeleng tak setuju.
"Atau jangan jangan..." ucap Linggar curiga.
Blaaaaaaaaaaaaaaaaaaam!
Keempat pangeran Mahasatya mendarat bersamaan.
"Iblis Asura," seru Jawha dengan suara menggelegar.
Sontak Prasasti dan Linggar menoleh ke arah Sastra salah paham.

KAMU SEDANG MEMBACA
Sekawan Sekar
FantasyPrasasti berdiri ditengah-tengah rumput ilalang yang menjulang tinggi. Linggar berdiri di lereng gunung, Alira berdiri di sebuah bukit yang tinggi ditemani deburan ombak. Sedangkan Sastra berdiri di sebuah atap gedung. Mereka berempat berada ditempa...