ENAM BELAS : SORRY

497 76 27
                                    

Suara bel pulang berdering di seluruh penjuru sekolah. Siswa dan siswi di sekolah yang sama itu pun langsung menghambur keluar kelas tanpa formasi.

"Gladys, dengerin gue dulu." Sambil berlari, Dika masih terus mencoba menggapai pergelangan tangan Gladys.

Penat, Gladys akhirnya berbalik, menatap Dika dengan tatapan jengah. "Mau apa?"

"Lo udah tiga hari enggak mau ngomong sama gue."

Gladys mengehela napas sembari memutar bola matanya. "Terus kenapa?"

"Gue enggak suka kita diem-dieman kayak gini." Dika menatap manik mata Gladys lamat-lamat.

"Gue juga." Gladys malah mengedarkan pandangan ke arah lain untuk menghindari tatapan Dika, "jangan bohongin diri lo sendiri."

Dengan tatapan bingung, Dika kemudian bertanya, "Bohong?"

"Kalau lo suka sama Freya, deketnya sama dia aja." Gladys diam sejenak, "jangan sukanya sama dia deketnya sama gue."

Mendengar ucapan Gladys, sontak Dika menggeleng tak setuju, "Gue enggak deket sama dia, Dys. Kita udah putus setengah tahun yang lalu."

"Tapi hati lo masih ngeprioritasin dia. "

Dahi Dika mengernyit semakin tak mengerti.

"Bukannya lo lebih milih ketemu dia dibanding nemuin gue yang udah lama nungguin lo di cafe?"

Dika tertawa geli, "Cuma itu? Gue bisa jelasin."

"Hari senin lo ke cafe lagi 'kan sama dia?"

Berusaha tenang, Dika menghela napas, "Dengerin gue dulu."

"Gue udah kecewa semenjak liat lo akrab banget sama alkohol." Gladys tertawa sarkastik.

Penuturan Gladys sungguh menohok Dika. Cowok itu benar-benar langsung bungkam. Diam seribu bahasa bagai tak punya alasan lagi untuk membantah.

Merasa puas, Gladys kemudian melengos, melenggang menuju taman dengan hati tak keruan. Meninggalkan Dika yang masih memusatkan fokusnya pada punggung Gladys yang perlahan menghilang.

Dengan wajah kesal, Gladys membiarkan kedua kakinya melangkah gontai menuju ke tempat yang ingin ia tuju.

Waktu itu, seperti biasanya Gladys pulang terlambat. Tubuhnya lebih lelah dari biasanya, mungkin karena kurang tidur dan telat makan.

Samar-samar, di cafe seberang halte tempat Gladys menunggu angkutan umum, terlihat sepasang muda-mudi yang menempati salah satu meja di tempat itu.

Familiar.

Tentu saja.

Dika dan Freya.

Ternyata mereka memang masih bersama sampai detik ini. Perasaan kecewa seolah menimpa Gladys secara mendadak.

Sumpah, Gladys bukan-lah tipikal gadis yang mudah cemburu.

Tapi gadis itu merasa bahwa nama yang masih terukir indah di hati Dika hanya nama Freya. Dan alasan Dika masih mau dekat dengannya, hanya untuk menjaga perasaannya.

Gladys menarik napas panjang. Kini ia sudah terduduk manis di atas bangku taman, menikmati hawa sejuk menjelang sore hari.

Perlahan tapi pasti, Gladys mulai menggoreskan pena di atas diary merah jambunya.

04/10

Dear my diary...

Memangnya salah jika seseorang jatuh cinta tanpa alasan?

ChangeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang