Dalam hitungan detik, Gladys segera menutup buku harian Leslie yang tidak sengaja ia baca. Helaan napas kasar mengembus dari mulutnya. Sungguh, yang ia rasakan bukan hanya terkejut, namun juga kecewa karena Leslie tidak pernah bercerita padanya. Jika tahu begitu, Gladys pasti sudah melupakan Axel sejak jauh-jauh hari, sehingga kini tidak ada lagi rasa yang tertinggal di hatinya untuk Axel. Walaupun kini posisi Axel agaknya sudah ditempati oleh Dika.
Yang ia pikirkan sekarang adalah,
bagaimana caranya menolak Axel,
tanpa menyakiti perasaan cowok itu untuk yang kedua kalinya.
Secepat kilat, Gladys meletakkan buku harian Leslie ke tempat semula, lalu mengambil buku karya Tere Liye yang sempat akan ia baca. Dirinya terduduk dengan pikiran melayang di atas kursi goyang milik Leslie seraya menimang-nimang buku tersebut.
"Tadaa!!" seru Leslie saat keluar dari kamar mandi, "Megan Fox udah beres."
Melihat Leslie yang bersorak ria seolah baru memenangkan pertandingan, Gladys mengulas senyumnya. "Nah gitu kan enak, seger."
"Memang, fresh banget." Sambil menggesek-gesekkan rambut pada handuknya dengan tujuan mengeringkan, Leslie yang sudah berpakaian rapi melenggang menuju kursi di meja riasnya.
"Lagian elo, mandi cuma sebentar aja malesnya kebangetan," rutuk Gladys, tanpa mengalihkan tatapannya dari buku.
"Mandinya sepuluh menit, ngumpulin niatnya berjam-jam." Leslie menatap dirinya di cermin. Tersenyum manis bak mengagumi wajahnya sendiri.
Menyaksikan adegan itu, Gladys mengangkat sebelah alisnya, "Kenapa senyum-senyum sendiri gitu, sih?" Gladys meletakkan buku tadi di sampingnya, lalu memiringkan kepala, memandang Leslie penuh selidik, "lo enggak lagi kesurupan hantu cabe-cabean, 'kan?"
"Apa sih, lo?" Raut wajah Leslie berubah datar.
"Lagian ngapain coba senyum-senyum sendiri?"
Leslie menyolokkan kabel hairdryer ke stop kontak di dekatnya, "Enggak tau kenapa, wajah gue kalo di rumah lebih cantik dari pada di sekolah. Lo gitu enggak?"
Tanpa pikir panjang, Gladys langsung menggeleng pasti.
"Kok gue gitu ya?" tanya Leslie dengan nada serius seolah tengah membicarakan hal penting.
"Kaca rumah lo pake efek," ujar Gladys sekenanya.
Suara berisik ciri khas hairdryer menggema di seantero ruangan. Sembari bergaya-gaya aneh, Leslie mengeringkan rambutnya, sesekali ia mengerucutkan bibir, ataupun menjulurkan lidahnya sambil menatap cermin.
Di belakang, Gladys mengamati gadis pirang itu sambil sesekali terkikik geli. Pikirannya melayang-layang, terbang ke Dika, kemudian ke Axel, lalu terbang ke bacaan di buku harian Leslie, mungkin memang ini takdirnya.
Dirasanya rambutnya sudah cukup kering, Leslie mematikan hairdryer miliknya. Lantas gadis itu menyisir rambut pirangnya yang mengkilat. Lagi, ia tersenyum di hadapan cermin yang menampilkan pantulan dirinya. "Dys, gue cantik enggak?"
"Cantik," jawab Gladys dengan nada malas, "cantik banget."
"Jawabnya yang ikhlas dong!" protes Leslie.
"Lo itu cantik, Les. Kenapa sih nanya mulu?"
Kini Leslie memainkan rambutnya centil, "Enggak pa-pa, nanya aja."
Ruangan yang bernuansa cerah itu hening seiring habisnya bahan obrolan di antara kedua gadis itu.
"Gladys," panggil Leslie.
KAMU SEDANG MEMBACA
Change
Fiksi RemajaBanyak orang yang berasumsi bahwa harta kekayaan berbanding lurus dengan kebahagiaan. Tapi tidak menurut Regitta Gladys. Gadis yang jelas-jelas berasal dari keluarga kaya, namun kekurangan bumbu kebahagiaan dalam hidupnya. Sifat pemurung yang memben...