D e l a p a n

4K 366 22
                                    

Happy reading ya Guys.

***

Pagi

Begitu gue mendekat dan berjongkok di hadapannya yang terduduk bersandar di badan mobil, adanya gue kaget setengah mati, bukan karena gue kenal. Yakali, ingatan gue sama sekali enggak bisa diandalkan untuk yang satu itu tapi karena dia babak belur, hancur abis.

Gue sontak menutup mulut gue dengan kedua tangan melihat darah segar mengalir dari berbagai sisi.

"Yaampun gimana ini?"

Sialan gue panik, gue gak ngerti kenapa panik malah buat gue nangis kejer gini.

Dia mengangkat lagi kepalanya dengan susah payah, otomatis semakin jelaslah gue lihat keadaannya.

"Pasti sakit, ya? Gimana ini?" Gue sibuk merogoh tas selempang gue mencari sesuatu untuk membersihkan darah yang terus mengalir dari pelipis sama hidungnya.

Sambil terus nangis gue berniat menghentikan darah dari hidung dengan menyumpalnya pake tisu yang udah gue gulung, tapi dia nolak. Dialihkannya kepalanya supaya gue gak bisa memasukkan tisu ke hidungnya.

Bukannya marah gue malah makin nangis. Sumpah gue hopeless banget ini. Kalau dia gak mau kerjasama terus gue harus gimana?

Duh, kayak pernah kejadian deh gue mau nolong tapi ditolak, dimana? Kapan? gue gak ingat, sumpah.

Gue nyerah, dan berdiri berniat nyari pertolongan. Sekarang gue nyesel banget udah nyuruh abang-abang itu pergi tadi. Sok oke banget sih lo, Gi!

"Tolongin, toooloooonggg." Gue jalan mondar mandir mencari pertolongan, tapi anehnya jalanan ini sepi, di Jakarta yang sudah terkenal dengan keramaiannya ini, tapi masih ada tempat sesepi ini, sialan. Gue harus gimana?

Dia narik rok mini gue, gue terkesiap dan langsung berjongkok lagi menghadap dia. Kali aja dia udah berubah pikiran dan mau nerima pertolongan gue.

"Kenapa? Ada yang sakit? Masih kuat?"

"P-pergi."

"Eh?" Gue menganga, dengan suara bergetar gitu dia nyuruh gue pergi? gue diusir gitu? Gue rasa dia geger otak ini.

Tangis gue spontan mereda. "Enggak!" Gue menolak dengan tegas. "Kalau gue pergi, entar Lo gimana?"

"G-gue bi-lang p-pergi."

Beneran gue diusir pemirsa.

Gue berdiri. Daripada gue emosi dan makin tidak tau harus berbuat apa, mending cuekin aja. Heran gue, ini manusia mau ditolong malah gak mau. Terus maunya apa? Gue? Sama! Gue juga mau kok sama dia! Hehehe Abisnya biar babak bunyak, mata gue tau betul kalau aslinya nih laki satu emang ganteng.

Pokoknya gue tidak mengindahkan perintah enggak masuk akalnya itu. Mana bisa gitu, gue udah capek nangis malah diusir.

Masih mondar-mandir minta tolong dan mata gue menangkap seorang cowok yang rada familiar tapi gue gak kenal. Iya, lagi. Bener, gue gak kenal. Atau mungkin gue lupa, dia sekarang sedang berlari ke arah gue.

Begitu hadap-hadapan gue spontan pegang kedua tangannya. "L-lo buruan tolongin dia."

Cowok itu berjongkok, gue juga.

"B-bawa gue, ce-cepat," katanya lagi.

"Tolongin dia, gue mohon tolongin dia." Gue menarik bahu cowok mancung itu dan menangis segugukkan.

Kenapa sih gue ini? Cengeng banget. Gak kaya biasanya.

"Lo tenang dulu, gue bakal tolong dia, lo juga. Tapi, lo tenang."

#1 Pagi untuk Gavin ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang