"Gue ada tempat bagus," ujar Dika.
"Di mana?" tanya Gladys.
"Ikut gue!" Dika menggait tangan Gladys menuju koridor sekolah.
"Wait wait, kita mau ke mana?" Gladys melepas tangan Dika.
"Udah ikut aja. Enggak usah takut, rame kok! Kelas dua belas kan masih pada les buat persiapan UN, padahal UNnya masih lama." Dika berjalan mendahului Gladys.
Gladys berpikir beberapa saat lalu menyamai langkah Dika.
Mereka berjalan sampai ujung koridor lantai dasar lalu menaiki tangga menuju lantai 2.
"Mau ke mana Bang, Neng?" tanya satpam yang tiba-tiba muncul dan membuat Dika ingin menyanyikan baris pertama lagu Could it be love milik Raisa.
"Eh Pak! Ngagetin aja." Dika tersenyum gugup.
"Mau ngapain?" tanya satpam penjaga sekolah tersebut seolah tak menghiraukan ucapan Dika tadi.
"Mau les," dusta Dika.
Satpam itu memicingkan mata kemudian melirik badge Dika dan Gladys yang jelas-jelas tertulis angka XI.
"Lesnya buat kelas dua belas, kalian kan masih kelas sebelas." Satpam itu tertawa miring.
"Saya kan pakai seragam lama, Pak." Dika berusaha berkelit.
"Terus, Neng ini juga pakai seragam lama?" Satpam itu menunjuk Gladys dengan dagunya.
Gladys menelan air liurnya, "Maaf Pak, kita sebenernya mau--"
"Mau les!" Dika tetap keukeuh pada satpam tersebut.
Satpam itu kembali tertawa kemudian mengeluarkan handphone dari sakunya, "Mau pacaran di tempat lain atau saya kasih tau Bu Susan?"
Dika memutar bola matanya jengah, ia menggandeng pergelangan tangan Gladys. Manik matanya memperhatikan setiap gerakan satpam itu, menunggu saat-saat orang tersebut mulai lengah.
Tiba-tiba Dika berlari dengan tangannya yang masih menggandeng pergelangan tangan Gladys.
"JANGAN LARI!"
Gladys dan Dika tetap berlari, mereka tidak memperdulikan teriakan satpam atau napas mereka yang sudah sangat terengah-engah atau pun tenggorokan mereka yang butuh air. Pokoknya mereka harus lolos dari satpam kepo tersebut.
Gladys tertegun tatkala tak sengaja memutar balik memori ingatannya, teringat saat pertama kali Dika mengajaknya berlari sambil menggandeng tangannya, ini seperti Deja Vu.
Tak terasa mereka sudah tiba di lantai 3. Mereka berhenti berlari sambil berusaha mengatur napas.
"Masih ada enggak?" tanya Gladys yang sudah banjir keringat.
Dika menoleh, ia tidak mengatakan apa-apa. Ia menarik Gladys untuk bersembunyi di koridor sebelah kanan lalu merapat pada tembok.
Tak lama kemudian terdengar suara derap langkah, dan munculah sosok satpam yang berbelok ke koridor sebelah kiri. Di lantai 3 hampir semuanya anak kelas dua belas yang sedang mengikuti les. Merasa tidak menemukan remaja kelas sebelas yang ia cari, lantas sang satpam kembali turun ke lantai bawah.
"Kita sebenernya mau ke mana, sih?" tanya Gladys. Ia menengok kanan kiri, merasa tidak nyaman karena menjadi pusat perhatian beberapa anak kelas dua belas.
"Udah ikut aja, naik satu lantai lagi kok," ujar Dika.
Gladys mencebikkan bibirnya walau perasaannya lega karena setidaknya sudah dapat kepastian.
KAMU SEDANG MEMBACA
Change
Teen FictionBanyak orang yang berasumsi bahwa harta kekayaan berbanding lurus dengan kebahagiaan. Tapi tidak menurut Regitta Gladys. Gadis yang jelas-jelas berasal dari keluarga kaya, namun kekurangan bumbu kebahagiaan dalam hidupnya. Sifat pemurung yang memben...