"Ya.. dia meninggalkanku dan aku ingin menyusulnya!! Kau puas? Bantu aku menemuinya sekarang!!" Iris berteriak pada Harry.
Harry terkejut namun ia berusaha menahan ekspresi wajahnya.
"Jika kau mati, siapa yang akan bertanggung jawab pada tanganku ini?" ujarnya santai namun sebenarnya ia merasa bersalah.
Iris menangis, jika saja ia bisa sedikit untuk tidak peduli pada orang lain ia sudah meninggalkan Harry sejak tadi. Namun sayangnya ia adalah gadis yang selalu berusaha menjaga perasaan orang lain ia adalah gadis yang baik.
"Kumohon, jangan sentuh ini lagi," pintanya sembari menghapus air matanya. Ia menutup kardus itu kembali dan meletakkan di tempat semula.
Harry hanya melihat apa yang dilakukan Iris.
Iris melihat jam di dinding yang sudah menunjukkan pukul 4 sore, beruntung hari ini adalah hari liburnya.
"Aku lapar," ujar Harry santai. Iris menghela napas heran.
"Kau baru saja makan sekotak pizza dan sekarang sudah lapar lagi?"
"Ya, itu yang kurasakan." Harry tersenyum tanpa dosa.
Iris melangkah menuju dapurnya dan membuat mie instan dan kembali ke kamarnya ketika sudah selesai.
"Aku hanya punya itu, jangan menuntut lainnya." Ia memberikan mangkuk berisi mie pada Harry.
"Aku bukan pemilih."
Bagus, batin Iris. Ia duduk di lantai dan menyadar di dinding.
"Kau tidak makan?" tanya Harry sebelum menyantap mienya.
"Tidak."
"Kau tidak lapar?"
"Tidak."
"Kau tidak bertanya siapa namaku?"
"Tidak."
Harry mengangguk paham,
"Aku Harry."
Iris memutar matanya kesal.
"Harry Styles." Harry tersenyum dan melanjutkan makan.
"Kau tinggal sendiri?"
"Ya,"
"Di mana orang tuamu?"
"Bukan urusanmu."
"Apa dia juga meninggalkanmu seperti kekasihmu?" Harry terkekeh, ia memang sedikit tidak sopan.
"Ya."
Seketika kekehan itu lenyap dari wajahnya.
"Kau tidak punya keluarga?"
"Tidak."
"Aku juga," ucap Harry kemudian bersendawa keras.
Iris mengeryit mendengar suara Harry. "Aku tidak peduli." Ia mengambil ponsel berpura-pura menyibukkan diri agar Harry berhenti bertanya.
Mengapa pria itu begitu cerewet seperti Masha? (Masha and the Bear) batin Iris.
"Ibuku sudah meninggal, ayahku pergi entah kemana dan aku baru saja kehilangan adikku."
Sejenak Iris menghentikan kegiatannya, sedikit merasa penasaran ia melirik Harry dari sudut matanya.
"Ibuku meninggal karena penyakit yang sama dengan adikku 5 tahun yang lalu,-" pertanyaan di kepala Iris terjawab, "dia begitu penyayang namun Ayahku meninggalkannya," lanjut Harry menerawang masalalunya.
"Tapi mereka semua sudah pergi, hanya tinggal aku sendiri sekarang." Harry tersenyum namun Iris tahu jika sebenarnya ia sedih.
Iris melanjutkan kegiatannya, ia tidak akan bertanya pada Harry mengenai dirinya. Itu bukan urusannya, ia hanya bertanggung jawab selama Harry belum sembuh dan tidak akan mencampuri urusannya.
"Kau mendengarkanku?" tanya Harry heran karena ia sudah bicara penjang lebar namun Iris tidak menanggapinya.
"Ya," jawab Iris singkat.
"Mengapa kau tidak bertanya?"
"Itu bukan urusanku."
"Kau benar." Harry mengangguk dan melihat sekeliling.
"Kau tidak pernah memperbaiki rumah ini?" tanya Harry lagi.
"Tidak."
"Kenapa?"
"Bukan urusanmu."
"Aku bisa membantumu memperbaikinya."
"Tidak perlu."
"Kenapa?"
Iris sengaja tidak memperbaiki rumahnya, ia membiarkannya karena banyak kenangan yang ia lalui bersama Niall di sana.
"Itu bukan urusanmu Harry! Bisakah kau berhenti bicara?!!"
"Tidak."
Wtf...
Tbc..
KAMU SEDANG MEMBACA
Iris [COMPLETE]
FanfictionDi dalam hidupnya, Iris Winter hanya ingin hidup bahagia bersama kekasihnya Niall Horan. Membangun rumah tangga di rumah kecil sederhana yang mereka beli bersama. Namun, takdir berkata lain, dua minggu sebelum pernikahan mereka, Iris harus menghada...