I'm Yours

1.5K 160 90
                                    

Song for this chapter

Only Hope - Mandy Moore

****

So I lay my head back down
And I lift my hands
And pray to be only yours
I pray to be only yours
I know now you're my only hope

-----

"Ayo cepat, aku lapar." Harry menarik tanganku ketika kami baru turun dari bus.

"Ya, aku juga." Kami melangkah menuju Mc Donald karena kami ingin sesuatu yang cepat. Harry menyuruhku duduk sementara dia yang memesan makanan.

Jam sudah menunjukkan pukul 8 malam dan mendung di luar sana. Aku berharap hujan baru turun saat kami sudah sampai di rumah. Butuh waktu setengah jam berjalan hingga sampai rumah karena hanya di halte ini yang dekat dengan pusat perbelanjaan.

Harry kembali dengan dua nampan di tangannya, sebuah burger serta soda untukku sementara ia memilih burger dan kentang goreng dengan minuman yang sama denganku. Kali ini dia yang mentraktir.

"Sepertinya akan hujan, ayo cepat selesaikan ini dan pulang," kataku setelah memgunyah makananku.

"Ya, kemungkinan hujannya akan sangat deras." Harry menanggapi dengan mulut penuh membuatku terkekeh.

"Sejak kapan kau menjadi peramal cuaca?"

"Percaya padaku, hujannya akan sangat deras. Cepat habiskan."

Aku mengangguk cepat dan segera menghabiskan makananku. Tepat ketika makananku habis hujan turun dengan lebat.

"Hujan," ujar kami bersamaan.

"Lalu bagaimana cara kita pulang?" gumamku.

"Tunggu sampai reda? Bagaimana menurutmu?" tanya Harry santai setelah makanannya habis.

Aku hanya mengangguk pasrah, melihat sekeliling di sini cukup ramai dan kebanyakan anak-anak remaja yang berkumpul.

"Aku bermimpi siang tadi," ucap Harry membuatku mengalihkan tatapanku ke arahnya, "aku bermimpi kau mencium keningku."

Apa? Dia merasakannya?

Aku tersenyum kaku kemudian meminum sodaku melalui sedotan, berusaha menjaga sikapku agar tidak terlihat salah tingkah. Harry terkekeh dan itu membuatku sangat yakin jika usahaku sia-sia.

"Aku tidak bermimpi, aku tahu kau menciumku."

Benar bukan??

"Kau menyukaiku?" tanya Harry tanpa basa-basi.

Aku mengerjapkan mataku berkali-kali. "Aku ... ak," sial apa yang harus ku katakan? "Aku ingin pulang," lanjutku kemudian berdiri menuju kasir untuk meminta kantung plastik itupun jika diperbolehkan. Aku sangat gugup, gadis batinku menertawai kegugupanku yang terlihat seperti anak SMA, seolah dia berkata 'ayolah, kau sudah dewasa Iris.'

Aku kembali menghampiri Harry ketika sudah mendapat kantung plastik, Harry terus saja tersenyum kepadaku namun aku berusaha tidak menghiraukannya.

Aku segera memasukkan dompet dan ponselku ke dalam sana agar tidak basah terkena hujan. "Berikan ponsel dan dompetmu," ucapku menegadahkan tanganku ke arah Harry yang masih duduk di kursinya. Aku memasukkan ponsel dan dompet milik Harry di sana kemudian memasukkannya ke dalam tas ku.

"Ayo," ajakku seraya melangkah keluar.

"Kau yakin?" tanya Harry ketika kami sudah berada di emperan. Kami melihat hujan yang sangat deras mengguyur jalanan, tidak ada satupun orang yang lewat.

"Ya, aku pernah melakukannya dan ini cukup menyenangkan." Aku segera menarik tangan Harry kemudian berlari menembus hujan.

"Menyenangkan bukan?" Aku berlari mendahuluinya kemudian berhenti sejenak. Merentangkan kedua tanganku dan menengadahkan kepalaku, aku memejamkan mataku merasakan hujan mengguyur tubuhku. Aku pernah melakukan ini sebelumnya di depan rumahku, ketika aku baru pulang dari panti asuhan setelah mataku sembuh. Saat itu aku menangis namun sekarang berbeda, aku melakukannya dengan tersenyum.

Aku merasa bahagia, seolah kesedihan yang merundungku selama ini sudah luruh terbawa air hujan.

Niall, aku sudah bahagia.

Membuka mataku, aku mendapati Harry berdiri di depanku tengah melihatku aku tersenyum kepadanya dan dia melakukan hal yang sama.

Kini giliran Harry yang menarik tanganku untuk berlari lagi.

"Tunggu aku lelah." Aku menghentikan kakiku yang terasa sangat berat setelah berlari cukup jauh kemudian berjongkok mengatur napasku yang berembus tidak beraturan, hujan deras masih mengguyur kami berdua.

"Sebentar lagi sampai," ucap Harry yang berdiri di depanku.

Aku tidak menghiraukannya karena aku benar-benar lelah.

"Ayo, naiklah." Harry berjongkok di depanku menyuruhku naik ke punggungnya.

"Ayo cepatlah, kau bisa sakit nanti," ucap Harry khawatir dan aku tersenyum dalam hati.

Pun aku segera naik kepunggungnya dan dia mulai melangkah.

"Berat?" tanyaku setelah berjalan cukup jauh.

Harry tergelak ringan.

"Ya... ya, aku tahu kau memiliki otot yang besar." Kudengar ia terkekeh.

"Harry ..."

"Hmmm?" Ia berusaha menoleh ke arahku.

"Terimakasih," ucapku tulus kemudian mencium pipinya. Karena Harry aku sudah merasa bahagia sekarang, dia tidak bertanya mengapa aku menciumnya dan terus melangkah hingga sampai di depan rumah. Aku turun dari gendongan Harry dan segera membuka pintu.

Aku melangkah masuk terlebih dahulu untuk mengambil handuk setelah menyalakan lampu. Ku letakkan tasku di meja dapur kemudian menuju ruang laundry.

"Ini handukmu, mandilah terlebih dahulu. Aku harus mencari baju gantiku." Suaraku bergetar karena kedinginan. Aku mengulurkan handuk di tanganku tanpa melihat Harry di belakangku. Merasa aneh karena Harry tak kunjung mengambil handuknya aku membalik tubuhku menghadap ke arahnya.

Aku tidak tahu kapan dia sudah melepas kaosnya, yang jelas jantungku berdegup kencang sekarang. Harry menatapku intens dari bawah hingga ke atas, membuat jantungku berdetak semakin tidak keruan. Aku tahu Harry melihat tubuhku karena kemeja putih yang ku gunakan akan terlihat transparan jika basah.

Dia melangkah ke arahku tanpa mengalihkan tatapannya dariku. Adrenalinku berpacu.

Harry membawa tangan kanannya untuk menangkup pipiku, mata kami saling mengunci satu sama lain.

Harry begitu indah, mata hijaunya berhasil menghipnotisku membuatku jatuh ke dalamnya. Hingga ketika aku menyadarinya bibirnya sudah menempel pada bibirku.

Aku memejamkan mata ketika Harry mulai menggerakkan bibirnya perlahan. Kulepas handuk di tanganku begitu saja lalu mengalungkan kedua tanganku di lehernya dan membalas ciumannya yang semakin berhasrat.

Harry melepas ciumannya dan menyatukan kening kami. Napas hangat kami saling beradu. Aku melihat matanya sebentar kemudian melihat bibirnya yang sedikit terbuka.

Entah, apakah hal yang akan terjadi setelah ini seperti yang ada di dalam otak liarku sekarang?

Apa Harry mempunyai pikiran yang sama liarnya?

Aku benar-benar jatuh kepadanya.

Lalu, segala sesuatunya terjadi dengan sangat cepat. Dalam waktu singkat, bibir itu kembali mengulumku dengan hebat. Sejurus kemudian kedua kakiku sudah melingkar di pinggangnya. Tanpa melepaskan ciuman kami, Harry berjalan menuju ke kamar dan menidurkanku diatas kasur.

Aku tidak peduli lagi. Aku menyerah padanya.


😅😅😅😅😅

Iris [COMPLETE]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang