L i m a L i m a

3.7K 349 93
                                    

Happy New Year Guys!

Jangan tanya aku, apa resolusi di tahun 2018 ini, karena jawabannya TIDAK ADA! HAHAHA

Thanks a lot buat yang udah baca, vote, komen, yang masukkin ke library atau reading list, tanpa kalian semua cerita ini akan jadi draft sawangan selamanya...

Enjoy this Part! muaachhh

***

Gita beranjak dari ruangan putranya, dia menghela nafas lelah, resah terus bersarang di hatinya. Selalu seperti ini, Gavinnya tidak akan mudah bangun jika sudah tertidur, membuatnya kembali ketakutan akan kehilangan putra satu-satunya itu.

Tidak tau mengapa, langkahnya terhenti di depan pintu kamar rawat Pagi, tepat di depan pintu itu ada Langit dan Bumi yang hendak keluar dari ruangan tersebut.

Gita berdehem kecil, begitu mendapat perhatian dari sepasang suami istri itu, lalu Gita tersenyum ramah.

"Kakak, kenalin. Aku Gita, ibunya Gavin," ujar Gita sambil mengulurkan tangan kanannya untuk berjabat pada wanita yang memang lebih tua beberapa tahun darinya itu. Uluran tangan itu disambut oleh Langit dengan senang hati.

"Aku Langit ibunya Pagi, ini Papanya anak-anak," balas Langit.

"Bumi," ujar Bumi saat bersalaman dengan Gita.

"Gita." Dia tersenyum pada Bumi. "Anak-anak?" tanya Gita lagi pada Langit.

"Iya, Pagi itu bungsu di rumah kami, dia punya abang kembar, Senja dan Malam. Gavin belum cerita?"

"Keluarga yang unik. Bumi, Langit, Senja, Malam dan Pagi. Ck, Anak itu gak akan mau cerita apa-apa kalau enggak dipaksa cerita, Kak."

"Terima kasih udah bilang keluarga kami unik, gimana enggak unik ibu bapaknya aja kayak kita." Langit memukul pundak suaminya dan mendapat kekehan menyebalkan dari Bumi. "Omong-omong, saya tinggal dulu ya, Git." Gita mengangguk dan memberikan senyum pada Bumi. "Mama nanti Malam yang jemput, lagi on the way dia."

"Iya, Papa hati-hati, ya." Bumi mengecup kening istrinya sekilas tanpa canggung sekalipun ada Gita di antara mereka.

"Gavin gimana keadaannya, Git?"

Air wajah Gita langsung berubah sendu, Langit jadi merasa tidak enak. "Belum siuman, Kak." Langit bisa mendengar sirat kesedihan dan khawatir dari suara itu.

"Kalau Pagi gimana, Kak?"

"Oh, anak itu udah kembali menyebalkan, kamu gak perlu khawatirkan dia." Langit mencoba mencairkan situasi di antara dirinya dan Gita. Kedua ibu-ibu itu terkekeh kecil.

"Mau ngobrol di dalam atau—"

"Kita ngobrol di sini aja, Kak."

"Ayo." Langit mengajak Gita untuk duduk di bangku besi di koridor itu.

Langit tau perasaan Gita yang sebenernya, mungkin karena dia juga seorang ibu, jadi sebelum Gita bicara pun Langit sangat paham, apa yang sekiranya Gita khawatirkan.

"Gavin itu banyak kekurangannya. Hidupnya hanya satu warna," ujar Gita, Langit masih diam, dia tau Gita belum menyelesaikan kalimatnya. Langit terus memperhatikan Gita lamat-lamat dan mendengar dengan baik apa yang disampaikan Gita. Belum lagi dari kacamatanya Langit bisa melihat beban di pundak wanita itu, juga ketakutan yang amat besar.

#1 Pagi untuk Gavin ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang