Bab 3

991 59 5
                                    

Azka Almeer Mauza Ghifari Seorang laki-laki yang penuh akan wibawa dan kedisiplinan, seorang ketua Rohis dan ketua BEM. Ia Mahasiswa semester 6.

Siapapun pasti mengenalnya, banyak gadis-gadis yang jatuh cinta padanya. Laki-laki yang terkenal akan kharismanya tak hanya itu, ia juga tipe orang yang ramah dan religius dan itu yang membuat kaum hawa semakin tertarik padanya.

Tapi siapa yang tau. Di balik keteguhan hati Azka untuk tidak memilih berpacaran dengan siapapun. Tapi diam-diam ia menyelipkan sebuah nama di dalam doanya. Berharap rasa yang ia miliki dapat disatukan oleh Allah SWT. Rasa yang ia miliki sejak pertama kali bertemu dengan seseorang yang ia sebut dalam doanya itu setiap hari semakin besar dan menggebu-gebu. Apalagi saat ia bertemu, ia tau itu salah. Tapi ia hanya manusia biasa yang terkadang tidak mampu mengendalikan perasaannya.

Bukan hal mudah bagi Azka memendam perasaan yang ia miliki. Karena gadis yang ia sebut dalam doanya bukan gadis sembarangan. Ia gadis yang sangat taat pada Tuhannya. Gadis yang ia yakini memiliki komitmen yang sama untuk tidak berpacaran seperti dirinya. Tapi ia tau bukan hanya dirinya yang menyukai gadis itu. Tapi sejauh ini ia tak pernah tau siapa seseorang yang disebut dalam doa gadis itu. Karena gadis itu sangat pintar menyembunyikan perasaannya. Ia gadis yang ramah tapi terkadang ia cuek dan mudah sekali bergaul tapi tetap saja ia menjaga batas-batas pergaulannya yang membuat Azka semakin terpesona.

Azka mengucapkan banyak-banyak istighfar saat tanpa sadar ia telah memikirkannya.
Sebelumnya ia tak pernah seperti ini. Merasa detak jantungnya berdetak lebih kuat saat bertemu seseorang. Hanya dialah yang membuatnya begini.

Gadis itu adalah Clarisa Az-Zahra Diandra

"Bang Azka kenapa?" Azka terkejut saat tiba-tiba mendengar suara Zahra.

"Enggak kok ra, abang cuma lagi inget sesuatu aja." Kilahnya.

"oh iya bang, tahun ini kan ada anggota baru di organisasi kita? Formulirnya udah aku buat tinggal mengedarkan aja.

"loh...udah selesai ra? Yaudah kalau gitu formulirnya nanti aku sama kamu yang bagikan ke anggota baru." ucap Azka

"Oke, yaudah bang Zahra mau shalat Ashar dulu udah Adzan. Abang gak shalat dulu?" tanya Zahra

"Bentar lagi ra, kamu duluan aja aku ntar nyusul," ucapnya dengan menyelesaikan proposal yang dibuatnya.

"Yakin ni gak shalat dulu? Zahra tunggu abang aja deh masih lama kah? " tanya Zahra

"kok kamu jadi nunggu abang si? Kamu duluan aja." ujar Azka merasa tak enak

"Shalat mah jangan ditunda-tunda bang walaupun ada urusan sepenting apapun. Karena shalat adalah kewajiban yang harus diutamakan."

Azka tersenyum, ini yang ia sukai dari Zahra ia selalu mengingatkan kepada sesama untuk selalu berada dijalan Allah. Ia hanya manusia biasa terkadang ia lalai maka dari itu kita harus saling mengingatkan dalam hal kebaikan.
"Makasih ya ra." ujar Azka tanpa ia sadari

"Makasih buat apa bang?"

Azka pun gelabakan "eh enggak, makasih karena udah ngingetin"

"iya bang, sesama muslim kan harus saling mengingatkan, kalau Zahra lalai tolong ingetin Zahra."

"yaudah yuk kita shalat." ajak Azka

Diperjalanan meraka hanya diam. Hanya keheningan yang ada mereka sedang fokus dengan pemikirannya masing-masing.

