Gladys melingkarkan jam mungil abu-abu di pergelangan tangannya. Senyumnya mengembang, mengingat kalimat yang Dika ucapkan saat mengantarnya pulang semalam.
"Pokoknya lo harus keliatan cantik besok."
Lagi, Gladys memandang pantulan dirinya sendiri lewat cermin yang bertengger pada dinding kamarnya. Cermin besar yang memperlihatkan seluruh tubuhnya.
Rambut hitam legamnya yang biasa ia kuncir melorot sampai mendekati tengkuk, hari ini ia urai hingga terlihat bervolume.
Rok abu-abu dengan panjang hampir semata kaki yang biasa ia gunakan, terlipat rapi di lemari kayunya. Ia mengenakan rok milik Hanina waktu SMA dulu. Panjangnya hanya selutut, mungkin lebih sedikit.
Dan yang terpenting, ia menggunakan cardigan abu-abu barunya. Ditariknya gagang laci meja rias, harap-harap menemukan sesuatu yang sewarna dengan cardigan-nya.
Bandana. Ia coba mengenakannya, benda itu milik Hanina. Maklumlah, Gladys memang tidak mahir berdandan sejak dulu.
Gladys menatap wajahnya lekat-lekat di cermin. Dirinya terlihat lebih cantik dari hari biasa. Sekarang, mengertilah ia pada orang-orang yang beranggapan bahwa ia mirip sekali dengan Hanina. Ternyata memang mirip.
Gladys tersenyum sendu lalu menoleh ke arah foto Hanina yang terpampang jelas di dinding kamarnya. Wajah ramahnya tidak dapat ditutupi, meskipun ia sedang berpose dengan wajah datar, namun sorot matanya memang tersenyum.
Tok! Tok! Tok!
Suara ketukan pintu berhasil membuyarkan renungan Gladys.
"Gladys, udah selesai belum? Papa hampir telat nih." Tidak salah lagi, itu suara Rio, Papa Gladys.
"Udah, Pa!" Gladys segera berlari pelan menuju pintu kamarnya.
Ceklek!
Gladys memutar kenop pintu kamarnya.
Rio menyapu pandangan dari ujung kaki hingga ujung kepala Gladys, ia tersenyum jahil, "Anak Papa cantik banget, mau kencan ya?"
***
Gladys melangkahkan kaki memasuki ruang kelas. Ia menunduk tatkala puluhan pasang mata menatapnya aneh. Terutama gengnya Freya yang tentunya paling sinis.
"Gladys, ada angin apa lo? Sumpah beda banget," ujar Leslie.
Gladys tersenyum kecut, "Beda? Gak pantes ya?"
Leslie terbahak, "Enggaklah! Cantik tau...." ia menyubit pipi Gladys yang sudah bersemu merah sejak tadi.
Gladys tersenyum sekadarnya, kemudian mendudukkan dirinya di atas bangku.
"Cieee cardigan baru, gue jadi flashback sama sweater gue deh." Leslie memasang tampang memelas.
Gladys tertawa geli, "Emang enggak digantiin sama Axel?"
"Heh Axel!" Leslie mengeluarkan suara premannya.
Axel yang berada di pojok kelas--sambil melihat sesuatu di ponsel Deva bersama dengan rombongan cowok lainnya--langsung terkesiap, "Apa sih, Les?"
"Itu sweater gue apa kabar? Janji doang lo mau gantiin." Leslie mencebikkan bibirnya.
"Nanti ya adek sayang, tunggu abang gajian dulu," ejek Bryan.
Seketika itu juga, terdengar tawa menggelegar dari arah cowok-cowok kurang garam tersebut.
Selang beberapa lama, Dika memasuki ruang kelas dengan back song suara bel masuk, karena seperti biasa ia datang terlambat. Cowok itu juga mengenakan jaket abu-abu barunya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Change
Fiksi RemajaBanyak orang yang berasumsi bahwa harta kekayaan berbanding lurus dengan kebahagiaan. Tapi tidak menurut Regitta Gladys. Gadis yang jelas-jelas berasal dari keluarga kaya, namun kekurangan bumbu kebahagiaan dalam hidupnya. Sifat pemurung yang memben...