“ Apa menurutmu aku ini terlihat tua, Tae? “ Sejak tadi dan sampai saat ini. Pertanyaan itu begitu menghantuinya hingga ingin rasanya ia menusuk orang yang telah mengatakan jika Taeyeon adalah adiknya.
“ Tidak sayang. Memang siapa yang bilang seperti itu? “ Taeyeon memarkirkan mobilnya ketika melihat ada ruang kosong untuk mobilnya. Sebenarnya bukan mobilnya, tapi Mobil Tiffany karena mobilnya masih berada dilokasi parkiran Cafe-nya akhibat dari pencopetan kemarin.
“ Lalu kenapa mereka menganggap jika kamu adalah adikku?! “ Siapa yang tidak kesal jika dianggap lebih tua padahal kenyataannya Taeyeon-lah yang lebih tua darinya. Taeyeon lebih tua 5 tahun dariku, argh!
Brak! Taeyeon keluar lebih dulu dari mobil lalu berlari cepat untuk membukakan pintu mobil untuk istrinya.
“ Kau tahu kau lebih tua dariku, kan?! “ Meski terlihat kesal, Tiffany tetap memegang uluran tangan Taeyeon untuk membantunya turun dari mobil.
“ Iyah sayang aku tahu. Dad dan pegawai Cafe-ku juga tahu aku lebih tua darimu. “ Taeyeon menutup kembali pintunya rapat lalu menekan tombol pada kunci mobilnya hingga si mobil berbunyi bip keras.
“ Lalu kenapa kamu harus punya wajah dan pipi bayi seperti itu?! Aku kesal! “ Tiffany membentak hingga suaranya menggema ke seluruh ruang parkiran. Tak cukup kekesalannya terluapkan lewat mulut saja, ia menginjak sepatu Taeyeon dengan tenaga ala ibu hamilnya hingga Taeyeon ber-aduh kesakitan dengan tangan meraih sepatunya yang penyet. Belum sampai puas lagi, Tiffany melepas kaca mata Taeyeon lalu menaruhnya diatas mobil.
Setelah perbuatannya, sang istri bully itu sudah melenggang pergi, ia tak perduli ketika Taeyeon berteriak dimana kaca matanya.
“ Fanny-ah..??! Kaca mataku sayang.. “ Pandangannya yang buruk serta pencahayaan yang buruk didalam parkiran ini membuat Taeyeon memicingkan matanya mencari dimana kaca matanya yang tiba-tiba hilang. Bukannya ia menemukannya, kepalanya malah terantuk dengan kaca mobil hingga alarm mobilnya berbunyi keras. Lalu apa reaksinya? Tentu saja berteriak kaget dan minta tolong seperti anak kecil yang kehilangan permennya. Tangannya bahkan bergetar panik ketika memencet tombol pada kunci mobil agar bunyi alarmnya berhenti.
Haaaa... Ya tuhan tolong aku.. Taeyeon sungguh ingin sekali menangis. Ia bahkan tidak tahu dimana istrinya berada. Kaki kirinya sakit, dahinya juga sakit. Lalu kemudian kaca matanya yang entah ada dimana. Ya tuhan... Taeyeon sudah melengkungkan bibirnya menahan rasa sesak didadanya, pelupuk matanya sudah merah menunggu airnya berderai jatuh. Kuatkan aku sepanjang kehamilannya. Hanya itu yang Taeyeon minta. Huaa... Taeyeon jadi ketakutan luar biasa hingga akhirnya ia merengek menangsi seperti anak kecil. Mengingatkannya akan Taeyeon kecil yang menangis ketika salah satu temannya melempar sebuah batu ke kepalanya hingga berdarah. Tiffany-ku bukan mereka.. Istriku mencintaiku. Dimana istriku? Taeyeon menangis sesenggukan sungguh seperti bayi.
Lalu dimana Tiffany. Tiffany sebenarnya telah berbalik kembali sesaat setelah ia meninggalkan Taeyeon dalam beberapa detik langkahnya. Ia sedari tadi berdiri bersidekap disamping istri bodohnya itu menyaksikan lengkungan bibir sedihnya dan air mata bak anak taman kanak-kanak.
Aku ada disini bodoh.
Penglihatanmu begitu buruk saat penerangan minim. Sigh. Tiffany menghela nafas sembari berjalan mendekat ke arah mobil lalu mengambil kaca mata Taeyeon untuk dikenakannya kembali.
“ Ayo jalan.. “ Tiffany melangkah melewati Taeyeon lalu berjalan mendahuluinya seakan barusan yang dilakukannya bukan hal apa-apa.
##
Apa aku keterlaluan?
Aku kembali melirik ke arah Taeyeon yang sejak tadi tak ingin memandang wajahku. Ia terus saja memalingkan wajahnya atau sekedar menundukkan kepalanya jika aku berbicara. Aku seperti berjalan dengan sebuah robot yang sedang membantuku mendorong trolly belanjaan.
“ Kamu mau yang rasa melon atau strawberry? “ Aku mengangkat karton susu cair dengan beda rasa. Taeyeon biasanya akan minum susu dengan rasa buah saat sarapan.
“ Aku suka keduanya. “ Jawabannya pelan, bahkan terkesan seperti ragu untuk bersuara. Taeyeon juga tak menatap Tiffany melainkan menatap ke bawah dimana barang-barang belanjaan mereka diletakkan didalam trolly besar yang ia dorong.
“ Baiklah.. “ Tiffany membeli keduanya, meletakkannya kedua karton susu cair itu ke dalam trolly belanjaan. Namun matanya terus memicing menatap Taeyeon yang sedang menggunakan entah ekspresi apa itu. Matanya masih sedikit memerah karena kejadian tangis diparkiran, bibirnya juga terus terkekuk ke bawah meski kadang ia hanya menekan bibir bawahnya masuk ke dalam mulutnya. Apa dia sedih? Karena aku? Bolehkah jika kubilang meski ekspresinya sedih namun lesung didagunya itu muncul ketika ia memainkan bibir bawahnya malah terkesan amat imut?
Apa aku harus minta maaf? Aku jadi merasa bersalah. Tapi ego-ku sangat besar entah darimana datangnya segondok ego ini datang. Ya tuhan, apa karena bawaan bayi lagi?
Sigh..
Secara tak sadar Tiffany mengelus-ngelus perutnya yang masih rata agar bayinya itu berhenti membuat Taeyeon cemberut dan sedih karena tingkahnya.
“ Yeobo.. “ Aku menahan tangan Taeyeon yang sedang mendorong trolly-nya berjalan.
“ Aku sedikit mual. “ Aku mengadu manja padanya. Tanganku bahkan terlilit memeluk lengannya serta kepala yang kusenderkan pada bahunya. Ini gara-gara ia memarahi bayinya dalam hati ketika ia mengelus-ngelus perutnya. Apa kau melawan mom, hehm? Jangan jahat pada umma-mu ini.
“ Kau ingin muntah? “ Taeyeon memegang perut Tiffany dengan ekspresi cemas. Jika istrinya ingin muntah mungkin butuh menahannya sampai ke toilet yang entah keberadaannya dimana. Supermarket ini cukup luas. Apa aku harus melepas melepas sweaterku agar Tiffany bisa muntah?
“ Bisakah kita langsung pulang? “
“ Kita harus tetap membayar semua belanjaan ini untuk dibawa pulang. Menunggu sebentar tidak apa kah? “ Taeyeon mengusap pipi pucat istrinya dengan khawatir. Mereka tidak bisa langsung pulang meninggalkan belanjaan yang sudah dipilih begitu saja. Tanggung sekali bukan. Tapi melihat ekspresi tidak enak badan Tiffany membuat Taeyeon jadi penuh dilema. Istrinya seakan butuh kasur untuk berbaring sejenak.
“ Ya sudah. “ Tiffany tersenyum lembut menyetujuinya. Memang mereka butuh membawanya pulang lagipula. Semua belanjaan ini memang kebutuhan, belum lagi susu ibu hamilnya yang perlu ia beli.
Sepanjang antrian ke kasir. Tiffany terus saja pada posisi itu. Melilit lengan Taeyeon dengan kepala dibahunya. Ia tak ingin berpisah dari dekat Taeyeon. Bahkan ketika kedua tangan Taeyon sibuk untuk mengeluarkan semua belanjaan mereka untuk dihitung oleh sang kasir. Tiffany hanya perlu mengganti posisinya menjadi bersandar dipunggungnya. Dengan tangan yang melingkar memeluk perut Taeyeon dengan protektif.
“ Kakak-mu sedang sakit? “ Sang kasir sejak tadi memperhatikan gelagat wanita pucat yang terus saja memeluk Taeyeon itu.
“ Dia istriku. “ Taeyeon tersenyum bangga sembari menunjukkan cincin berliannya.
“ O..oh.. Maaf.. “ Sang kasir tersenyum canggung dengan tangan cekatannya yang terus men-scan barang belanjaan Taeyeon.
“ Apa yang baru saja dia katakan? “ Tiffany berbisik sembari menatap tajam ke arah sang kasir.
“ Tidak ada sayang.. Ayo pulang.. “ Taeyeon meraih kantong plastik besar berisi belanjaannya yang telah selesai dihitung dan dibayar lalu menarik Tiffany pergi agar istrinya tidak mencongkel mata sang kasir yang terus saja menatap wajah imutnya.
##
Taeyeon berniat ingin menggendong istrinya ke tempat tidur sesaat mereka sampai dirumah. Namun Tiffany menolak dan lebih memilih rebahan sejenak disofa ruang tamu. Istrinya itu mengeluh pusing sekarang.
“ Yeoboo... “ Tiffany memanggil Taeyeon dengan nada merengek nan manja. Kenapa Taeyeon malah sibuk menaruh barang belanjaan sedang istrinya sedang sakit begini. Tiffany menggerutu dalam hati. Taeyeon sedang didapur kemungkinan memasukkan barang-barang belanjaan mereka pada tempatnya. Ia masih bisa mendengar suara berisik plastik juga botol serta karton berisi lumayan berat yang bertubrukan entah dengan benda apa dari tempatnya sekarang.
“ Sebentar Fanny-ah.. Aku akan membuatkanmu minuman hangat. “ Setelah selesai memasukkan barang belanjaannya ke tempat masing-masing. Taeyeon cepat-cepat mengiris jahe yang sudah diambilnya dari dalam kulkas. Tangannya begitu cekatan ketika mengiris tipis-tipis lalu segera memasukkan jahenya pada panci air yang sudah mendidih. Ia juga menambahkan gula merah ke dalamnya kemudian diaduk agar semuanya bercampur. Istrinya itu butuh minuman hangat dicuaca yang lumayan dingin ini. Jahe juga akan membuat rasa mualnya berkurang.
“ Tae yeobo.... “ Rengekannya makin keras. Taeyeon harus cepat menuangkan minumannya pada mug milik istrinya.
“ Aku datang.. “ Taeyeon berjalan sekonyong-konyongnya menghampiri sang istri yang masih dalam posisi semula itu.
“ Apa itu? “ Kepulan uap dari mugnya begitu jelas menandakan betapa panasnya minuman yang dibawakan Taeyeon untuknya.
“ Minuman jahe.. Tapi masih terlalu panas. “ Taeyeon meletakkan mug-nya ke atas meja. Mana mungkin Tiffany meminumnya dalam keadaan masih begitu panas.
“ Yeobo.. Dingin.. “ Tiffany meraih tangan Taeyeon lalu menyuruhnya duduk dibibir sofa bersamanya. Tadi pagi sampai siang cuaca sangat cerah, matahari muncul dengan terang. Namun menjelang sore begini, angin bertiup cukup kencang membawa hawa dingin yang membuat tubuhnya jadi makin tidak enak. Belum lagi pakaian tipis dan rok pendeknya yang membuat bulu ditubuhnya merinding kedinginan. Nanti malam pasti akan lebih dingin.
“ Aku ambilkan selimut dulu, yah.. “ Taeyeon hendak saja beranjak untuk mengambil selimut ke kamar mereka namun tangan Tiffany malah menahannya untuk berdiri.
“ Tidak perlu... Sini peluk aku.. Kamu itu selimut yang paling hangat.. “
Taeyeon tersenyum lembut dengan hati bersemu mendengar permintaan sederhana istrinya. Ia pun dengan senang hati mengabulkan permintaan Tiffany. Sofa ini memang sempit jika harus ditempati dua orang, namun tubuhnya yang kecil tidak akan luber keluar dari sofa.
“ Nyamankah? “ Taeyeon takut jika tubuh istrinya terlalu tertekan. Tiffany sedang mengandung, jadi istrinya itu harus berhati-hati dalam membuat posisi rebahan.
“ Nyaman.. Sigh.. “ Hangat. Tubuh Taeyeon begitu hangat. Ia dengan tenang menyenderkan kepalanya pada lengan Taeyeon yang direntangkan melewari kepalanya sementara tangannya memeluk pinggang Taeyeon dari samping. Mereka berbaring berhadap-hadapan dengan kaki yang saling melilit satu sama lain, mencari kehangatan lainnya.
“ Tae-ah.. “ Tiffany sebetulnya masih merasa tidak enak tentang kejadian saat diparkiran. Taeyeon sempat menangis seperti orang ketakutan ketika ia mengambil kaca matanya dan hampir saja meninggalkannya.
“ Hehm.. ? “ Taeyeon hanya fokus memandang mata indah istrinya. Seperti kaca, pantulan bercahaya dari mata Tiffany sungguh mempesona. Tak kuasa menikmati keindahannya. Taeyeon mengecup kelopak mata Tiffany dengan lembut, lalu mengusap wajah kemerahannya setelah ia berikan gestur lembut itu. Ternyata kamu juga bisa tersipu.
“ Aku minta maaf soal kejadian diparkiran tadi. Aku tidak tahu kenapa aku bertingkah seperti itu.. “
“ Aku memahami perubahan suasana hatimu karena kehamilan ini. Aku hanya terlalu cengeng saja. Seharusnya aku bisa menghadapinya lebih baik. “ Karena sebenarnya kejadian tadi mengingatkanku akan masa kecilku yang terus dikucilkan dan dibully oleh teman sekelasku. Namun aku tidak ingin mengatakannya terus terang atau kau akan merasa semakin bersalah.
“ Tolong mengerti istrimu yang sedang hamil ini, yah.. “ Tiffany memberi semangat menunjukkan aegyo-nya dengan mengatakan ‘Fighting’ lalu mengecup bibir Taeyeon sebagai penutupnya.
“ Kau imut sekali.. “ Mana bisa Taeyeon akan marah jika akhirnya Tiffany bersikap manis seperti ini. Ia pun memberi ciuman lembut pada bibir istrinya. Kecupan saja rasanya tidak cukup kan. Siapa yang tahan menikmati bibir seorang Tiffany Hwang-Kim hanya pada satu pagutan saja. Tidak cukup, Taeyeon kembali memagut bibir empuk nan kenyal istrinya. Dua pagutan, tiga pagutan, sampai empat pagutan dan lidahnya melesak masuk ke dalam mulut istrinya. Menikmati ciuman manis yang berubah menjadi ciuman panas, basah dan ketagihan.
“ Hehmmm.. “ Tiffany mendesah disela ciuman mereka. Rasa pening dan mualnya kini telah hilang ditelan angin, tergantikan dengan hasrat panas yang mulai timbul padahal hanya dengan ciuman saja. Hormon ibu hamil, iyah.. Ini karena hormon. Ini juga karena Taeyeon yang memulai duluan! Tidak biasanya Taeyeon begini. Biasanya akulah yang selalu menjadi pemulai disetiap aktifitas intim kita.
“ Fanny-ahhh.. “ Nafasnya bertebaran secara brutal menerpa wajah istrinya. Menghirup oksigen sebanyak mungkin setelah melepas ciuman panas mereka. Ia harus melepas ciuman berhasrat ini agar mereka tidak..
“ Tindih aku dan lepas celanamu sekarang juga.. “ Aku bisa gila jika tidak meluapkan hasrat panas ini. Ya ampun, hormonku tinggi sekali.E.N :
Ngantuk! Teler gila! Sorry klo bnyak typo aku gak kuat pen bobo😢😢
KAMU SEDANG MEMBACA
I'm the Love Song [ End ]
Hayran KurguJika kau tak bisa melihatku sebagai orang yang kau cinta.. Bisakah kau melihatku seperti saat kau mendengarkan lagu cinta..??