Hancur berkeping-keping

101 9 7
                                    



Ruangan itu sunyi seketika, wajah tegang, sedih, haru, bahkan penuh tanda tanya pun menyelimuti keheningan itu, terutama Arsad dia yang terkejut dengan kejadian saat ini. Tiba-tiba saja ibunya Abi memanggil Arsad dengan sebutan Aldi dan langsung memeluk Arsad, tetesan air mata pun tak luput disana. Arsad tak mampu berbuat apa-apa, hanya bisa terdiam sesaat hingga akhirnya Abi mencoba menjelaskan semuanya kepada ibunya.

"Bu, Ibu itu temennya Abi bu." Abi menyentuh pundak ibunya sambil berusaha mengingatkan secara perlahan agar ibunya tidak terkejut. Ibunya sadar dengan ucapan Abi barusan dan segera melepaskan pelukannya kepada Arsad.

"Ma-maafkan ibu nak, kamu mengingatkan ku pada anak ibu, wajah kamu sangat mirip dengannya." Ibu Abi meminta maaf pada Arsad sambil menghapus air mata yang sudah mengalir dipipinya.

"Arsad bisa ngerti kok bu, bang Abi juga bilang kalau saya mirip sama Aldi." Jawab Arsad mencoba menyembunyikan rasa terkejutnya tadi.

"Jujur ibu sangat rindu pada Aldi, ibu rindu tingkah nakalnya, saat-saat manjanya kepada ibu, wajah kamu benar-benar mirip dengan Aldi nak." Tambah ibu Abi sambil memagangi wajah Arsad, saat itu Arsad mengerti bagaimana perasaan ibu Abi, bahkan tetesan air mata mulai mengalir dipipi Arsad. Dalam hatinya ia menyebut seseorang yang ia sayang.

Mama Arsad merindukan belaian ini, Ma Arsad kangen.

Menyadari air matanya akan terjatuh, Arsad segera mengusap air mata itu dengan kedua tangan, hal itu diketahui oleh Abi dan Arnold. Seketika Arnold mendekati Abi.

"Bang, gue tahu perasaan Arsad sekarang, dia pasti lagi keinget Almarhumah mamanya." Ujar Arnold.

"Maksudnya?" Abi mencoba menayakan lebih jelas lagi.

"Mamanya Arsad sudah meninggal setahun yang lalu bang, saat itu mama dan papanya Arsad mau pergi kesuatu tempat tapi apesnya mereka mengalami kecelakaan mobil dan mamanya Arsad meninggal dikejadian bang, saat itu pula Arsad mulai menjauh dari Ayahnya, Arsad pikir ayahnya tidak mampu menjaga mamanya dan Arsad juga bilang bahwa ayahnyalah penyebab kematian mamanya." Jelas Arnold. Mendengar cerita dari Arnold, Abi terus menatap Arsad, diperhatikannya kedekatan Arsad dengan Ibunya, hingga didengarnya Arsad mengucapkan sesuatu pada ibunya.

"Ma-mama, Arsad rindu mama bu." Ucap Arsad sambil menatap wajah Ibu Abi. Saat ibu Abi merasakan bahwa apa yang dialami Arsad pernah ia alami.

Gue tahu apa yang lo rasain Sad, lo rindu Mama lo, sama halnya gue yang rindu adek gue .Aldi.

"Ibu, ibu masak apa hari ini?" Abi mencoba membuyarkan semua tangisan tersebut.

"Hmm iya ibu sudah siapkan makanan, ibu masak masakan kesukaan kamu Bi." Jawab ibunya sambil mengusap air mata yang membanjiri pipinya. Sementara Arsad mencoba memalingkan wajahnya dan segera menghapus Air mata yang sedari tadi telah membanjiri pipinya juga.

"Ibu siapkan dulu ya dimeja makan, ajak Arsad dan temannyanya makan juga!" perintah Ibu Abi.

"Siap bu." Jawab Abi dengan hormat layaknya hormat polisi kepada pimpinan polisinya.

Sejak itu Arsad semakin dekat dengan Abi dan keluarganya, apa yang diharapkan Abi terwujud, Arsad benar-benar menggantikan sosok Aldi dirumahnya, walaupun tak selamanya Arsad itu sama dengan Aldi, namun Abi bersyukur bahwa ia kembali menemukan senyum ibunya yang telah lama hilang karna terpukul akan kehilangan anaknya. Arsad pun merasa nyaman dengan keluarga Abi. Terutama kepada ibu Abi, sosok ibu yang ia rindukan, kini ia dapatkan kembali, ia rasakan kembali bagaimana disayang oleh seorang ibu, walaupun itu bukan ibu kandung yang melahirkannya, namun rasa perhatian dan kasih sayang ini cukup mewakilinya.

***

"Kamu dimana?" Tanya Aida diseberang sana.

"Aku baru pulang dari rumah bang Abi, kamu lagi apa?" Tanya Arsad sambil membenarkan posisi duduknya dikasur.

"Duduk dijendela sambil liatin bintang. Coba lihat deh dilangit kamu lihat bintang yang bersinar terang enggak?" Tanya Aida.

"Hemm iya Aku liat, bintang yang paling terang dari bintang lainnya." Jawab Arsad sambil bediri kearah jendela.

"Kata orang, bintang itu dapat menyampaikan rindu kita kepada seseorang yang kita rindu." Jelas Aida.

"Dan kamu percaya?" Tanya Arsad.

"Ya Aku percaya, aku percaya bahwa alam juga merasakan apa yang kita rasakan." Jawab Aida.

"Kamu lagi rindu seseorang ya?" Tanya Arsad lagi.

"Hemmm iya." Jawabnya singkat.

"Rindu siapa?" Arsad mencoba mengintigrasi Aida.

"Rindu seseorang yang selalu buat aku tersenyum dan lupa akan masalah ku." Jawab Aida.

"Siapa orang itu?" Arsad semakin penasaran.

"Namanya A---" tiba-tiba telepon tersebut mati.

"Damn, kenapa disaat gua butuh jawabannya malah Hp gua mati, nggak bisa diajak kompromi banget nih Hp." Arsad merasa kesal karna batrai Handphonenya habis, sehingga obrolan mereka terputus. Sementara diseberang sana Aida tengah menyebutkan nama Arsad.

"Arsad, kamu yang aku rindukan" ujarnya walaupun dia tahu telepon tersebut telah terputus.

***

Seperti biasa Arsad berangkat kekampus dengan sepeda kayuh kesayangannya, hari ini ia berangkat sendiri, karna Aida sudah berangkat lebih dulu bersama Vierna. Hari yang cerah dengan cahaya matahari pagi menyinari seluruh kota, membuat hari Arsad kembali bertemu Aida lebih berarti, entah mengapa sehari tak bertemu dengan Aida, Arsad begitu merindukannya. Sampai Akhirnya ia menyaksikan dan mendengar sesuatu yang sangat menyakitkan Hati Arsad, didengarnya Abi mengucapkan seseatu kepada tiga cewek didepannya, sementara tangannya menggenggam pergelangan tangan Aida.

"Perlu kalian tahu, Aida ini cewek gue, dia Pacar gue." Ucap Abi dengan tegas. Seketika Arsad terdiam dan terpaku, hatinya hancur, ia merasa dunia ini telah sirna, hatinya telah berkeping-keping, pikirannya telah melayang, tanganya sudah tak mampu lagi memegang sepeda gayung yang ia pakai, hatinya sudah terlalu hancur saat ini, ia jatuhkan sepedanya dan pergi dari tempat itu dengan rasa emosi dan kesedihan yang mendalam, hal itu pun diketahui oleh Abi dan Aida, bahkan juga Arnold yang akan menghampiri Arsad pun terkejut dengan kejadian yang dilihat Arsad, Arnold langsung mengejar Arsad, namun langkahnya tak secepat langkah Arsad. Sementara Arsad terus melangkah ke Atap kampus, ia berdiri disana dan berteriak sangat kencang.

"AHHHHHHHHH, kenapa? Kenapa tuhan, kenapa? Kenapa harus mereka yang menghianati ku tuhan? Mengapa orang-orang yang kusayangi tuhan, mengapa?" Teriak Arsad dengan tetesan Air mata yang jatuh kepipinya.

"Tuhan kenapa kau lakukan ini, kenapa? Jawab tuhan, jawab? Kenapa kau berikan aku perasaan jika hanya untuk dipermainkan? Kenapa kau ciptakan cinta dihati ku jika harus kau hancurkan tuhan? Kenapa? Jawab tuhan!, kenapa kau hanya dia hah, kau tak mampu menjawabnya? Kau pasti senang melihat ku menderita kan tuhan, kau pasti senang. JAWAB TUHAN! JAWAB!" Amarah Arsad semakin menjadi, ia terus menghakimin tuhannya, hingga hujan turun membasahi tubuhnya, namun ia tak beranjak dari tempanya, ia terus menangis dan bersedih sekaligus marah, ia tak membayangkan orang yang ia cinta dan orang yang dia hormati tega menghianatinya.

"Tuhan Puaskah kau sekarang?" Tanya Arsad sambil menatap langit dengan wajah dihantam oleh tetesan-tetasan Air hujan yang terus membasahi tubuhnya.

ESOK Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang