L i m a S a t u

3.1K 372 93
                                    

Thank You for 4K votes, Amazing Readers!
Terimakasih karena udah mau nyisihin waktu berharganya untuk mampir, baca, dan apresiasi works aku.

Banyak siders tapi gapapa, dia betah juga udah bagus 😂 aku gak mau maksa seseorang untuk ngapresiasi.

Aku cukup percayai aja yang udah votes dan komen adalah mereka yang benar-bener menaruh hatinya di cerita ini. Engga ada yang lebih membahagiakan dari mereka yang menunggu cerita ini di up hehehee..

Buat reader-reader yang baru banget dan enak udah dpt sampe bab segini, beda dengan temen-temen yang harus nunggui di update, berbahagialah karena setelah cerita ini selesai akan saya (.....) isi sendiri.

Enjoy this part ya guys!
Love you a lot!

***

"Gi, sini. Kok lo duduk di situ, sih?" ujar Jea saat melihat Pagi yang baru saja tiba di kelas justru memilih duduk berjauhan dengan dirinya.

Begitu meletakkan ranselnya di atas meja tanpa memerdulikan ucapan Jea, dia berdiri dan hendak keluar. Jea buru-buru menyusul Pagi.

"Mau kemana, sih?"

"Kantin," jawabnya cuek.

"Gue ikut."

"Gue pengen sendiri," katanya dan langsung berjalan mengabaikan Jea yang sudah terpaku di tempatnya.

Perasaan Jea tak enak, dia tau jika Pagi hanya sekedar badmood, gadis itu tidak akan pernah sampai seketus itu apalagi mengabaikan dirinya, jika seperti ini, bisa dipastikan kalau Pagi sedang kecewa padanya, tapi karena apa?

Sepanjang proses belajar mengajar, Pagi tidak duduk di dekat Jea seperti biasanya, sehingga mereka sama sekali tidak melakukan komunikasi. Bahkan saat istirahat makan siang, mereka tidak ke kantin bersama atau kemana pun.

Pagi menghindari Jea, dan sepertinya Jea mengetahui apa penyebab Pagi menjauhi dirinya.

[]

"Kak, kita harus ketemu Pagi, kita harus kasitau dia yang sebenernya Kak."

"Tapi, Ya."

Jea menggeleng. "Semakin lama kita sembunyi semakin besar pula kecewanya ke kita Kak, gue gak mau." Mata Jea tampak berkaca-kaca, dari awal dia sudah yakin bahwa ikut dalam permainan yang diciptakan Gavin akan berdampak buruk pada hubungannya dengan Pagi.

"Oke-oke, kita temui Pagi sekarang, karena sebenernya gue juga udah capek."

Jea dan Will bergegas mencari keberadaan Pagi, mereka langsung mencari Pagi ke lapangan basket outdoor, spot kesukaan Pagi di kampus dan benar saja, gadis itu sedang duduk di bangku yang terletak pinggir lapangan, memandang lurus kedepan dengan tatapan kosong.

"Gi," sapa Will dan tanpa izin mengambil posisi duduk di sebelah kanan Pagi dan Jea di sebelah kiri gadis itu.

Pagi tersenyum kecut. "Udah selesai permainannya?" tanyanya, matanya enggan menatap kedua orang itu, dia lebih memilih menatap pada sepatunya yang bergerak sesuai gerakan kakinya yang mengayun-ayun.

"Kenapa diam? Gue tanya, udah selesai permainannya?" Suara itu terdengar tenang, dan mengintimidasi, tidak ada rasa hangat dan keceriaan yang tersalur seperti biasa. "Padahal gue masih kuat, kenapa berhenti?"

#1 Pagi untuk Gavin ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang