1 bulan kemudian
Hari ini hari terakhir Fathan menjadi siswa kelas 11, karena Fathan baru saja menyelesaikan ujian akhir semester. Fathan akan kembali bersekolah sebagai siswa kelas 12 bulan depan.
"Fathan, bantu Bapak kembaliin bola ini ke aula, ya. Maaf ngerepotin." kata guru olahraga Fathan yang menghentikannya saat Fathan baru saja keluar dari kelasnya. Fathan menghela nafas, lalu mengambil bola basket itu dari tangan gurunya. "Iya, Pak." . Fathan berbalik, lalu mulai berjalan menuju aula yang berada di ujung lorong. Saat melewati kantin, Fathan menoleh karna mendengar suara orang orang bersorak. Dia berhenti sebentar, penasaran dengan apa yang terjadi di kantin. Fathan mengerutkan alisnya saat melihat Dirga sedang berdiri dengan memegang bunga, berhadapan dengan seorang perempuan, dikelilingi banyak orang.
'Salsa mau ditembak sama si Dirga?' tanya Fathan dalam hati. Fathan terdiam.
'Pengecut banget gue, sayang sama Salsa tapi gak berani nunjukin ke dia.' . Fathan tersenyum kecut, lalu menghela nafas. "Eh tunggu. Rambut Salsa kan gak sepanjang itu." Fathan mengintip lagi, lalu tersenyum lega. Ternyata yang Dirga tembak bukan Salsa.
"Lah, Salsa dikemanain?" pikir Fathan. Memang benar, perasaannya kepada Salsa tidak berubah, tapi dia menghargai perasaan Salsa. Jika perasaannya ditolak, maka dia tak memaksa. Dia sudah menyerahkan Salsa untuk Dirga, walaupun dia masih takut, suatu hari Dirga akan menunjukkan sifat aslinya. Seperti hari ini. Fathan mengumpat dalam hati, lalu pergi untuk meletakkan bola basket yang ada di tangannnya ke aula. Dia hanya bisa berharap Salsa tidak ke kantin.
Memang benar, Fathan ingin Salsa lambat laun menyadari sifat Dirga yang hanya menganggap semua perempuan sebagai barang, yang bisa dibuang seenaknya. Tapi tetap saja, dia tak ingin Salsa menjadi salah satu 'korban' Dirga. Tapi apa yang bisa Fathan lakukan? Dia bahkan sudah sebulan tidak berbicara dengan Salsa. Yang bisa dia lakukan saat ini hanya memperhatikannya dari jauh.
Fathan terdiam saat dia mendengar langkah kaki yang mendekat. Dia mengangkat kepalanya, lalu mulai merasa gugup saat melihat bahwa Salsa berjalan menujunya. Fathan tak sanggup membuka mulutnya. Terlalu takut jika Salsa akan menganggapnya angin lalu. Dia benci saat saat seperti ini. Saat dua orang yang dulunya sangat dekat, harus menahan hasrat untuk meminta maaf dan meluruskan masalah mereka, karena terlalu banyak emosi yang tercampur.
Tapi kemudian Fathan teringat bahwa Salsa tidak boleh melewati kantin. Fathan lalu menahan tangan Salsa dengan cepat. Salsa tersentak dan menoleh. "Than?"
Fathan menghela nafas. "Jangan lewat situ, Sal."
Salsa mengerutkan alisnya curiga. "Memangnya kenapa?" . Fathan menguras otaknya untuk memikirkan jawaban yang paling natural. "Ba-bantu gue kembaliin bola."
Salsa terdiam. "Tapi gue mau ke kantin, mau ketemu Kak Dirga-"
"Salsa." potong Fathan. "Lo gak mau dengerin gue, apa? Sekali aja, dengerin gue, Sal. Gue udah berkali kali ingetin lo, Dirga itu bukan orang baik. Lo-"
"Fathan, apaan sih !" Salsa setengah berteriak untuk menghentikan perkataan Fathan. Bukan karna dia tak percaya dengan peringatan Fathan, lebih tepat untuk mengatakan bahwa Salsa tidak siap untuk menghadapi kenyataan bahwa Kak Dirga tidak seperti yang selama ini dia kira.
"Gue ngomong gini karna gue gak mau lo jadi salah satu korban sifat brengsek dia, Sal."
Salsa mendengus, walau sedikit gugup, tak mengerti apa maksud Fathan. "Udah lah Than, nanti aja kita lanjutin. Gue mau nyamperin Kak Dirga dulu," katanya lalu berbalik dan berlari kecil.
"Sal! Nggak Sal, dengerin gue-"
Fathan ikut berhenti saat Salsa yang berada di depannya berhenti.
Terlambat sudah.
"K-Kak Dirga?"
Dirga yang sedang memegang tangan cewek yang sekarang pacar nya itu pun menengok.
"Oh? Salsa-"
Salsa mengedarkan pandangannya ke seluruh kantin. Memperhatikan semuanya. Dari Dirga yang tangan satunya memegang tangan seseorang yang kemudian dia ketahui adalah Kak Lea, cewek populer yang mungkin ternyata sekaranh sudah berstatus pacar Dirga.
"Kak? Kakak.. abis nembak K-Kak Lea?"
Lea yang sedaritadi hanya diam mulai mengerutkan dahinya. "Lo siapanya Dirga, ya?"
"Aku-"
Suara Salsa tercekat, rasanya ingin menangis. Rasanya dia sudah dipermalukan. Dibohongi.
"Jadi, maksud Kakak selama ini nganter aku pulang, jalan, telfonan setiap hari, kenalan sama Mama aku, gaada artinya? Cuma aku yang berharap lebih, ya?"
Fathan melangkah maju untuk merangkul Salsa, ingin menariknya pergi.
"Lah? Emang gue pernah bilang gue suka sama lo? Pengen amat lo." jawab Dirga santai, sambil tersenyum bangga pada teman temannya yang masih mengelilinginya.
Deg.
Satu tetes air mata membasahi pipi Salsa. Sakit. Salsa bisa apa? Marah? Dia bukan siapa siapa nya Dirga. Dia cuma satu dari seribu cewek yang pernah disinggahi Dirga. Cuma itu. Gak lebih.
"Sialan lo! Otak lo isinya apa sih? Cowok brengsek!" teriak Fathan, sambil bergerak maju, berniat mendaratkan satu atau dua tinju di rahang Dirga.
"Stop, Than. Gak usah. Gue gak papa, kok," ujar Salsa sambil menahan tangisnya, dan menahan Fathan. "Udah. Pergi aja, yuk?"
Fathan menghela nafas kasar, lalu mengangguk samar, setelah memelototi Dirga. "Awas aja lo, sialan."
Salsa menarik lengan Fathan, dan berlari. Ingin segera menjauh dari Dirga. Ingin segera menangis sekencang kencangnya. Setelah lumayan jauh berlari, Salsa berhenti. Fathan yang berada di belakang nya pun ikut berhenti. Satu dua tetes air hujan mulai turun.
Salsa berbalik. "Apa gue gak menarik, ya Than? Apa gue ngebosenin? A-apa gue seburuk itu, sampe Kak Dirga segitu jahatnya sama gue-" tangisannya mulai membuncah. Fathan mendengus, lalu menarik Salsa ke dalam pelukannya. Mengelus kepala Salsa pelan. "Nggak Sal, lo menarik, dan lo gk ngebosenin. Bukan lo yang salah."
Tangisan Salsa makin kencang. "Nangis aja Sal, bahu gue selalu ada buat senderan lo."
"Maaf ya Than, gue jahat sama lo. Padahal lo suka sama gue."
Fathan tersenyum. "Gak papa, kali. Kan kita bisa mulai lagi pelan pelan."
