"Cih, banci." Terdengar suara yang tidak asing di telinga Gladys.
Dika berdiri sambil meninjau ke arah mereka dengan sorot mata siap bertempur.
"Beraninya sama cewek," lanjut Dika dingin, sambil menyunggingkan senyum sinis di bibirnya.
"Horee! Pahlawannya Gladys datang!" Boy bertepuk tangan dengan wajah semringah, meski sorot matanya menyiratkan ekspresi merendahkan.
"Mau apa lo?" tanya Rafa to the point, "nolongin dia?" ia menunjuk Gladys tepat di pertengahan kedua matanya.
Gladys semakin panik dan merasa bersalah.
"Lepasin," gertak Dika pada Ical seraya menarik lengan Gladys. Spontan, Ical melepaskan lengan Gladys.
Dika mencengkeram erat pergelangan tangan Gladys lalu menyembunyikan gadis itu di belakang tubuhnya.
"Kok beraninya keroyokan sih? Mana lawannya cewek lagi." Dika menggeleng-gelengkan kepalanya tak habis pikir.
"Bukan urusan lo! Urus aja keluarga lo yang berantakan," ujar Rafa.
Dika tidak terpengaruh, kalimat itu biasa dilontarkan dari berbagai mulut agar amarahnya tersulut. Ia membuang napasnya lalu maju beberapa langkah.
"Gak usah macem-macem sama dia." Dika menunjuk Gladys dengan dagunya.
"Kepentingannya sama lo apa?" tanya Boy sengit.
"Cowok sejati itu gak bikin cewek nangis," ujar Dika.
"Kalo ceweknya tengil, emang harus dikasih pelajaran biar kapok." Rafa berkelit.
"Si Gladys itu belum seberapa." Boy menunjuk Gladys yang berada di belakang Dika dengan jari telunjuknya, "yang lain mah udah gue bikin sujud-sujud ke kaki gue sambil minta maaf."
"Ternyata ada juga ya, orang yang peduli sama lo." Rafa menatap tajam Gladys sambil maju beberapa langkah.
Dika mendorong bahu Rafa agar menjauh dari Gladys yang masih ketakutan. Rafa mengalihkan pandangan ke mata Dika.
BUKK!
Satu tinjuan mendarat di rahang Dika. Dika mundur beberapa langkah menahan erangan agar tidak keluar dari mulutnya.
"Anjing." Dika memiringkan kepalanya ke kiri dan ke kanan kemudian menghantam pipi Rafa dengan kepalan tangannya sebanyak dua kali.
Rafa terjerembab, Ical segera membantunya berdiri kemudian mengambil ancang-ancang untuk menghajar Dika.
"Santai." Boy mencegah Ical dengan tangannya, "nanti kita beresin."
Mereka menatap tajam pada Dika dan Gladys secara bergantian, "Urusan kita belum selesai," ujar Boy sebelum melenggang pergi dengan Rafa dan Ical.
Akhirnya Gladys bisa mengembuskan napas lega. Dika melepaskan tangan Gladys karena situasi sudah aman.
"Lo enggak pa-pa?" kalimat pertama yang terlontar dari bibir Dika.
Gladys mengangguk sekadarnya.
"Ini apa?" Dika mengambil buku diary Gladys.
"Diary gue," jawab Gladys. "Makasih untuk yang kedua kalinya." Gladys tersenyum getir.
Dika mengangguk, "keterlaluan ya mereka."
"Gue kok yang cari masalah duluan."
"Kalo emang mereka berotak, gak bakalan berani sama cewek," tukas Dika.
KAMU SEDANG MEMBACA
Change
أدب المراهقينBanyak orang yang berasumsi bahwa harta kekayaan berbanding lurus dengan kebahagiaan. Tapi tidak menurut Regitta Gladys. Gadis yang jelas-jelas berasal dari keluarga kaya, namun kekurangan bumbu kebahagiaan dalam hidupnya. Sifat pemurung yang memben...