"Ya Allah kenapa perasaanku seperti ini," gumam Azka di dalam hatinya. Jantungnya bekerja dua kali lebih cepat saat bersama gadis ini. Ia hanya bisa istighfar memohon ampun kapada Allah karena ia tau ini salah tak seharusnya ia memiliki perasaan seperti ini terhadap lawan jenis.

***

"Terus aja tebar pesona mentang-mentang ente ganteng" cibir Reno pada Devan yang tengah membenarkan rambutnya dan kemejanya.

"elah elo sirik aja sih." sewot Devan

"ngomong-ngomong Adnan mana? Tumben tu anak gak nonggol?" tanya Devan sambil mencari keberadaan Adnan.

"Tau tu anak, tadi sih bilangnya mau daftar masuk ORI (Organisasi Rohani Islam) ke Azka."

"Beneran? Kirain bercanda tu anak. Devan terbelalak.

"Tau tuh." jawab Reno seenaknya. Tapi Devan masih terheran-heran.

"Udahlah ngapain sih dipikirin, yuk kekantin." ajak Reno sambil merangkul bahu Devan.

"Kampret lo!!! Bilang aja kalau lo mau caper-caper sama cewek-cewek di kantin kan?." Cibir Devan

"Elo mah tau aja, peka banget kayak cewek" ucap Reno sambil tertawa.

"Sembarangan lo kalau ngomong! Gue ganteng kek gini perut gue kotak-kotak, suara gue berat laki bener gue." ucap Devan tak terima

"Yaelah gitu doang baper, udah mending kita ke kantin." ucap Reno terkekeh

Mereka berdua pun akhirnya berjalan ke kantin. Tapi namanya pesona memang tidak bisa dibohongi. Biarpun Devan hanya memasang muka datar tapi tetap saja pesonanya mampu memikat gadis-gadis di sepanjang koridor menuju kantin.

"Sial! Kanapa juga gue ngajak elo ke kantin?!" ucap Reno saat berjalan.

"Salah sendiri." ucap Devan cuek

Mereka duduk di kantin sembari menikmati jus Mangga. Sesekali Devan melirik kanan kirinya sambil tersenyum kepada beberapa gadis yang tengah diam-diam menatapnya dan dengan sengaja membuat mereka salah tingkah.

"Azka.." panggilnya saat melihat sosok Azka yang duduk tak jauh darinya. Lalu saat Azka menoleh Devan segera menyeret Reno untuk berpindah tempat bersama Azka.

Azka adalah teman seangkatan yang ia segani.

"Wa'alaikumussalam." jawab Azka saat Devan dan Reno yang duduk dihadapannya.

"Sibuk banget si? Kapan nih muncak lagi? Tanya Devan sementara Azka terkekeh.

"Nanti lah, masih sibuk ngurus anggota baru nih." ucap Azka

Jika sudah begini meja mereka akan menjadi kiblat di kantin ini. Pasalnya jika Devan dan Azka berkumpul seperti layaknya dua pangeran tampan di sekolah mereka yang sedang berkumpul menjadi satu.

"oh iya, si Adnan masuk Rohis loh? Kalian nggak minat?" tanya Azka.

"Tanya Reno aja deh ka... kayaknya kalau gue harus mikir panjang dulu." Ucap Devan yang mendapat jitakan dari Reno.

"Yah lo tau sendiri lah.. Kalo Devan masuk Rohis. Nanti Pamornya sebagai playboy bisa turun ka. Masak iya kalau dijadiin film nanti judulnya Playboy insaf. Kan nggak lucu." ucap Reno yang membuat Azka tertawa sementara Devan mendengus kesal.

"Yaudah coba kalian pikir-pikir dulu. Terutama elo Dev. Gue tunggu sampai minggu depan." ucap Azka dan Devan hanya mengangguk-anggukkan kepalanya.

Sebenarnya bukan sebuah masalah besar jika Devan memutuskan masuk Rohis. Hanya saja apakah ia bisa bergaul dengan orang-orang yang religius sementara ia sendiri jauh dari kata religius.

Tetapi siapa yang tau kedepannya seperti apa? Hanya DIAlah yang maha tahu.

Dari Debar Aku Belajar (Revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang