"Thanks ya, Les," suara Gladys terdengar ramah, dibarengi langkah kakinya keluar dari mobil Leslie.
Leslie mengangguk sambil tersenyum. Rasanya Gladys masih kurang lama berada di rumahnya. "Nanti main lagi lo, udah janji kan?" Leslie menunjuk Gladys dengan telunjuknya.
Lagi, Gladys terkikik geli. Leslie seperti bocah cilik yang baru saja dijanjikan boneka baru oleh orang tuanya.
Leslie memutarkan arah mobilnya kemudian melaju meninggalkan Gladys yang berdiri tegak di depan pagar rumahnya sambil melambaikan tangan.
Ting!
Axel
Gue ke rumah lo ya?Kedua mata Gladys membulat, segera dibalas olehnya pesan singkat dari Axel.
Engga usah, ada apa emang?
Gue mau ketemu, penting.
Ya udah lo dimana?
Lapangan
Basket
Deket taman komplek
Tau kan?
Gue yang ke sana.
Tunggu.
Dari celah pagar rumahnya, Gladys dapat melihat Bi Sumi yang tengah menyiram aneka tanaman di pekarangan rumah.
Bola mata Gladys memutar, mencari solusi bagaimana ia menemui Axel sekarang sedangkan Rio sudah menyuruhnya untuk pulang.
Senyumnya mengembang. Gadis itu kemudian melangkah mendekati pagar.
"Bibi," panggil Gladys pelan.
Yang dipanggil celingak-celinguk, berusaha mencari sumber suara.
"Bi Sumi," panggilnya lagi, dengan posisi yang masih mematung di depan pagar.
Penasaran, Bi Sumi kemudian mematikan keran air, lalu membuka sedikit pintu pagar. Ditemukannya sosok Gladys yang berdiri di sana.
"Eh Non Gladys, udah pulang? Kenapa enggak langsung masuk?"
Mendengar suara lantang Bi Sumi, Gladys memelototkan kedua matanya. "Sssstttt!!!"
"E-eh kenapa, Non?" Sontak, Bi Sumi memelankan suaranya.
"Gladys mau keluar lagi, ini tasnya bawa masuk ya, Bi," perintah Gladys seraya menyerahkan tasnya.
"Kenapa enggak masuk dulu atuh?"
"Kalo Gladys masuk dulu, nanti enggak boleh keluar lagi sama Papa, soalnya udah disuruh pulang dari tadi," tutur Gladys.
Bi Sumi manggut-manggut tanda mengerti.
"Ya udah, sana gih," titah Gladys lagi, "jangan bilangin Papa, Gladys cuma sebentar. Makasih."
Lagi, wanita paruh baya itu hanya manggut-manggut.
Setelah Bi Sumi kembali masuk ke dalam, secepat kilat Gladys melenggang pergi.
Langkahnya ia percepat, beberapa rumah di komplek yang lumayan elit itu pun sudah terlewati.
Tak sampai sepuluh menit, dirinya sudah berada di taman dekat lapangan basket yang Axel maksud. Tentu saja Gladys tahu, lapangan ini merupakan satu-satunya lapangan basket di blok rumah Axel.

KAMU SEDANG MEMBACA
Change
Fiksi RemajaBanyak orang yang berasumsi bahwa harta kekayaan berbanding lurus dengan kebahagiaan. Tapi tidak menurut Regitta Gladys. Gadis yang jelas-jelas berasal dari keluarga kaya, namun kekurangan bumbu kebahagiaan dalam hidupnya. Sifat pemurung yang memben...