Di lain tempat...
Sastra menggosok-gosok kedua matanya dengan punggung tangannya kemudian menyipitkan kedua matanya. Ia berusaha melihat dari rimbunan dedaunan yang menghalanginya, lalu ia melepaskan earphone yang dari tadi bertengger di telinganya. Kemudian ia terheran-heran sendiri melihat kilatan cahaya merah disusul dengan kobaran api lalu lesatan bongkahan kristal es kemudian suara percikan air yang bergemuruh, hal itu dilihatnya berulang-ulang dengan teriakan-teriakan dari mereka yang berada di sana.
Wraaaaaaaaaaaaaaaaaaaz!
Api menyembur hebat dari mana-mana.
"Bisa tidak kalian hentikan semua ini!" pinta pangeran Jawha.
"Kami juga berharap begitu," tegas Linggar sembari berlari kewalahan.
"Apa kalian tidak dapat mengendalikannya?" tanya pangeran Jawha mengencangkan suaranya.
"Menurutmu?" seringai Linggar.
JLAR! JLAR! JLAR!
"AAAAAAAAAAAAAAAAAA...!" pekik Prasasti dan Alira dari arah berlawanan. Mereka berdua berlari terkekeh-kekeh menghindari rejaman kristal es yang membabi buta.
Belum sempat menghindari semburan api dan rejaman kristal kini di tambah dengan pusaran air yang tiba-tiba muncul dari dasar bumi. Sontak mereka kewalahan, keempat pangeran Mahasatya juga mulai letih untuk menahan serangan yang bertubi-tubi itu.
Sastra meraih tasnya dan buru-buru menyelipkan ipod-nya dalam saku roknya, kemudian ia segera berlari dengan hati-hati menghindari semak belukar yang tampak pucat pasi. Beberapa kali ia terlihat melompati bongkahan kayu yang terbaring tak beraturan di atas rumput bergoyang.
Sesampainya di sana betapa tercenungnya ia melihat pepohonan dan semak belukar yang tadinya terlihat putih tak ternoda kini berubah menjadi debu. Dilihatnya di sana api masih menyala hebat, bongkahan es yang terhunus bak belati dan pusaran air yang membuat tanah berderak-derak. Kemudian setelah beberapa lama akhirnya hal itu berhenti dengan sendirinya.
Alira, Linggar, Prasasti dan keempat pangeran Mahasatya dengan segera menghela napas lega. Napas mereka terdengar ngos-ngosan dan derapan jantung mereka yang belum stabil bersenandung di tengah keletihan.
Kedua mata pangeran Athila menangkap sosok Sastra berdiri tertegun melihat mereka di sana, tetapi tatapannya seraya berubah syok saat embusan angin mempermainkan ujung-ujung lengan baju Sastra.
Beberapa detik kemudian.... WUUUUUUUUUUUUSH...!
"Oh, Tuhan...jangan lagi," celetuk Athila lemas.
Angin kencang mengitari tubuh Sastra dan ia sendiri pun begitu terkejut dan tak menyangka hal itu akan terjadi. Embusan angin itu menerpa wajahnya dan mempermainkan rambutnya yang hitam legam, lalu angin itu berkumpul di hadapannya dan beberapa detik kemudian angin itu menerjang semua yang ada di depannya.
WRAAAAAAAAAAAAAAAZ!
ZRAAANG!
Dengan cepat keempat pangeran Mahasatya menancapkan pedang mereka masing-masing ke perut bumi. Sementara itu Alira, Prasasti dan Linggar berdiri tercengang di posisinya masing-masing.
Kala itu keempat kekuatan api, air, es, dan udara benar-benar tergugah untuk menari-nari di atas hamparan langit yang luas. Keempat kekuatan itu muncul tak terkendali dari masing-masing pemiliknya. Entah mengapa semua kekuatan itu menjadi liar dan keempatnya pun tak hanya berhasil menumbangkan beberapa deretan pepohonan tetapi juga membumi hanguskan lautan rumput bergoyang.
Sementara mereka berdelapan sibuk dengan kekuatan masing-masing, tiba-tiba sekilat cahaya yang begitu menyilaukan mata membuat buta mata mereka pada saat itu, kepala mereka mendadak merasakan kesakitan yang teramat sangat lalu beberapa lama kemudian mereka berdelapan terkulai lemas di tanah tanpa perlawanan.
![](https://img.wattpad.com/cover/130241769-288-k95251.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Sekawan Sekar
FantasyPrasasti berdiri ditengah-tengah rumput ilalang yang menjulang tinggi. Linggar berdiri di lereng gunung, Alira berdiri di sebuah bukit yang tinggi ditemani deburan ombak. Sedangkan Sastra berdiri di sebuah atap gedung. Mereka berempat berada ditempa...