DUA PULUH TIGA : A NIGHT WITH YOU (2)

421 48 30
                                    

Deru motor Dika terdengar mendekati bangunan rumah minimalis yang belum lama ia kunjungi. Perlahan, kendaraan roda dua itu berhenti sempurna di depan pagar tinggi menjulang yang melindungi bangunan 2 lantai tersebut.

"Kok berhenti?" tanya Gladys.

"Udah nyampe." Dika menoleh, sehingga otomatis tatapannya beradu dengan bola mata Gladys.

Gladys lalu turun dari motor. Kepalanya menengadah, berusaha menerka siapa sang pemilik rumah di hadapannya.

"Lo pasti bingung," ucap Dika, sembari turun dari motornya untuk menggeser pagar.

Gladys tak menjawab, namun matanya mengekori gerakan Dika. "Ini rumah siapa sih, Dik?"

Giliran Dika yang mengabaikan Gladys, ia kembali menaiki motornya lalu melajukan kendaraan pribadinya itu ke halaman rumah tersebut.

"Sini masuk," titah Dika.

Tanpa ba-bi-bu, Gladys melangkahkan kakinya membuntuti motor Dika dari belakang. Turun dari motor, cowok itu lantas menutup pagar.

"Gak usah takut, gue gak bakal macem-macem." Dika berjalan mendekati tangga kecil di samping rumah itu, "lagian di depan banyak rumah warga, kalo gue macem-macem lo tinggal teriak."

Mata Gladys seketika menjegil mendengar ucapan ngawur Dika, gadis itu lalu terkikik lucu, "Enggak usah khawatir Dik, panggilan darurat di hape gue juga stand by kapan aja."

Dika memandang Gladys sekilas, kepalanya menggeleng, kemudian ia mulai menaiki satu per satu anak tangga di hadapannya.

"Ke atas ke mana?" tanya Gladys dengan kepala mendongak, berusaha melakukan kontak mata dengan Dika yang sudah lumayan jauh di atas.

"Ikut aja," sahut Dika yang perlahan menghilang ke lantai selanjutnya.

Gladys mengamati tangga besi berbentuk spiral di hadapannya, "Males ah, " ujarnya setengah berteriak.

"Males apa curiga?" sosok Dika tiba-tiba muncul lagi sembari terkekeh. Ya, cowok itu mundur beberapa langkah tatkala mendengan ujaran Gladys barusan.

"Ya ampun." Gladys memutar bola matanya, lalu mulai mengikuti jejak Dika ke lantai atas.

Derap langkah keduanya terdengar beriringan di antara heningnya malam.

"Nah," Dika menghela napas, "cuma pengen bawa lo ke sini."

Di sini mereka sekarang, di atap lantai 3 rumah tersebut.

"Lo emang seneng main di rooftop ya?" Gladys berjalan mendekati salah satu sisi permukaan atap itu, tepatnya sisi yang memudahkannya untuk melihat jalanan di bawah, "enggak di sekolah, enggak di sini."

Dika melangkah ke samping Gladys. Keduanya lantas memilih duduk di titik itu juga.

Rasanya, angin malam yang dingin tidak membuat mereka pergi dari sana. Keduanya malah saling terdiam,menikmati ketenangan yang selalu mereka cari.

"Lo tau tempat ini dari mana?" Gladys angkat bicara untuk memecah keheningan.

Bukannya menjawab, Dika justru memasang wajah tanpa ekspresi. Lidahnya mendadak kelu untuk menyahut pertanyaan yang dilontarkan Gladys.

Melihat air muka Dika yang dingin, Gladys mengatupkan mulutnya, tidak ingin menyampuri urusan cowok itu lebih dalam.

Dika menarik napas berat, lalu menjawab, "Sebenernya ini rumah keluarga gue dulunya."

Kepala Gladys seketika menoleh, dahinya berkerut heran, "Jadi ini rumah lama lo? Lah, bilang gitu aja lama banget mikirnya."

"Bukan gitu, di sini banyak kenangannya. Dan gue selalu nyesek kalo inget-inget itu, makanya gue berusaha engga bahas tentang rumah ini sama siapa-siapa, termasuk sama diri sendiri."

ChangeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang