D u a T i g a

3.3K 344 30
                                    

Gavin

Dia udah gue anter sampai ke depan tendanya dengan tanpa kurang suatu apapun, bukan laki-laki brengsek kan gue?

Gue tau dia gak akan masuk sebelum memastikan gue masuk ke dalam tenda juga, bukannya gue GEER ya. Tapi kalian bisa lihat sendiri nanti.

Gue emang enggak ada niatan buat masuk tenda, ngapain juga? Gue juga gak bakalan bisa tidur, si Will udah ngorok, mana dia tau kalo gue ngalong lagi. Ada bagusnya sih, jadi gue gak mesti dengerin dia ngomelin gue.

Rencananya gue mau ke suatu tempat, gue pernah ke sana dulu, dulu banget waktu SMA mungkin. Apa suasananya masih sama kayak dulu, ya? Udahlah langsung aja ngecek ke sana.

"Gav! Mau kemana? Tenda lo udah lewat!"

See?

"Gavin! Ikut!" Here she is, berada di samping gue mengikuti setiap langkah yang gue ambil.

Terlalu malas berdebat kali ini, biarlah dia ikut, entar kalo capek dia balik sendiri.

Gue bisa lihat dia yang mulai mengeluh ini itu, sesekali dia menguap, dia berhenti tapi berlari lagi mengejar gue, takut ketinggalan mungkin.

"Gav, sebenernya kita mau ke mana, sih?" Dia mulai berisik.

"Gue udah capek, Gav." Sekarang bukan berisik lagi, dia udah merengek kayak anak kecil.

"Engga ada yang minta lo ikut sama gue." Dia mencebikkan bibirnya, dia merengut, bibirnya melengkung ke bawah.

"Iya, tapi-"

"Lo bisa balik."

Dia menggeleng keras. "Gue gak ingat jalan balik."

Gue rasa ingatan ni cewek hancur banget. Kita tuh cuma lurus-lurus aja daritadi, tapi dia gak ingat jalan balik? Payah!
Sekarang malah dia semakin menempel dengan gue, takut gue tinggal beneran mungkin.

Hingga 15 menit kemudian kita sampai di suatu tempat yang lokasinya lebih tinggi, dengan sedikit pohon, seperti perbukitan.

Ah, masih sama seperti dulu, bintangnya masih sangat banyak di lihat dari bawah sini.

"Aawwwssshhhhh." Apa-apaan ini, kenapa jantung gue berdebar sekencang ini, sialan. Jangan sekarang, astaga! Gue cuma jalan sejaman dan hasilnya begini?

Gue kurang olahraga atau mungkin-ah sudahlah.

Gue rasa, gue cuma perlu istirahat sekarang.

"Whooooaaaaa, ini indah bangettt." Dia memekik kegirangan, dia berlari-larian, berputar-putar, merentangkan tangannya menerima tiupan angin di sekujur tubuhnya, begitu seterusnya sampai beberapa kali. Dia kelihatan happy banget cuma karena dibawa ke tempat ini, oke gue tau ini memang bagus banget, hamparan langit hitam bertabur jutaan bintang tentu saja suatu pemandangan yang jarang banget ditemui di perkotaan sana. Bisa jadi dia juga gak pernah lihat pemandangan begini sebelumnya, ketahuan dari reaksi dia pertama tadi.

Kalau dilihat-lihat dia memang selalu seceria itu, bahkan hanya karena hal-hal sederhana. Banyak hal yang gak pernah gue temui dari orang lain gue temui di dirinya.

Baik hatinya dia terutama. Ya, harus gue akui, dia baik hati, sangat baik hati.

Udah istirahat kenapa malah tambah sesak, sialan. Gue gak bisa melakukan apa-apa untuk menyelamatkan diri gue sekarang.

Engga lucu kalau gue harus pingsan di sini, sama dia pula? Dia bakalan cuma bisa nangis, terus gue sama dia membusuk di sini karena enggak bisa balik mencari bantuan, come on Gav.

#1 Pagi untuk Gavin ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang