Salsa membuka sebelah matanya. Jam 9 pagi. Hari ini hari Sabtu, yang berarti dia bisa bersantai di rumah seharian. Dia menghela nafas. Dia belum makan sejak kemarin malam, dan sekarang dia belum sarapan. Entah kenapa, tiba tiba dia memikirkan Fathan.
Dia gak beneran dateng ke rumah kan?
Salsa menggelengkan kepalanya cepat. Dia menghela nafas, lalu memutuskan untuk tidur.
•••
Fathan menuruni motornya perlahan. Salsa suka makan apa, ya? Roti? Takut gak kenyang. Bubur aja, kali ya?
Fathan akhirnya memutuskan untuk membeli bubur untuk Salsa. Dia menarik secarik kertas dari kantongnya, dan membaca alamat itu. "Kalo ibu ibu TU nya salah ngasih alamat gimana, ya?"
Dia menghela nafas lagi, dan menjalankan motornya menuju rumah Salsa.
Gue rela luangin hari libur gue untuk Salsa.
•••
Tok tok tok
Fathan menggigit bibirnya gugup. Dia sudah mengetuk pintu rumah ini selama lebih dari 20 menit, tapi tak ada jawaban. Dan sekarang dia benar benar khawatir dia akan salah rumah.
Tapi tiba tiba dia menyadari sesuatu. "Sialan. Dari tadi ternyata gak dikunci pintunya." gumamnya.Tanpa membuang waktu, Fathan membuka pintu itu, lalu masuk. Setelah melihat sekeliling, dia semakin yakin bahwa rumah ini memang rumah Salsa. Baju berserakan, buku buku tertumpuk, tas sekolah di sofa. Salsa banget.
Dia mulai menaiki tangga, dan beberapa saat kemudian dia sudah berdiri di depan sebuah pintu berwarna biru muda. Warna favorit Salsa. Fathan membuka sedikit pintunya. Tidak terkunci juga.
Ternyata Salsa masih tertidur. Fathan duduk di kursi belajar Salsa, lalu menatap nya.
Gila. Tidur aja cantik.
"Sal. Gue sebenernya--"
Kata kata Fathan terputus saat mata Salsa terbuka.
"MALING--"
Fathan terlonjak dan buru buru membungkam Salsa dengan tangan. "Sst, ini Fathan, bukan maling."
Salsa mengerjapkan matanya bingung. "Kok lo bisa masuk?"
Fathan menjitak kepala Salsa pelan. "Pintu lo aja gak dikunci."
"Oh iya, ya. Hehe."
"Gue bawain bubur, nih. Lo belum sarapan, kan?" kata Fathan sambil menyerahkan bubur yang sudah dibelinya ke pangkuan Salsa.
"Wah, gue kira lo bercanda doang pas waktu itu, ternyata beneran." jawab Salsa antusias sambil mulai melahap buburnya.
"Sal."
Salsa mendongak. "Hm?"
"Gue.. sebenernya.. gue udah lama.. su-suka sama--"
Fathan menelan ludah, lalu menatap Salsa yang memasang ekspresi aneh.
"Suka sama apa? Siapa?"
Fathan menghela nafas, lalu menunduk. Kayaknya bukan saatnya gue kasih tau dia sekarang.
"Oh eng- enggak, maksud gue.. gue udah lama suka sama buku nya Tere Liye, lo juga suka, enggak? Hehe." jawab Fathan. Hatinya masih belum siap di tolak Salsa.
Salsa menatapnya aneh. "Iya, suka. Tapi mesti banget, ngomongin buku sampe gagap gitu?"
Fathan menghela nafas. "Lupain aja."
"Ah! Ngomong ngomong, lo suka sama si Dirga itu.. suka banget?" kata Fathan tiba tiba.
Salsa menatapnya, dan tersenyum sumringah. "Iya! Sukaaaa banget." jawabnya sambil menatap Fathan senang, masih dengan senyuman sumringahnya. "Kenapa, Than?"
Kapan ya, Salsa bisa senyum selebar itu kalo lagi ngomongin tentang gue? Kapan ya, Salsa bisa jadi antusias kayak gitu karna gue?
"Lo sayang banget sama dia, sampe sampe gak bakal ada yang bisa gantiin dia?" tanya Fathan. Salsa mengangguk. "Iya, segitu sayangnya."
"Gue yakin, tuh. Bentar lagi ada yang bisa gantiin dia." guman Fathan.
